• Kolom
  • SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #30: Soeriadiradja, Redaktur di Batawi

SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #30: Soeriadiradja, Redaktur di Batawi

Soeriadiradja adalah aktivis pergerakan, guru di OSVIa, redaktur Sipatahoenan daerah Batavia, juga pengurus Paguyuban Pasundan.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Sejak 1 Juli 1924 hingga 28 Desember 1929, Soeriadiradja tercantum sebagai redaktur Sipatahoenan di Batawi (Batavia). (Sumber: Sipatahoenan, 28 Desember 1929)

11 Agustus 2023


BandungBergerak.id – Di dalam khazanah dunia kepenulisan Sunda, kita akan bersua dengan nama-nama yang kerap menimbulkan kekeliruan. Di antaranya Soeriadiradja dan Soeriadiredja, dengan adanya nama-nama penulis R. Soeriadiredja, R. Soeriadiradja, dan Mas Soeriadiradja. R. Soeriadiredja adalah pengarang Wawatjan Poernama Alam. R. Soeriadiradja yang kerap ditulis R. Soeria di Radja atau disingkat S. d. R adalah guru, aktivis, penulis, redaktur dan ketua Paguyuban Pasundan yang keempat (1920-1925). Mas Soeriadiradja adalah guru, penulis dan redaktur Poesaka Pasoendan (1922-1928) bersama dengan R. Husein Djajadiningrat dan J. Kats.

Sebagaimana yang tertuang dalam Ensiklopedi Sunda (2000: 629), Soeriadiradja adalah guru dan penulis buku pelajaran bahasa Sunda. Salah satu karyanya yang sangat terkenal adalah Panjoengsi Basa yang diterbitkan pada tahun 1935 dan dipakai di sekolah-sekolah dasar yang mengajarkan bahasa Sunda hingga tahun 1950an. Buku tersebut konon menggantikan buku-buku D.K. Ardiwinata yang sebelumnya dipakai secara luas di sekolah-sekolah di seluruh Tatar Sunda. Selain Panjoengsi Basa, Soeriadiradja terlibat dalam penulisan buku Gandasari dan lain-lain buku pelajaran, terjemahan Centini ke dalam bahasa Sunda, dan Tutungkusan (1954).

Ia sempat menjadi ketua Paguyuban Pasundan setelah Dajat Hidajat (1913-1914), D.K. Ardiwinata (1914-1916), Wirasapoetra (1916-1918), R. Koesoema Soedjana (1918-1920), dan R. Poeradiredja (1919-1920) dan digantikan R. Otto Koesoema Soebrata (1925-1929) (Ensiklopedi Sunda, 2000; Edi S Ekadjati, Kebangkitan Kembali Orang Sunda: Kasus Paguyuban Pasundan 1913-1938, 2004: 83-84). Di bidang publikasi berkala, Soeriadiradja pernah menjadi redaktur Medan Goeroe Hindia (1922) terbitan Perserikatan Goeroe Hindia Belanda (PGHB) dan redaktur Sipatahoenan khusus untuk daerah Batawi (Batavia) antara 1924 hingga 1929.

Baca Juga: SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #27: Sanah Belanda, Sinih Bumiputra
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #28: Mohamad Ambri, Bapak Realisme dalam Sastra Sunda
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #29: Telegram Pers

Aktivitas di Dunia Pergerakan

Dari koran-koran dan laporan-laporan lama, saya tahu Soeriadiradja bersama Wiradiradja, Kwaswali, Iskandar, Koesoemasoetima, Angkama, Danoemihardjo, Nataprawira, Boenjamin, Natapoera, Goenapradja, Doerahim, menyelesaikan pendidikannya dari Kweekschool atau sekolah calon guru di Bandung pada tahun 1904 (De Preanger-bode, 7 November 1904).

Dari kabar berikutnya, saya tahu ia mengajar di Opleidingsscholen voor Inlandsche ambtenaren (OSVIA) atau Sakola Menak Serang sejak 8 Oktober 1910. Dari Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, Deel 2 edisi 1911 hingga 1920, namanya tertulis sebagai Mas Soeria di Radja atau Mohamad Soeria di Radja dan bekerja sebagai “onderwijzer inde Maleische en Soendasche taal” (guru dalam bahasa Melayu dan bahasa Sunda).

Sejak 1915, ia sudah dikenal aktif dalam perhimpunan guru-guru bumiputra, PGHB. Pada 7 Agustus 1915, ia bahkan terpilih menjadi sekretaris kedua PGHB. Selengkapnya, dalam De Preanger-bode edisi 8 Agustus 1915, tertulis bahwa yang terpilih dalam kepengurusan PGHB adalah Soetan Moh. Zain (ketua, Bandung), D.K. Ardiwinata (wakil ketua, Weltevreden), M. Padmadinata (sekretaris pertama, Bandung), R. Soeriadiradja (sekretaris kedua, Serang), R. Djajadiredja (bendahara pertama, Bandung), M. Kartabrata (bendahara kedua, Bandung), dan R. Soepadmo (anggota, Purworejo).

