• Buku
  • RESENSI BUKU: Novel Bekisar Merah dan Sensasi Drama Korea ala Ahmad Tohari

RESENSI BUKU: Novel Bekisar Merah dan Sensasi Drama Korea ala Ahmad Tohari

Sensasi membaca Bekisar Merah karya Ahmad Tohari seperti menonton drama Korea. Drama tentang cinta, dilema moral, kemiskinan struktural, juga monopoli harga pasar.

Novel “Bekisar Merah” karya Ahmad Tohari terbitan PT Gramedia Pustaka Utama (2019). (Foto: Audrey Kayla Fachruddin)

Penulis Audrey Kayla Fachruddin22 Agustus 2023


BandungBergerak.id – Melihat berbagai tanda di halaman pertama novel yang saya miliki, ternyata minat membaca saya meningkat di sekitar tahun 2018 atau 2019 lalu. Setelah saya mendapatkan novel sebagai kado, saya kemudian memutuskan untuk membeli salah satu buku karangan Ahmad Tohari. Novel "Bekisar Merah" diterbitkan oleh Ahmad Tohari pada tahun 1993. Melalui tulisannya, ia mampu membawa pembacanya untuk membayangkan secara detail apa yang terjadi pada latar yang ia ceritakan, bagaimana penampilan para tokoh yang ditulisnya, dan emosi yang ingin dibawakan.

Istilah "bekisar" sendiri berarti ayam hasil kawin silang antara ayam hutan dan ayam biasa sehingga kerap kali dijadikan sebuah "hiasan" oleh para orang kaya. Istilah "merah" dapat diasosiasikan dengan keindahan. Jika dikaitkan dengan novel ini, "bekisar merah" yang dimaksud adalah Lasiyah, tokoh utama novel yang merupakan "hasil kawin silang" antara darah Jepang dan darah Jawa.

Baca Juga: RESENSI BUKU: Bagaimanapun Caranya, Patriarki Harus Hancur
RESENSI BUKU: Purnama Kedua Belas Sabari
RESENSI BUKU: Rantai Kekerasan, Kekuasaan, Ras, dan Agama di Indonesia

Dilema Lasiyah

Lasiyah atau Lasi sering kali dijuluki "Lasi-pang" oleh teman-temannya karena kulitnya yang putih dan bentuk matanya yang oriental. Meskipun begitu, Lasi dapat dikatakan sebagai Kembang Desa Karangsoga karena paras cantiknya sehingga tidak sedikit yang berandai atau berminat untuk menjadi pasangannya.

Kehidupan Lasi bukanlah kehidupan yang nyaman karena selalu diselimuti oleh kemiskinan. Lasi sempat menikah dengan seorang penyadap nira tetapi memutuskan untuk kabur dari Karangsoga akibat sakit hati yang tidak dapat dibendungnya. "Ke Jakarta atau ke mana saja, aku ikut," ucap Lasi kepada sopir dan kernet kenalannya (hal. 60).

Di Jakarta, ia dititipkan untuk tinggal bersama Bu Koneng dan bekerja untuknya sebagai pelayan warung nasi. Di sana juga, Lasi bertemu dengan Bu Linting yang tertarik untuk merekrut Lasi sebagai "anak buah" baru dan mengubah kehidupan Lasi dari seorang gadis jelata nan lugu dari Desa Karangsoga menjadi seseorang yang tak pernah Lasi impikan. Bu Linting merupakan seorang mucikari untuk para lelaki dari kalangan kelas atas.

Karena telah menerima tawaran Bu Linting, Lasi terpaksa harus mengikuti alur kehidupan kota di tengah campur tangan sang mucikari. "Berkat" Bu Linting, Lasi kemudian menjadi istri muda Pak Handarbeni. Status Lasi yang dulunya merupakan "gadis jelata" seketika berubah drastis menjadi seorang "nyonya muda". Pak Han menyadari bahwa ia sudah tua dan tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis Lasi. Ia kemudian mengizinkan Lasi untuk memenuhi kebutuhan biologisnya bersama pria lain dengan syarat tidak menceraikannya. Lasi pun dipenuhi dilema, di satu sisi ia ingin memenuhi kebutuhan biologis tersebut namun di sisi yang lain, ia memahami bahwa perbuatan tersebut dihitung sebagai dosa yang besar.

Di tengah dilema tersebut, Lasi kembali bertemu dengan Kanjat, cinta pertamanya saat keduanya masih kecil. Kanjat juga memiliki perasaan yang sama sejak kecil terhadap Lasi sehingga ia belajar dan bekerja keras. Setelah menjadi orang sukses, Kanjat berniat untuk meminang Lasi. Namun, mengetahui realitas yang sedang Lasi hadapi, Kanjat juga dihadapi dengan dilema besar karena tidak ingin merusak rumah tangga cinta pertamanya.

Drama yang Sarat Isu Sosial

Seperti yang telah dikemukakan di awal, tulisan Ahmad Tohari yang mendetail berhasil "membawa" saya berada di tempat di mana Lasi berada, baik di Desa Karangsoga mau pun di Jakarta. Jika dapat saya istilahkan dengan bahasa sendiri, ketika saya memutuskan untuk beristirahat sejenak dari membaca "Bekisar Merah", rasanya seperti menonton salah satu adegan yang menegangkan dari drama Korea dan dua menit kemudian, saya disuguhi kata "bersambung" beserta lagu penutupnya.

Meskipun novel ini diterbitkan pada tahun 1993, Ahmad Tohari berhasil menggarisbawahi berbagai isu sosial yang sampai masa kini dapat ditemukan dengan mudah seperti kemiskinan struktural dan monopoli harga pasar. Kemiskinan yang Lasi hadapi ketika masih bersama mantan suaminya tidak jauh dari adanya monopoli harga nira atau gula. Tidak hanya itu, Ahmad Tohari juga menggarisbawahi adanya perubahan nilai serta moral antara masyarakat desa dan kota. Hal itu dapat dilihat dengan jelas melalui karakter Lasi dan Bu Linting. Melalui berbagai hal tersebut, novel ini tentu memiliki berbagai pesan moral mengenai pentingnya menyaring nilai dan moral sosial di lingkungan yang berbeda serta menyuarakan bahwa kemiskinan struktural masih menjadi masalah besar bagi negeri ini.

Informasi Buku

Judul: Bekisar Merah

Penulis: Ahmad Tohari

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Perancang Sampul: Sukutangan

Cetakan: Kedelapan, Januari 2019

Halaman: 360 halaman

ISBN: 9789792266320

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//