• Cerita
  • Malam Mencekam di Dago Elos

Malam Mencekam di Dago Elos

Negosiasi yang sudah mencapai kata sepakat bubar akibat lemparan gas air mata. Polisi menggedor rumah, menerobis masuk, dan menangkap warga dengan kekerasan.

Suasana kawasan Jalan Dago Bandung ketika warga Dago Elos memblokir jalan, sebelum aparat kepolisian membubarkan massa dengan kekerasan, Senin (14/8/2023) malam. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul15 Agustus 2023


BandungBergerak.id - Dua kali negosiasi di Jalan Dago yang sudah diblokir massa, Senin (14/8/20203) malam itu, sebenarnya sudah menghasilkan kata sepakat. Polisi mempersilakan warga Dago Elos kembali menyerahkan laporan dengan jaminan diterima dan diproses, asalkan blokade jalan dibuka. Warga dan tim kuasa hukum bahkan sudah bersiap untuk ramai-ramai kembali ke Mapolrestabes Bandung.  

Ketika itu sekitar pukul 22.47 WIB. Udara Dago atas yang dingin seolah seketika lenyap. Menyusul perintah dari speaker agar warga mundur tiga langkah, terjadi ledakan satu gas air mata di bagian belakang barisan warga. Di barisan itu terdapat banyak perempuan dan anak-anak.

Warga mulai panik. Beberapa warga yang berada di barisan depan tersulut emosi. Namun ditahan oleh warga dan kelompok solidaritas agar tidak melewati barisan. Sekitar dua menit berselang, terdengar dan terlihat ledakan seperti kembang api di bagian belakang barisan warga. Warga semakin panik sehingga barisan terpecah.

Beberapa warga menuding aparat polisi telah mengkhianati kesepakatan karena telah melepaskan gas air mata. Namun beberapa aparat yang berdiri di bagian depan mengklaim tidak melakukan upaya apa-apa. Mereka mengangkat tangan sebagai tanda penyangkalan.  

Sekitar pukul 22.50 WIB, gas air mata meledak di barisan depan warga. Barisan massa pecah. Salah seorang warga pelapor, Dea, yang berada di barisan paling depan dan bersiap untuk menyampaikan laporan, menjadi korban. Dia harus digotong ke rumah warga.

Massa lari menyalamatkan diri dari tembakan gas air mata yang mengganggu penglihatan dan pernapasan. Di sebuah gang, beberapa warga dan anggota solidaritas meminta air dan pasta gigi (odol) untuk menghalau rasa perih di wajah dan sesak napas akibat gas air mata. Menit-menit yang mencekam.

Penembakan gas air mata menyulut emosi sebagian warga. Mereka mengumpat bahwa polisi tidak bisa dipercaya sejak awal. Beberapa warga dan anggota solidaritas bersiap dengan batu.

Pukul 23.06 WIB terdengar dua ledakan beruntun. Pukul 23.12 WIB, warga dan solidaritas yang berada di gang paling depan bersiap-siap. Dua menit kemudian, suara sirine meraung-raung.

Pukul 23.14 WIB sebuah gas air mata diarahkan ke pemukiman warga. Massa pecah lagi dan menjauhkan diri dari gas air mata yang memerihkan. Polisi lalu masuk ke gang-gang untuk menangkap warga.

Anggota-anggota kepolisian yang lengkap dengan pentungan dan tameng itu mengejar warga dan massa solidaritas. Mereka bahkan menggedor-gedor pintu rumah warga yang diduga menjadi tempat persembunyian, dan mendobraknya.

Penulis ikut ditangkap polisi dan terkena pukulan, bogem, jambakan, dan tendangan. Tas yang berisi laptop disepak dengan lutut. Saat dibawa oleh polisi, salah seorang anggota kepolisian yang lain menyebutkan bahwa penulis akan "dibawa ke depan dan dimatikan".

Pukul 23.24 WIB dari sebuah gang tempat penulis ditangkap, seorang pria ditangkap polisi dengan diseret ke Jalan Dago. Ia terlihat terkulai lemas tak berdaya.

Menit demi menit kemudian, kepolisian terus berusaha mencari dan menangkapi warga. Mereka yang menggunakan motor trail masuk ke dalam gang-gang. Aparat juga merangsek dengan paksa ke dalam rumah warga. Setiap pergerakan di gang dicurigai. 

