• Narasi
  • Memanfaatkan Sampah Stirofoam jadi Alternatif Lem Perekat

Memanfaatkan Sampah Stirofoam jadi Alternatif Lem Perekat

Tim Pengabdian Kepada Masyarakat dari Politeknik Negeri Bandung mengembangkan pendekatan baru dalam mengelola sampah stirofoam.

Rony Pasonang Sihombing

Dosen Politeknik Negeri Bandung

Sebuah gerobak atau roda sampah mengangkut sampah dari permukiman warga di kawasan Cikutra, Kota Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

19 Agustus 2023


BandungBergerak.id – Stirofoam, yang juga dikenal sebagai polystyrene foam (PF), telah lama menjadi bagian integral dari kehidupan modern kita. Kemasan ringan dan murah ini telah membantu dalam berbagai aspek, terutama sebagai wadah makanan berkat kemampuannya dalam mempertahankan suhu dan isolasi yang baik. Namun, dibalik kemudahan penggunaannya, stirofoam memiliki dampak lingkungan yang luar biasa, menjadikannya sebagai salah satu kontributor utama terhadap masalah sampah global.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh stirofoam adalah kemampuannya untuk bertahan dalam lingkungan selama berabad-abad. Ini adalah akibat dari ketahanan bahan polystyrene terhadap pelapukan alami dan proses biologis.

Bayangkan, sebuah benda stirofoam  mungkin membutuhkan hingga satu juta tahun untuk benar-benar terurai di dalam tanah. Efek jangka panjang ini telah menciptakan apa yang dikenal sebagai "sampah abadi," sebuah istilah yang merujuk pada limbah yang sulit atau bahkan tidak mungkin terurai secara alami dalam waktu manusia yang signifikan.

Kehadiran stirofoam  dalam jumlah besar di lautan dan lingkungan lainnya telah menjadi perhatian utama para ilmuwan dan pelestari lingkungan. Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan angka yang mengkhawatirkan: puluhan ribu hingga ratusan ribu ton sampah stirofoam  masuk ke laut Indonesia setiap tahunnya. Dampaknya terhadap ekosistem laut, termasuk organisme laut dan rantai makanan, telah menjadi masalah serius yang membutuhkan solusi segera.

Baca Juga: Langkah Kreatif Mengelola Sampah Plastik
Data Volume Sampah Plastik Harian di Kota Bandung 2008-2021: Plastik Masih Jadi Kontributor Utama Masalah Sampah
Bandung Belum Bebas dari Krisis Sampah

Solusi untuk Sampah Stirofoam

Meskipun telah ada kampanye yang masif untuk mengurangi penggunaan stirofoam , kenyataannya, penurunan konsumsi stirofoam  masih belum signifikan. Faktor harga yang terjangkau, dengan harga sekitar Rp 300 per kemasan, telah menjadikan stirofoam  sebagai pilihan yang sulit dihindari bagi banyak bisnis dan konsumen. Oleh karena itu, diperlukan inovasi yang lebih dalam dan langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini.

Salah satu solusi yang menarik perhatian datang dari upaya kolaboratif antara lembaga pendidikan dan mitra usaha. Tim Pengabdian Kepada Masyarakat dari Politeknik Negeri Bandung yang terdiri dari Drs. Agustinus Ngatin, MT; Rony Pasonang Sihombing, S.T., M.Eng; Ir. Yunus Tonapa Sarungu, MT; Alfiana Adhitasari, S.T., M.Eng; dan Ir. Retno Indarti, MT bersama dengan mitra usaha di bidang dekorasi, Balloonaire dan agus.rocket, berhasil mengembangkan pendekatan baru dalam mengelola sampah stirofoam . Mereka memanfaatkan limbah PF, bahan utama stirofoam , untuk membuat perekat sederhana yang dapat digunakan untuk menempelkan berbagai material, mulai dari kertas hingga plastik.

Proses ini dimulai dengan melarutkan limbah PF ke dalam bensin dengan rasio sebesar 1:3 (berat:berat). Setelah dicampur, bahan tersebut dapat digunakan sebagai perekat yang efektif untuk berbagai bahan, utamanya bahan plastik dan bahan kertas. Pendekatan ini tidak hanya memberikan solusi untuk pengelolaan limbah stirofoam , tetapi juga menciptakan nilai tambah dari bahan yang sebelumnya dianggap sebagai sampah.

Langkah-langkah seperti ini memberikan harapan dalam mengatasi dampak lingkungan dan kesehatan yang ditimbulkan oleh penggunaan stirofoam. Namun, tantangan yang dihadapi masih besar. Dibutuhkan kerja sama lintas sektor, termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat, untuk benar-benar mengurangi penggunaan stirofoam  dan mendorong solusi yang lebih berkelanjutan. Ini melibatkan pendidikan publik yang lebih luas tentang dampak negatif stirofoam, insentif ekonomi untuk beralih ke alternatif yang ramah lingkungan, dan pengembangan teknologi yang lebih efektif dalam pengolahan sampah stirofoam .

Dalam era di mana kesadaran akan lingkungan semakin meningkat, langkah-langkah seperti yang diambil oleh tim Politeknik Negeri Bandung dan mitra usahanya memberikan contoh nyata tentang bagaimana inovasi dapat mengubah paradigma dalam mengatasi tantangan lingkungan global. Melalui kerja sama, penelitian, dan upaya bersama, mungkin suatu hari nanti stirofoam  tidak lagi menjadi simbol dari "sampah abadi" tetapi lebih sebagai contoh bagaimana manusia dapat menciptakan solusi untuk memitigasi dampak negatif yang telah kita ciptakan.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//