• Berita
  • Pengepungan oleh Polisi di Dago Elos Menimbulkan Trauma pada Perempuan dan Anak-anak

Pengepungan oleh Polisi di Dago Elos Menimbulkan Trauma pada Perempuan dan Anak-anak

Warga Dago Elos yang menjadi korban gas air mata bukan hanya orang-orang dewasa. Sejumlah anak mengalami trauma.

Luka kaki seorang anak Dago Elos yang terkena pintu yang didobrak oleh polisi, Selasa (15/8/2023). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Virliya Putricantika15 Agustus 2023


BandungBergerak.idWarga Dago Elos, Bandung, kembali memulai aktivitas kesehariannya setelah melewati malam penuh ketakutan. Sebagian ibu-ibu sudah menunggu di depan rumah untuk turut mengikuti konferensi pers di Balai RW Dago Elos, Selasa (15/8/2023). Namun hanya beberapa anak saja yang terlihat di sana. Mereka baru bisa tertidur lelap saat polisi tidak lagi berkeliaran di sekitar rumah. 

“Seandainya pelaporan kita itu diterima, kejadian semalam itu tidak akan terjadi,” ungkap Dea, memulai cerita dalam konferensi pers. Tadi malam Dea menjadi korban gas air mata yang ditembakkan kepolisian. 

Selain orang dewasa, anak-anak juga menjadi korban kekerasan dan gas air mata. Pada malam pengepungan, Senin (14/8/2023), beredar video CCTV dari rumah Handika (33 tahun) yang dikepung polisi. Bukan hanya pintunya yang nyaris rusak akibat didobrak polisi, tapi kedua anak keduanya yang berusia tujuh tahun terluka di bibir dan kakinya. 

Anak laki-laki itu menemui tim BandungBergerak.id pagi tadi. Mengenakan baju biru muda, anak itu menceritakan sedikit rasa sakit di kakinya. Tatapan yang masih ketakutan begitu jelas terlihat. 

“Dia takut sama suara polisi, dia ngumpet di belakang pintu. Ngumpet di belakang pintu, langsung di dobrak,” tutur Handika, sambil menirukan teriakan polisi saat mengahampiri rumahnya. 

Malam itu, gang dengan lebar satu meter di sekitar rumah Handika dipenuhi polisi yang berteriak-teriak menggunakan kata-kata kasar. Para ibu menemani anak-anak mereka yang ketakutan. Tidak hanya yang menggunakan seragam polisi yang menyisir pemukiman, tapi ada juga yang memakai jaket kurir. 

“Jangan ibu, jangan keluar atuh ibu, nanti dedek bayinya nanti mati cenah kata anak ibu yang paling besar,” cerita Ros (33 tahun), warga Dago Elos lainnya yang berada di rumah bersama ibu dan kedua anaknya, salah satu anak disabilitas.

Kekacauan malam itu tentu berdampak pada psikis pada semua warga, dewasa hingga anak-anak. Bahkan ada balita yang terkena gas air mata. 

“Aku mah nanti kalau udah gede ga mau jadi polisi, galak, mau jadi dokter,” cerita seorang anak perempuan yang belum tidur semalaman. 

Baca Juga: Kronologi Kaos Penutupan Jalan di Dago Elos, Gas Air Mata Melukai Warga
Duduk Perkara Dugaan Penipuan Dokumen Klaim Tanah Dago Elos

Warga perempuan yang mengalami trauma psikis atas pengepungan di Dago Elos yang terjadi pada Senin (14/8/2023). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Warga perempuan yang mengalami trauma psikis atas pengepungan di Dago Elos yang terjadi pada Senin (14/8/2023). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Bermula dari Ditolaknya Laporan ke Kepolisian 

Kekerasan verbal juga fisik yang dilakukan pihak kepolisian pada warga sudah dimulai sejak mereka melapor kasus dugaan penipuan dokumen oleh ahli waris yang mengklaim tanah Dago Elos di Polrestabes Bandung, Senin (14/8/2023). 

Saat itu, Lia, warga Dago Elos yang mendengar hasil akhir dari kuasa hukum warga, langsung memasuki kantor Kasat Reskrim, ia dicegat oleh beberapa polisi yang diantaranya ada yang membawa senjata. Lia kemduian dijemput oleh kuasa hukum untuk keluar kantor aparat berseragam warna cokelat itu. 

