• Berita
  • Mendekatkan Kawan Difabel dan Thalasemia dengan Alam

Mendekatkan Kawan Difabel dan Thalasemia dengan Alam

Siswa-siswi difabel dan thalasemia dari SLB Al Hidayah dan SLB YKS Majalaya mengikuti perkemahan di Ciparay, Kabupaten Bandung. Mereka asyik menyatu dengan alam.

Summer Camp with Difabel & Thalasemia di Sekolah Alam Al Ghozali Pasir Madur, Mekarlaksana, Ciparay, Kabupaten Bandung, Minggu (13/8/2023). (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)

Penulis Nur Aulia Rahman24 Agustus 2023


BandungBergerak.idSejumlah anak-anak difabel dan thalasemia mengikuti serangkaian kegiatan bertajuk “Summer Camp with Difabel & Thalasemia #4: Anak Indonesia Sahabat Pohon”. Melalui acara ini mereka diajak mendengarkan suara ke alam.

Acara kemah ini diikuti siswa-siswi difabel dan thalasemia dari SLB Al Hidayah dan SLB YKS Majalaya. Kemah dilaksanakan di Sekolah Alam Al Ghozali Pasir Madur, Mekarlaksana, Ciparay, Kabupaten Bandung, 12-13 Agustus 2023.

Di bawah rindang pepohonan, anak-anak difabel dan thalasemia riang mengikuti berbagai tahapan acara di alam terbuka, salah satunya mendengarkan dongeng Rahasia Harta Terpendam.

Pantauan BandungBergerak.id pada hari kedua acara, anak-anak berkebutuhan khusus tersebut tampak membaur penuh suka cita dengan para relawan pecinta alam, relawan bencana, PMR, hingga pegiat budaya. Beberapa kegiatan yang mereka ikuti terdiri dari unjuk kabisa, outbond, pematerian mitigasi bencana dan bantuan hidup dasar, api unggun, lomba Agustusan, penanaman pohon, pengenalan reptil, serta dialog inspirasi.

Menyatukan Anak Difabel dengan Pecinta Alam

Summer Camp berangkat dari maraknya kegiatan luar ruangan seperti camping di kawasan Kabupaten Bandung. Denni Hamdani dari Bale Rancage bersama beberapa orang lainnya dari komunitas pecinta alam dan pegiat budaya menjadi inisiator diadakannya Summer Camp.

"Kita ingin memberi nilai bagaimana sebuah kegiatan camping tidak hanya sekedar hedonisme, tidak hanya sekedar bersuka cita semata, tapi bagaimana kita memberikan arti," ungkap Denni, kepada BandungBergerak.id.

Paradigma baru inilah yang menghubungkan anak-anak pecinta alam dengan anak-anak difabel dan thalasemia.

Summer Camp baru aktif lagi tahun ini, setelah sebelumnya sempat vakum selama tiga tahun. Pada 2019, Summer Camp dilaksanakan di Lembah Manglayang dengan melibatkan 12 SLB dan mengangkat tema "Anak Indonesia Tangguh Bencana". Sebelumnya, Summer Camp pertama dilaksanakan pada 2017 di Saung Menteng Kamojang dengan tema "Anak Indonesia Cinta Lingkungan" yang melibatkan 2 SLB, kemudian yang kedua dilaksanakan 2018 di Gunung Puntang dengan tema "Anak Indonesia Sadar Bencana" yang melibatkan 5 SLB.

Summer Camp tahun ini mengangkat tema “Anak Indonesia Sahabat Pohon”, dikaitkan dengan Hari Hutan Nasional pada 8 Agustus dan Hari Konservasi Alam Nasional pada 10 Agustus. Dari tema yang dibawa, diadakan agenda penanaman pohon di daerah yang minim air dengan harapan bisa muncul lagi sumber sumber air di daerah tersebut.

Selain itu, Summer Camp tahun ini juga dikaitkan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus, sehingga dibagikan pula buku-buku tentang moral Pancasila sumbangan dari Bappenas dan buku-buku bela negara dari Badan Pertahanan.

Bersama di Bawah Naungan Pohon, Teman Baru dan Pengalaman Baru

Summer Camp bukan hanya serangkaian kegiatan yang tidak hanya membuahkan pengetahuan, tetapi juga pengalaman dan teman baru bagi mereka yang terlibat di dalamnya, misalnya Dodo dan Paradhita. Dodo merupakan seorang tunagrahita dari SLB Al-Hidayah, dan Paradhita merupakan relawan dari Himpala Itenas yang menjadi pendampingnya.

Melalui acara ini, Dodo dan Paradhita menjadi teman baik. Inilah yang menjadi salah satu tujuan yang diharapkan dari adanya Summer Camp, yaitu adanya keberlanjutan setelah acara dilakukan, hubungan yang tidak terjalin hanya selama kegiatan berlangsung.

Selain dengan Paradhita, Dodo juga mengaku mendapatkan banyak teman baru dari kegiatan yang berlangsung dua hari itu. Begitu pula dengan Paradhita yang mengaku kegiatan ini memberikan pengalaman yang sangat luar biasa, di mana ia belajar tentang kerendahan hati.

“Walaupun jejak kita di ketinggian, tapi langkah kita tetap di kerendahan hati,” kata Paradhita, menyebutkan pepatah yang ia ingat dari seniornya di Himpala.

“Memang kita tuh melibatkan perasaan lebih. Kesabaran kita itu lebih ditingkatkan juga untuk melihat adik adik. Tapi ketika melihat adik-adik bahagia, tertawa, ke kita juga itu sangat bahagia sekali,” jelas Paradhita.

Baca Juga: Menikmati Pertunjukan Budiman
Melihat Dampak Lingkungan dan Hak Warga yang Menolak Pembangunan TPST Cicabe
Mempertahankan Ruang Hidup di Rumah Bedeng Tamansari

Meninggalkan Jejak Makna, Inspirasi dari Anak Difabel

Dalam salah satu rangkaian kegiatan selama dua hari tersebut, ada satu momen inspiratif berisi dialog dengan narasumber yang merupakan difabel. Salah satu narasumber adalah Dea, seorang siswi tunanetra dari SLB Pajajaran. Dea merupakan siswi aktif yang menjadi salah satu penyiar di Radio Pertuni sejak tahun 2020. Ia juga merupakan pemain drum untuk band di sekolahnya. Tak hanya itu, Dea juga merupakan seorang pemain teater dan sekarang sedang menerima beasiswa dari Cerdas Foundation.

“Kita jangan mau ditaklukkan dunia, tapi kita yang harus menaklukkan dunia. Terus belajar sampai akhir hayat. Terus motto hidup saya, Sukses itu berproses, bukan banyak protes,” ucap Dea, membagikan prinsip dan motto hidupnya.

Dengan semangat dan penuh senyum di wajahnya, Dea menunjukkan kemampuan bicara publiknya dengan melakukan demo siaran seperti yang biasa ia lakukan. Ia terdengar tenang, persis seperti suara para penyiar yang sering didengarkan di radio-radio. Sebelum berpamitan, Dea memberikan pesan untuk tidak pantang mundur, jangan menyerah, tetap maju, dan semangat.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//