• Narasi
  • Berbagai Buku Panduan Pariwisata ke Bandung Yang Pernah Terbit di Era Kolonial

Berbagai Buku Panduan Pariwisata ke Bandung Yang Pernah Terbit di Era Kolonial

Beragam buku panduan pariwisata tentang Bandung di zaman kolonial Belanda terbit dalam berbagai bahasa. Ada yang berbahasa Sunda.

Danil Kasputra

Penikmat kisah-kisah sejarah dan juga senang menulis. Tulisan-tulisannya banyak tersimpan di www.tareekh.my.id.

Cover depan buku panduan pariwisata Bandoeng The Mountain City of Netherlands India yang ditulis oleh Reitsma. (Sumber: Reitsma, Bandoeng The Mountain City of Netherlands India, Batavia: G.Kolff & Co, 1926)

7 September 2023


BandungBergerak.id – Di masa kolonial Belanda, upaya untuk memajukan pariwisata Bandung melibatkan beragam bentuk promosi yang menarik. Salah satu metode yang paling efektif adalah melalui penerbitan buku panduan pariwisata, iklan, majalah, kartu pos, dan foto-foto menarik. Dari seluruh upaya tersebut, buku panduan pariwisata menjadi salah satu yang paling cukup populer.

Berbagai pihak entah itu orang Belanda, Tionghoa maupun Pribumi ikut berpartisipasi dalam menerbitkan buku panduan pariwisata ke Bandung versi mereka sendiri. Meskipun demikian tampaknya buku panduan wisata terbitan orang Belanda tetap banyak mendominasi.

"Bandoeng: The Mountain City of Netherland India" adalah salah satu buku panduan pariwisata yang dibuat orang Belanda. Buku panduan pariwisata ini ditulis oleh seorang founder perkumpulan Bandoeng Vooruit sekaligus mantan pejabat sementara Walikota Bandung, Steven Anne Reitsma di tahun 1926.

Buku panduan pariwisata ini berbahasa Inggris dan isinya berusaha menampilkan citra Bandung yang elok pada satu sisi. Hal ini nampak sekali dari seringnya dimunculkan beragam pemandangan indah seperti Curug Dago, Ciwidey, dll. Tapi pada sisi lainnya berupaya juga mencitrakan Bandung yang semakin menjadi modern dengan hadirnya fasilitas-fasilitas modern semacam Stasiun Radio Malabar di Pengalengan dan Observatorium Bosscha di Lembang (Reitsma, Bandoeng The Mountain City of Netherlands India, Batavia: G.Kolff & Co, 1926).

Tahun berikutnya, Reitsma kembali lagi menerbitkan suatu buku panduan pariwisata ke Bandung. Kali ini dia bekerja sama dengan koleganya di perkumpulan Bandoeng Vooruit yakni Hoogland. Nama buku panduan pariwisata itu ialah "Gids voor Bandong dan Midden Priangan" ditulis dengan bahasa Belanda.  Secara isi materinya hampir menyerupai buku Bandoeng: The Mountain City of Netherlands India. Oleh karena itu materi yang ditawarkan tidak begitu jauh berbeda dengan apa yang terlihat dalam buku itu. Pemandangan alam Bandung yang elok dan permai tetap ditampilkan misalnya Situ Patenggang. Tidak lupa juga beragam fasilitas modern yang telah dibuat bangsa Belanda di Bandung (Reitsma & Hoogland, De Gids Bandoeng en Midden Priangan. Bandoeng: N.V Mij Voorkink).

Baca Juga: Penelitian Etnografi di Era Kekinian dan Zaman Kolonial
Tentang Pasar Kosambi, Sejak Era Kolonial Sampai The Hallway Space #1
Bandoeng Vooruit sebagai Perintis Pariwisata Modern Zaman Kolonial

Beragam Bahasa Buku Panduan Pariwisata Bandung

Selain dua buku panduan pariwisata di atas ada pula buku panduan lain yang namanya serupa dengan organ majalah pariwisata milik perkumpulan Bandoeng Vooruit kelak yaitu "Mooi Bandoeng" (Bandung Indah). Seorang warga Belanda bernama Nieuwenkamp orang yang memiliki andil besar dalam proses penerbitan buku panduan pariwisata ini di tahun 1930. Karena diperuntukkan guna aktivitas pariwisata di Kota Bandung isi materi buku ini lebih banyak memberikan beragam informasi mengenai Bandung mulai dari geografi kota, beragam fasilitas pendidikan, dan sistem transportasi kota. Buku ini juga dilengkapi dengan petunjuk tentang bagaimana cara menjelajahi kota Bandung dengan berjalan kaki, sepeda, atau mobil (Nieuweunkamp, Mooi Bandoeng, Bandoeng: N.V. Boek. Visser & Co).