“Pas dipager bapak polisi yang bernama M. Rustandi itu, yang dari siang saya perhatiin sudah sangat emosi kepada kami. Dia nyegat saya dan bilang ‘gara-gara kau anjing’, katanya, “semua kejadiannya jadi kaya gini”. Dan akhirnya dia itu (mau) memukul saya tapi dia ditahan,” cerita Lia, saat konferensi pers. 

Rasa kecewa pada aparat negara membuat warga melakukan aksi penutupan jalan di depan Terminal Dago, buah dari kekecewaan pada proses hukum yang tidak jelas. Bahkan sejak awal konflik agraria di Dago Elos pemerintah seakan menutup mata, tidak melihat bahwa ada warga yang sudah tinggal di sana selama 40 tahun. 

Ruang hidup 300 keluarga di lahan seluas 6,3 hektare itu seolah akan diberikan pada tiga orang dari keluarga Muller yang bekerja sama dengan PT. Dago Inti Graha. Suara-suara penolakan warga Dago Elos seakan tidak didengar baik oleh aparat maupun pemerintah daerah seperti Pemrov Jabar dan Pemkot Bandung. Tidak ada tindakan apa pun dari pemerintah bahkan setelah pengepungan malam tadi. 

“Dengan tanpa berpikirnya mereka datang ke sini ngehajar orang-orang di sini, nembakin gas air mata sampai ke rumah-rumah, gimana traumanya anak-anak kami?” tambah Lia sambil menahan tangisnya. 

Dengan rangkaian peristiwa tersebut, warga Dago Elos menyatakan sikap dan tuntutan sebagai berikut:

  1. Copot dan pecat Kasat Reskrim dan Kapolrestabes Bandung atas penggunaan kekerasan yang menyebabkan korban luka, kehancuran properti, dan kendaraan milik warga.
  2. Mengecam dan mengutuk tindakan Kasat Reskrim Polrestabes Bandung yang menolak laporan warga dan sehingga menyebabkan menimbulkan rasa kekecewaan warga.
  3. Mengutuk seluruh penggunaan kekerasan berlebihan oleh polisi dalam menangani protes warga sehingga menimbulkan korban luka, kerusakan fasilitas, properti dan kendaraan milik warga selama pengepungan.
  4. Mengutuk pengepungan terhadap pemukiman warga Dago Elos yang dilakukan pihak kepolisian.
  5. Mengutuk penggunaan Gas Air Mata secara ilegal oleh pihak kepolisian yang ditembakan secara tidak terukur dan berlebihan ke arah pemukiman warga selama pengepungan.
  6. Mengutuk tindak kekerasan yang menyebabkan warga dan jurnalis yang bertugas sehingga menyebabkan luka selama pengepungan.
  7. Mengutuk tindak penangkapan dan penahan ilegal yang dilakukan polisi selama pengepungan terjadi.
  8. Mengutuk penggeledahan secara ilegal terhadap rumah-rumah warga yang menyebabkan kepanikan dan trauma kepada warga.
  9. Mengutuk perampasan kendaraan dan properti milik warga selama pengepungan terjadi.
  10. Menuntut pembebasan seluruh warga dan tim hukum yang ditangkap pada malam pengepungan.

Sementara itu, Kapolrestabes Bandung Budi Sartono telah menyampaikan bantahannya bahwa pihaknya tidak menolak laporan yang dilayangkan warga Dago Elos. Menurutnya, pihaknya meminta pelaporan tersebut dilengkapi dengan alat bukti. Setelah itu, warga dipersilakan melapor kembali.

“Mereka (warga) komplen tadinya ada laporan menurut versi masyarakat ditolak Polrestabes. Kami sudah menjelaskan tidak menolak. Pada saat datang (melapor), diterima langsung Kasat Reskrim dan dilakukan berita acara. Di ruang Kasat Reskrim disampaikan (laporan) akan diterima dengan alat bukti yang dibutuhkan,” papar Budi Sartono, dalam jumpa pers, Selasa (15/8/2023).

Budi membenarkan ada penembakan gas air mata dalam kaos di Dago Elos sudah sesuai prosedur. Penembakan gas air mata dilakukan oleh jajaran Polda Jabar untuk membuka jalan yang diblokir. Namun ia membantah ada penembakan gas air mata ke permukiman warga. Mengenai sweeping atau penyisiran ke rumah-rumah warga, polisi masih mendalaminya. Dalam kasus ini, polisi menahan tujuh orang, empat orang di antaranya disangka melakukan tindakan anarkis.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//