Hari berganti, pukul 00.00 WIB, Selasa (15/8/20230), seluruh aparat kepolisian masih berjaga di Dago Elos dan melakukan penyisiran. Sekitar pukul 00.30 WIB, sebagian kepolisian berbaris di deretan pertokoan. Lima menit kemudian ketegangan di Jalan Dago sedikit cair. Pasukan kepolisian mulai membubarkan diri secara bertahap. Satu unit mobil pemadam kebakaran membersihkan jalanan. Hingga pukul 03.35 WIB, Kepolisian terpantau masih berjaga di Terminal Dago.

Dalam serbuan ini, aparat kepolisian menahan lima warga, enam orang anggota solidaritas, dan satu anggota tim pendamping hukum warga.

Baca Juga: Kronologi Kaos Penutupan Jalan di Dago Elos, Gas Air Mata Melukai Warga
Duduk Perkara Dugaan Penipuan Dokumen Klaim Tanah Dago Elos
Warga Dago Elos Mendesak Polrestabes Bandung segera Mengusut Dugaan Pemalsuan Dokumen Ahli Waris

Warga saksi kerusuhan menunjukan cartridge gas air mata saat kampungnya diserbu aparat kepolisian di Dago Elos, Bandung, Selasa (15/8/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Warga saksi kerusuhan menunjukan cartridge gas air mata saat kampungnya diserbu aparat kepolisian di Dago Elos, Bandung, Selasa (15/8/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Kecewa pada Kepolisian

Salah satu pendamping hukum warga dari LBH Bandung Heri Pramono menyampaikan kekecewaannya kepada kepolisian. Ia tak habis pikir, laporan yang diajukan warga tidak diterima. Pada akhirnya, tim advokasi tidak bisa membendung kekecewaan warga yang menaruh harapan besar pada proses pelaporan ini setelah kalah oleh Peninjauan Kembali Mahkamah Agung. Aksi penutupan jalan adalah aksi lanjutan dari gagalnya pelaporan kasus tersebut.

“Mereka mulai merangsek masuk secara brutal dengan paksa ke area-area warga. Seharusnya itu kan dilindungi. Tapi malah masih bertindak brutal,” ucap Heri, kepada BandungBergerak.id, di Balai RW 02 Dago Elos, Selasa (15/8/2023) dini hari.

Ketua Forum Dago Melawan Angga mengungkapkan kejadian kaos ini menunjukkan ke mana arah keberpihakan aparat atas kasus sengketa lahan yang sudah mendera warga Dago Elos sejak 2016. Niat baik dan kepercayaan warga kepada kepolisian, terhadap penegakan keadilan dan hukum, berbuah kekecewaan.

“Tidak ada ketegasan dari kepolisian untuk melanjutkan ajuan pelaporan tersebut. Yang kemudian terjadi malah ketika masyarakat meluapkan kekesalannya ini di area tempat tinggal kita sendiri ini, malah disambut dengan represivitas dan kebrutalan aparat. Kita jelas-jelas merasa dibohongi,” tuturnya.

Angga mengungkapkan, setelah dicapai kesepakatan, warga sudah bersiap membubarkan diri. Namun polisi justru membubarkan massa secara paksa dan brutal dengan lontaran gas air mata. Akibatnya, warga yang berada di dalam rumah harus keluar rumah. Sebagain dari mereka adalah ibu-ibu dan anak-anak.

“Itu jelas-jelas kebrutalan dari aparat kepolisian. Dan itu kita kecam. Akhirnya ketika kejadian bentrokan yang tidak bisa kita hindari tersebut, aparat kepolisian sampai berani-beraninya untuk merangsek masuk, menggedor rumah-rumah warga, melakukan sweeping dan intimidasi baik itu secara fisik maupun verbal,” ungkapnya.

Kapolrestabes Bandung Budi Sartono telah menyampaikan bantahan bahwa pihaknya tidak menolak laporan yang dilayangkan warga Dago Elos. Menurutnya, pihaknya meminta pelaporan tersebut dilengkapi dengan alat bukti. Setelah itu, warga dipersilakan melapor kembali.

Budi membenarkan ada penembakan gas air mata dalam kaos di Dago Elos, semata untuk membuka jalan yang diblokir. Namun ia membantah ada penembakan gas air mata ke permukiman warga. Mengenai sweeping atau penyisiran ke rumah-rumah warga, polisi masih mendalaminya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//