Bandoeng Stad op Hoogvlakte adalah nama buku panduan pariwisata lain buatan orang Belanda yang pernah terbit di Bandung. Seorang Belanda bernama J. N. Koopman adalah orang yang berperan besar menerbitkan buku ini. Buku ini sendiri punya sisi unik lain daripada tiga buku panduan pariwisata yang telah disebutkan sebelumnya. Panorama pemandangan indah alam Bandung tidak terlalu mendapat perhatian dalam buku ini. Koopman sebagai penulis buku justru lebih berusaha untuk menampilkan citra Bandung yang kian modern. Gambar-gambar bangunan modern buatan Belanda yang sebagian besar beraksitektur Art Deco, taman-taman yang permai seperti Pieterspark (Taman Dewi Sartika kini), pusat-pusat ilmu pengetahuan dan pendidikan mengambil porsi dominan di dalam buku ini (J. N. Koopman, Bandoeng de Stad op de Hoogvlakte, Gewapend Beton). Tampak sekali Koopman berupaya mengajak orang-orang untuk mengunjungi Bandung yang kini kian modern dan tentu saja nyaman bagi para penghuninya.

Buku panduan pariwisata berikutnya ialah "Bescrijving Pengalengan en Omstreken." Buku ini tergolong sangat unik dan menarik. Buku panduan pariwisata ini ditulis oleh orang-orang pribumi di tengah banyaknya buku panduan pariwisata buatan orang Belanda. Bupati Bandung R.A.A Wiranakoeosoemah yang saat itu cukup populer turut membidani lahirnya buku panduan pariwisata ini. Bahkan Wiranatakoesoemah juga turut menuliskan pengantar dalam buku ini. Keunikan lain dari buku ini ialah bahasa pengantarnya yang terdiri dari tiga bahasa yakni Sunda, Inggris dan Belanda. Secara keseluruhan buku ini berusaha untuk mempromosikan wilayah selatan Bandung terutama beragam destinasi wisata yang ada di kawasan Pangalengan. Di luar itu buku ini juga memuat pupuh dan juga sebuah cerita berbahasa Sunda (Regentschapwerken Bandoeng, Bescrijving van Pangalengan en Omstreken, Bandoeng: N.V. Boekhandel en Drukkerij Visser & Co, 1930).

Orang Tionghoa juga tak mau ketinggalan untuk menerbitkan buku panduan pariwisata buatan mereka. Buku panduan pariwisata mereka bernama "Tourist-Notes" dan ditulis dalam bahasa Melayu. Buku ini sendiri terbit kemungkinan sekitar tahun 1930an. Buku ini bertujuan  menyediakan panduan yang mudah dipahami para wisatawan yang ingin menjelajahi Bandung.

Pendekatan penulisnya cukup unik, dengan memberikan panduan perjalanan harian ke Bandung. Sebagai contoh, pada hari pertama, disarankan bagi para wisatawan untuk mengunjungi Kantor Java China Tourist Bureau untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Kemudian, pada hari kedua, para wisatawan bisa menjelajahi berbagai tempat menarik di kota Bandung. Setelah itu pada hari-hari berikutnya, mereka bisa melanjutkan perjalanan mereka dengan destinasi wisata yang berbeda setiap harinya (Tourist-Notes, Java China Tourist Bureau, hlm. 3).

Dengan buku-buku panduan ini, Bandung menjadi tujuan wisata yang semakin menarik bagi para pengunjung, baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena tidak heran di masa kolonial Bandung telah menjadi salah satu tempat wisata di Hindia yang paling sering banyak dikunjungi.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//