• Berita
  • Warga Dago Elos Mendesak Polrestabes Bandung segera Mengusut Dugaan Pemalsuan Dokumen Ahli Waris

Warga Dago Elos Mendesak Polrestabes Bandung segera Mengusut Dugaan Pemalsuan Dokumen Ahli Waris

Warga Dago Elos melaporkan dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan ahli waris ke Polrestabes Bandung.

Warga Dago Elos menggruduk kantor Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung, Senin (14/8/2023). (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Penulis Dini Putri14 Agustus 2023


BandungBergerak.id - Warga Dago Elos dan Koalisi Dago Melawan menggruduk kantor Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung, Senin (14/8/2023). Mereka berbondong-bondong mendesak aparat kepolisian untuk segera menindaklanjuti laporan mengenai dugaan tindakan pemalsuan dokumen oleh ahli waris yang mengklaim tanah Dago Elos. Klaim ini berdampak pada perenggutan ruang hidup 2.000 jiwa warga yang bermukim di lahan seluas 6,9 hektar.

Dalam aksinya, warga membetangkan spanduk-spanduk dan bendera bernada perlawanan. Mereka juga membeberkan sejumlah keganjilan dalam klaim ahli waris. Pertama, pada dokumen penetapan ahli waris yang menyebutkan bahwa Eduard Muller adalah ahli waris satu-satunya yang berhak atas Eigendom Verponding.

Keterangan tersebut mengenyahkan fakta bahwa George Hendrik Muler (kakek dari ketiga ahli waris) memiliki lima orang anak, di antaranya: Edi Edward (Eduard), Renih, Gustaaf, Theo, dan Dora. Dan Eduard merupakan ayah dari tiga bersaudara (Heri Hermawan Muller, Dodi Rustandi Muller, dan Pipin Sanepi Muller) yang menggugat warga Dago Elos.

Kedua, dalam dokumen yang diserahkan oleh tiga bersaudara Muller ke persidangan, mengakui bahwa kematian nenek mereka yang bernama Roesmah terjadi pada tahun 1966. Sedangkan, dalam berita duka di Limburg Dagblad edisi 7 Desember 1989, Roesmah tercatat meninggal di tahun 1989 (mempercepat 23 tahun).

Warga merasa bahwa pemalsuan dokumen tersebut merupakan sebuah tindakan kriminal dan merupakan siasat untuk mengelabui serta merampas tanah rakyat.

Angga, Ketua Forum Dago Melawan, menyampaikan perampasan tanah yang dilakukan keluarga Muller tak lepas dari tujuan-tujuan kapitalistik (bisnis). Ahli waris menggunakan eigendom verponding untuk menindas dan berlaku sewenang-wenang sampai menyalahi aturan negara. Warga akan terus mendesak aparat untuk menindak hal tersebut.

“Kami meminta pimpinan dan jajaran Polrestabes Bandung untuk memeriksa perkara dan bukti-bukti serta memproses secara mendalam terkait dugaan tindak pidana tersebut,” ucap Angga.

Warga bersikukuh mempertahankan tanahnya, tidak sedikit pun gentar. Mereka tidak akan angkat kaki dari tanah di mana mereka hidup. Kegigihan warga ditunjukkan Een yang sudah 40 tahun mendiami Dago Elos.

“Ibu ga mau diusir begitu saja. Poko na mah ibu ga akan pergi dari situ (Dago Elos),” ungkap perempuan 56 tahun ini.

Usia tua tak menyurutkan semangat Een untuk mengikuti aksi turun ke jalan itu. Dia selalu aktif ke dalam gerakan dan aktivitas masyarakat dalam mempertahankan tanah Dago Elos.

Pelaporan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh keluarga Muller ke Polrestabes Bandung ini merupakan upaya yang kedua kalinya. Pada upaya pertama, hasilnya nihil. Pada laporan kali ini warga telah melakukan persiapan matang dan membawa bukti-bukti kuat. Warga berharap menemukan titik terang.

Penguasaan tanah Dago Elos saat ini masih sepenuhnya dimiliki oleh warga. Ini menjadi keunggulan bagi warga.

Baca Juga: Dago Elos Melawan Klaim Investor dengan Solidaritas
Haris Azhar Menyemangati Warga Dago Elos untuk Terus Melawan Mempertahankan Tanahnya
Mengarusutamakan Kelas Buruh melalui Media Alternatif

Warga Dago Elos  menggruduk kantor Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung, Senin (14/8/2023). (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)
Warga Dago Elos menggruduk kantor Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung, Senin (14/8/2023). (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Polisi mesti Berpihak pada Warga

Pembangunan yang berlangsung selama ini dinilai tidak nyambung dengan kesejahteraan rakyat. Walaupun pembangunan tersebut berdalih atas nama keindahan dan ruang terbuka hijau.

“Padahal akhirnya setelah itu terbangun semuanya pun cukup tahu, publik juga cukup tahu bahwa hal itu tidak ada kaitan secara langsung dengan kesejahteraan warga. Yang ada adalah kepentingan-kepentingan arus modal. Dan itu kita tidak menginginkan sampai terjadi di warga kita di Dago,” kata Angga

Angga menuntut agar warga Dago Elos dibiarkan hidup damai di tanah kelahirannya. Angga berharap dengan melakukan aksi penekanan ke Polrestabes Bandung semakin mempertegas bahwa polisi harus bertindak dan jangan sampai memiliki keberpihakan terhadap segelintir orang. Keadilan harus jatuh kepada yang memang berhak, yaitu warga.

Diketahui, fondasi dari gugatan Muller CS terhadap warga Dago Elos adalah penetapan ahli waris (PAW) bernomor 687/pdt.p/2013 yang dikeluarkan oleh pengadilan agama kelas IA Cimahi. Dalam dokumen yang sama Muller CS mengklaim di hadapan Pengadilan Agama Cimahi bahwa GHW Muller adalah seorang Belanda yang ditugaskan oleh Ratu Belanda Wilhelmina di Indonesia.

Klaim tersebut dicatat secara resmi dalam dokumen resmi pengadilan agama yang dipimpin oleh ketua majelis Dudung ABD. Halim, dan hakim anggota Zezen Zainal Abidin dan Yeyep Jaja Zakaria.

Namun warga memiliki dasar yang kuat sesuai konstitusi, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Berdasarkan konstitusi itu bahwa penguasaan, pendudukan, pengelolaan dan perawatan tanah Dago Elos sejatinya diperuntukan untuk kemakmuran warga Dago Elos. Warga berkeyakinan bahwa seluruh aksi kriminal yang menghalangi warga Dago Elos harus dilawan, sabubukna!  

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//