CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #42: Corak Pengembangan Pendidikan di Cicalengka oleh Keturunan Palembang
Perantau Palembang mendirikan lembaga pendidikan Al-Muhsinat Fathul Khayr di Cicalengka tahun 1930an. Salah satu yang mewarnai corak pendidikan Islam di Cicalengka.
Noor Shalihah
Mahasiswa, bergiat di RBM Kali Atas
11 September 2023
BandungBergerak.id – Beberapa dekade lalu, masih jarang lembaga pendidikan yang melabeli diri sebagai lembaga pendidikan Islam. Lembaga pendidikan yang didirikan oleh Keturunan Palembang, seperti Al-Muhsinat Fathul Khayr (FK), disadari atau tidak telah mempengaruhi perkembangan keilmuan dan aktivitas intelektual di Cicalengka.
Al-Muhsinat FK, yang didirikan pada tahun 1930-an, merupakan Taman kanak-kanak yang paling maju di kawasan Cicalengka. Baik dalam sisi pengelolaannya, guru, dan metode ajarnya. Fasilitas yang ditawarkan lebih unggul pada masanya. Pendidikan yang berkemajuan sudah muncul pada masanya.
Jika kita perhatikan, pendidikan yang berlangsung di FK, sudah terbilang berkemajuan dan mengikuti perkembangan jaman. Berbeda dengan kelompok tradisionalis yang cenderung menggunakan metode yang sering berbasis pesantren.
Pada awal-awal pendiriannya, Fathul Khayr pernah dipakai sebagai tempat pertemuan umum masyarakat Nahdlatul Ulama. Seiring berkembangnya waktu, Keluarga Palembang ini memberi corak yang sejalan dengan modernis seperti ormas Persatuan Islam dan Muhammadiyah. Hal ini membuat Fathul Khayr menjadi unik, terbuka untuk semua kalangan.
Keluarga Palembang yang tersebar di beberapa daerah menjadi salah satu basis organisasi bercorak modernis di masing-masing wilayahnya. Selain di Cicalengka, keluarga yang memiliki pesantren di daerah lain seperti Garut, Padalarang memiliki corak Keislaman yang cukup moderat. Sehingga penduduk di sekitar menerima keberadaan lembaga pendidikan tersebut.
Begitu pula dengan SMP FK Bina Muda, yang merupakan hasil kerja sama dengan Pelajar Islam Indonesia (PII), didirikan secara formal namun menginduk kepada Kementerian Pendidikan tetapi sudah berbasis Islam, bukan berformat Madrasah Tsanawiyah yang jelas Islam. Meskipun tidak mencantumkan label Islam, kurikulumnya sudah termasuk dengan tambahan kurikulum mata pelajaran Islam, dan pembiasaan-pembiasaan dari ajaran Islam, seperti mewajibkan untuk menutup aurat, istirahat shalat, dan berbagai kegiatan lainnya.
Mendidik seperti menanam. Bibit yang semula ditanam pada awalnya sedikit, kini memberikan dampak yang signifikan untuk perkembangan pendidikan keislaman di Cicalengka. Darinya, masyarakat Cicalengka dan potensi-potensi lokalnya, terdidik secara lingkungan dan intelektual.
Ki Hadjar menyebutkan bahwa sekolah, keluarga, dan masyarakat merupakan tripusat pendikan. Maka lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik. Upaya membangun masyarakat merupakan salah satu membangun peradaban.
Di Al-Muhsinat Fathul Khayr sering menjadi pusat-pusat kegiatan untuk keluarga maupun anak-anak. Kegiatan pagi diisi oleh kegiatan Taman Kanak-kanak, sore diisi oleh Taman Pendidikan Al-Quran atau madrasah sore, selain itu terdapat pula agenda parenting untuk orang tua muslim, dan acara untuk muslimat di awal bulan Ramadan. Hal ini dimaksudkan untuk membina anggota masyarakat agar pendidikan berlangsung secara harmonis.
Demi mewujudkan ruh-ruh semangat pendidikan itu agar terjaga, keluarga Palembang yang saat ini sudah berpencar ke berbagai daerah masih menjalin silaturahmi yaitu adanya majelis ilmu dalam keluarga. Baru-baru ini, silaturahmi akbar yang dilakukan setelah 34 tahun, dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2023 di gedung Fathul Khayr. Tentu saja, bukan hanya soalan bermajelis ilmu tetapi juga disajikan masakan khas Palembang.
Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #39: Bermaknakah Dua Ribu Tanda Tangan Petisi Penolakan Pemugaran Stasiun Cicalengka?
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #40: Titik Terang Polemik Pembangunan Stasiun Cicalengka
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #41: Refleksi Satu Tahun
Merunut Akar Tradisi
Betapa panjangnya jalan pendidikan. Menapaki jalan ini diperlukan napas panjang. Ummat Muhammad yang ajarannya sangat menjunjung tinggi budaya ilmu, tentunya menjadikan proses pendidikan adalah sesuatu yang penting dan perlu disebarkan seluas-luasnya. Banyak teori tentang bagaimana Islam masuk kepada Indonesia. Sederet nama seperti Krawfurl, Keijzer, Nieman, de Hollender, J. C. Van Leur, Thomas W. Arnold, HAMKA, dan Syed Muhammad Naquib al-Attas lebih kuat menyatakan bahwa Islam di bawa ke Indonesia melalui pedagang Arab. Termasuk salah satunya Palembang.
Menurut catatan sejarah, orang Arab yang memasuki kawasan Palembang banyak orang Arab keturunan Nabi Muhammad yang bermukim di Hadralmaut, Yaman. Maka, orang Arab ini sering disebut dengan orang Hadrami – yang berasal dari Hadralmaut. Termasuk turunan ini juga memiliki nama gelar Kiagus atau Kiyai Bagus kepada ulama yang berasal dari Hadrami – Keturunan dari Kiyai Bagus ini yang mendatangi Cicalengka.
Keturunan Arab ini mengembangkan aktivitas intelektual di kesultanan Palembang Darussalam. Seperti penerjemahan kitab-kitab, berdirinya madrasah untuk pengajaran Islam, dan beberapa pengajar syekh yang dijuluki sebagai Al-Palimbani. Ajaran Islam yang diajarkan secara resmi diajarkan adalah mazhab Syafi’ie.
Setelah Aceh Darussalam berhenti, maka pelanjut dari pusat pengkajian Islam pada waktu tersebut berpindah ke Palembang. Di sekitar abad 8-9 M, di Kesultanan Palembang berdiri madrasah-madrasah yang menjadikan pengajaran Islam di Palembang.
Model pendidikan yang paling terkenal khas Kesultanan Palembang adalah model Kuttab. Untuk membuktikan kepeduliannya terhadap pendidikan, Kesultanan Palembang memberikan beasiswa kepada santri yang hendak melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah. Maka dari itu, aktivitas intelektual memiliki perkembangan dengan bertambahnya jumlah sarjana lulusan Timur Tengah di Palembang.
Kawasan Cicalengka merupakan salah satu kawasan yang diwarnai oleh corak pendidikan Muslim dari Palembang sebab kedatangannya ke Cicalengka. Coraknya yang lebih berdamai dengan penduduk lokal, menjadikan ia lebih banyak berkompromi dengan masyarakat lokal. Hal itu pula yang dilakukan oleh keluarga yang mengutamakan menyelenggarakan pendidikan.
Beberapa putra keturunan Palembang belajar ke Timur Tengah untuk belajar ilmu agama di bidang Tafsir, pendidikan, dan ekonomi. Lulusan Timur Tengah ini kembali ke Indonesia wablikhusus Bandung dan Cicalengka dengan mengikuti berbagai pergerakan seperti Sarekat Islam dan Pelajar Islam Indonesia (PII). Kebanyakan, sampai sekarang adalah aktivis pergerakan PII.
Bidang peminatan zuriah Palembang kepada pendidikan, pertanian, perdagangan merupakan salah satu ciri khas yang terdapat pada leluhurnya yaitu keturunan Hadrami, dan corak untuk melakukan persatuan bangsa. Pola-pola yang dilakukan oleh pedagang muslim selalu memiliki pola untuk tujuan berdakwah. Selain berniaga, pedagang muslim memiliki prioritas pertama yaitu perkembangan keilmuan. Berdagang, mencari lahan untuk bertani, menanam produk pertanian, dan mengembangkan masyarakat.
Menariknya, budaya yang diturunkan bukan hanya persoalan berniaga dan pengembangan aspek intelektual. Ada hal lain yang diajarkan dan melewati berbagai generasi adalah kebiasaan bertani dan bercocok tanam. Tentu, hal ini di sesuaikan dengan kondisi dan wilayahnya masing-masing. Semoga bisa dilanjutkan dalam tulisan selanjutnya
* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka