• Opini
  • Bandoeng Vooruit sebagai Perintis Pariwisata Modern Zaman Kolonial

Bandoeng Vooruit sebagai Perintis Pariwisata Modern Zaman Kolonial

Anggota Bandoeng Vooruit wajib iuran tahunan untuk memajukan Bandung. Peran Bandoeng Vooruit antara lain membangun jalan ke Gunung Tangkuban Parahu dan Papandayan.

Danil Kasputra

Penikmat kisah-kisah sejarah dan juga senang menulis. Tulisan-tulisannya banyak tersimpan di www.tareekh.my.id.

Plang yang menginformasikan Bandoeng Vooruit yang telah membuat jalan ini. (Sumber: delpher.nl)

31 Agustus 2023


BandungBergerak.idPerkumpulan Bandoeng Vooruit yang didirikan pada tanggal 26 Februari 1925, menjadi titik awal munculnya pariwisata modern di Kota Bandung (Mooi Bandoeng, No 12 Mei 1937, hlm. 136). Dengan namannya yang berarti “Bandung Maju”, perkumpulan ini bertujuan sungguh-sungguh untuk mengembangkan sektor pariwisata di Bandung (Haryoto Kunto, Semerbak Bunga di Bandung Raya).

“Tujuan perkumpulan ini adalah mempromosikan, dalam artian yang luas kepentingan Bandung dan daerah sekitarnya.” sebagaimana termaktub dalam pasal 2 (Mooi Bandoeng, No 12 Mei 1937, hlm 136. Arsip majalah ini penulis peroleh dari Perpustakaan Batu Api di Jatinangor, Kabupaten Sumedang). Pasal ini dengan jelas menunjukkan bahwa Bandoeng Vooruit didirikan untuk mengenalkan Bandung dan sekitarnya kepada dunia luar.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pasal 3 dari statuta Bandoeng Vooruit memberikan gambaran rinci tentang cara-cara yang dilakukan perkumpulan ini dalam mempromosikan Bandung. Ini meliputi pemasangan reklame, penyebaran informasi, kerja sama dengan organisasi lain, dan pengembangan infrastruktur jalan (Mooi Bandoeng, No 12 Mei 1937, hlm 136).

Dalam beberapa tahun setelah pendiriannya pada tahun 1925, perkumpulan Bandoeng Vooruit tampak mulai mampu memenuhi janji-janji yang tercantum dalam statuta mereka. Mereka sukses menerbitkan buku panduan dan majalah pariwisata yang mengeksplor indahnya Bandung. Mereka juga aktif menyediakan beragam fasilitas dan kenyamanan bagi para wisatawan yang ingin menjelajahi objek-objek wisata di sekitar Bandung termasuk danau, air terjun, dan tinggalan-tinggalan sejarah. Bandoeng Vooruit bahkan mampu mengatur perjalanan mendaki gunung dan menjelajahi hutan belantara (Haryoto Kunto, Semerbak Bunga di Bandung Raya).

“Bandoeng Vooruit juga menyelenggarakan acara bersifat nasional seperti Bandoeng Sterrit 1941, semacam reli mobil dan sepeda motor. Acara ini memadukan kegiatan pariwisata dan olahraga,” tulis Achmad Sunjayadi dalam bukunya Pariwisata di Hindia Belanda (1891-1942).

Baca Juga: Pendidikan Riwayatmu Nanti
Teror Bom di Bandung pada Zaman Kolonial
Dari Banceuy ke Pajajaran

Akses ke Gunung Tangkuban Parahu dan Papandayan

Salah satu kerja fenomenal Bandoeng Vooruit adalah melakukan upaya pembangunan akses jalan menuju tempat-tempat wisata yang dianggap menarik bagi wisatawan. Gunung Tangkuban Parahu dan Papandayan adalah contoh dua tempat wisata di mana Bandoeng Vooruit mengambil peranan penting dalam pembangunan akses jalan ke dua tempat wisata itu (Het Niewus Van Den Dag, 30 Juli 1935. Arsip koran ini penulis peroleh dari Situs Delpher.nl).

Sumber dana untuk pembangunan beragam fasilitas pariwisata di Bandung zaman kolonial ini biasanya berasal dari iuran anggota Bandoeng Vooruit dan sumbangan berbagai pihak dengan besaran yang bervariasi. Dalam Majalah Mooi Bandoeng yang merupakan organ utama perkumpulan ini, anggota Bandoeng Vooruit diwajibkan untuk membayar iuran tahunan sebesar f 3 untuk individu, sementara organisasi atau perusahaan yang menjadi anggota harus membayar sebesar f 25 per tahun (Mooi Bandoeng, No 2 Agustus 1934. hlm. 27).

Mereka juga mendapatkan sumbangan-sumbangan tambahan saat pembangunan akses jalan menuju Gunung Papandayan. Sumbangan ini berasal dari berbagai sumber seperti pemerintah kota, perusahaan-perusahaan besar, toko-toko Eropa dan China serta sumbangan individu (Mooi Bandoeng, No 12 Juni 1935. hlm. 16).

Tidak hanya sukses dalam mengembangkan infrastruktur pariwisata, Bandoeng Vooruit berhasil dalam kampanye menarik wisatawan. Di tahun 1941, perkumpulan ini sukses mendatangkan 200.000 wisatawan, padahal penduduk Bandung kala itu baru sekitar 226.877 jiwa. Diperkirakan bahwa pada tahun itu, pendapatan dari sektor pariwisata telah mencapai angka lima juta gulden (Haryoto Kunto, Semerbak Bunga di Bandung Raya).

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//