Sejak 1915 pula Soeriadiradja dikenal sebagai aktivis Paguyuban Pasundan di Serang. Ini antara lain mengemuka dari laporan bahwa atas permintaan anggota di Serang, Paguyuban Pasundan menyelenggarakan ceramah terkait “Inlandsche Militie” (milisi bumiputra) pada 7 Maret 1915. Acara yang dilangsungkan di OSVIA Serang itu dihadiri ketua Paguyuban Pasundan D.K. Ardiwinata, Residen Banten Van Vleuten, bupati Serang, C.M. Pleyte dari Batavia, dua inspektur di Serang, guru-guru dan murid-murid OSVIA Serang. Dalam kesempatan itu, Soeriadiradja, sebagai Inlandsch onderwijzer aan de OSVIA (guru OSVIA) yang juga disingkat S.d.R, antara lain menyampaikan dalam urusan milisi tidak usah ada perbedaan antara orang berkulit putih dan coklat (Bataviaasch nieuwsblad, 13 Maret 1915).

Beberapa bulan kemudian, dengan tema sama, sebagai “Soendasche onderwijzer van de Opleidingsschool te Serang” (guru Sunda di OSVIA Serang) Soeriadiradja hadir dalam diskusi yang diselenggarakan Boedi Oetomo (BO) dan Sarikat Islam (SI) Cabang Bandung di gedung Oriental-bioscoop Bandung. Ia bertanya-tanya dengan khawatir apakah bangsa bumiputra bisa mendapatkan senjata modern untuk berperang melawan kekuatan angkatan yang bersenjata modern (De Preanger-bode, 20 Juli 1915).

Ia juga ternyata aktif di NIOG dan SI pula. Pada 25 Februari 1917, NIOG Afdeling Serang mengadakan rapat umum yang menghadirkan pembicara Kroes dari Cilegon dan Soeriadiradja dari Serang (Bataviaasch nieuwsblad, 27 Februari 1917). Setahun kemudian, dalam kegiatan SI Banten di Serang, pada 24 Februari 1918, Soeriadiradja, mantri goeroe Soenda, menjelaskan keadaan yang berkembang di Serang saat itu, yaitu kenaikan harga barang-barang antara 50% hingga 70%, sementara keadaan keuangan para buruh yang bekerja di pemerintah selalu lebih rendah daripada naiknya biaya hidup. Oleh karena itu, ia mendesak agar pemerintah mengambil tindakan, sebelum keadaannya menjadi kian memburuk (De Indier, 2 Maret 1918).

Soeriadiradja bahkan menjadi salah seorang pengurus pertama ISDV cabang Serang setelah Sneevlit berkunjung dan memberi ceramah pada Hari Paskah tahun 1918 di Debatingsklub mengenai imperialisme dan tugas para sosial demokrat di Hindia. Setelah ceramah itu dilanjutkan dengan pembentukan ISDV cabang Serang oleh 16 orang, dengan susunan pengurus Stam sebagai ketua dan Soeriadiradja sebagai sekretaris (Het Vrije Woord, No. 21, 30 April 1918).

Aktivitasnya di dunia pergerakan bumiputra terus berlanjut. Salah satu buktinya, Soeriadiradja terlibat sebagai salah seorang pembicara pada rapat umum dan terbuka di Gambir Park, Batavia, pada 13 Februari 1921. Pembicara pada acara yang membahas ketidakstabilan sistem pemilihan para anggota Volksraad itu adalah Soetan Mohamad Zain, Soeriadiradja, Abdoel Moeis, H.A. Salim, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Tjokroaminoto (Het Indische Volk, No. 16, 12 Februari 1921).

Komitmen untuk Kesundaan

Di koran Sipatahoenan, nama Soeriadiradja tercantum sebagai “Redaktoer di Batawi” agaknya sejak edisi pertama 1 Juli 1924 hingga edisi 28 Desember 1929, ketika surat kabar tersebut masih terbit setiap Rabu dan Sabtu. Bukti ini menjadi penanda pula bahwa ia memang aktif di Paguyuban Pasundan, sekaligus komitmennya pada kesundaan.

Mengenai keterlibatan Soeriadiradja di Sipatahoenan, Soetisna Sendjaja (“Op Hoop van Zegen”, dalam Sip 1923-1953, 1953: 4) antara lain menyatakan “Para pembantu, diantawisna almarhum Suria di Radja, Wira Sendjaja, Moh. Ambri, nu masih aja sdr. Kartawisastra alias P.K., honorariumna teu langkung ti: hatur nuhun” (Para pembantu, di antaranya almarhum Soeriadiradja, Wira Sendjaja, Moh. Ambri, yang masih ada adalah Sdr. Kartawisastra alias P.K., dengan honorarium tidak lebih dari terima kasih).

Komitmennya bagi kesundaan dan Paguyuban Pasundan juga dapat kita ikuti dari Sipatahoenan. Dalam edisi 30 September 1924 (Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers [IPO], No. 40, 1924) dimuat berita bahwa makalah-makalah Poeradiredja, Soeriadiradja, Mangoendikaria, Kartapoetra dan lain-lain untuk Kongres Bahasa Sunda di Bandung tahun 1924 dimuat dalam sebuah buku. Ini mengandung arti, Soeriadiradja terlibat sebagai salah seorang pembicara dalam Kongres Bahasa Sunda.

Pada edisi 21 Oktober-18 November 1924 (dalam IPO No. 47, 1924), Sipatahoenan memuat artikel Soeriadiradja yang membicarakan tentang manfaat surat kabar dan mendesak agar orang Sunda bergabung dengan Sipatahoenan demi mengejar kemajuan. Dalam edisi 27 Januari 1925 dimuat laporan bertajuk “Lezingna djrg. Soeriadiradja di Soos Kaweningan Mitra Tasikmalaja” (ceramah Soeriadiradja di Soos Kaweningan Mitra, Tasikmalaya). Di antara butir yang disampaikannya, “Pasoendan teh hidji koempoelan noe make dadasar kabangsaan sapertos di oerang Djawa mah B.O.” (Paguyuban Pasundan adalah organisasi yang berdasarkan kebangsaan seperti di Jawa ada B.O.).

Pada edisi 3 Maret 1925, Sipatahoenan memuat tulisan Soeriadiradja yang bertajuk “Pangadjaran Basa Soenda II”. Dalam tulisan tersebut, ia menanggapi reaksi-reaksi pembaca buku “Pangadjaran Basa Soenda II” yang ditujukan kepadanya. Di situ juga mengemuka pengalamannya sebagai guru Sunda di Sakola Menak Serang, yaitu mengumpulkan berbagai keperluan pengajaran bahasa Sunda untuk sekolah tersebut (“Nalika djisim koering djadi goeroe Soenda di Sakola Menak Serang, djisim koering geus ngadamel sareng ngoempoelkeun oefeningen, taaloefening, stijloefening, oenak-anik basa keur kaperloean sorangan, adjarkeuneun di sakola menak”).

Bahan yang dia kumpulkan mencapai empat-lima ratus pasal, sehingga terpikir olehnya untuk menyusun dan membereskannya menjadi buku, lalu dikirimkan kepada pengawas sekolah. Namun, pada praktiknya, buku yang seharusnya digunakan untuk VIO ternyata digunakan untuk Sekolah Kelas II, sehingga tidak tepat. Oleh karena itu, pada cetakan kedua, dia menyunting kembali buku itu dan menyatakan buku Pangadjaran Basa Soenda II  dan Triwangsa I serta Triwangsa II jangan digunakan di Sekolah Kelas II.

Pada kongres Paguyuban Pasundan tahun 1926 di Societeit Pasamoan Pasoendan, Bragweg, Bandung, antara 22-24 Mei 1926, Soeriadiradja hadir sebagai salah seorang pembicara. Pada malam 23 Mei 1926, pukul 22.30, ia menyampaikan ceramah bertajuk “Rek dibawa ka mana Soenda teh?” (Sunda akan dibawa ke mana?) (“Bewara ti Hoofdbestuur Pasoendan”, Sipatahoenan, 27 Juni 1926). Dalam edisi 17 dan 24 Mei 1927 (IPO No. 22, 1927) dimuat artikel Soeriadiradja yang membicarakan gagasan agar bahasa Sunda digunakan dalam sidang-sidang dewan kabupaten di Provinsi Jawa Barat.

Di lingkungan Paguyuban Pasundan, Soeriadiradja terpilih lagi menjadi salah seorang pengurus besar pada pemilihan tahun 1928. Konteksnya, ketika Otto Soebrata mengundurkan diri dari keanggotaannya di Volksraad lalu mengikuti pemilihan pengurus besar Paguyuban Pasundan. Hasilnya, Otto terpilih sebagai ketua pengurus besar, Soeriadiradja sebagai wakilnya, A. Soeardi sekretaris pertama, dan seterusnya (IPO Deel I, 1928).

Akhirnya, kedua Soeriadiradja, yaitu R. Soeriadiradja dan M. Soeriadiradja tercantum sebagai anggota Regentschapsraad van Meester-Cornelis (dewan Kabupaten Meester Cornelis) paling tidak antara tahun 1934 hingga 1942 (Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie Deel II, 1934 dan Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie Deel II, 1942).

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//