CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #41: Refleksi Satu Tahun
Tulisan kali menjadi salah satu refleksi satu tahun kerja kepenulisan kolom ini. Semacam laporan pertanggungjawaban sederhana dari kami kepada pembaca yang budiman.
Nurul Maria Sisilia
pegiat literasi di Rumah Baca Kali Atas yang tergabung dalam komunitas Lingkar Literasi Cicalengka, bisa dihubungi di [email protected]
31 Agustus 2023
BandungBergerak.id – Pada 17 Agustus 2022, tulisan perdana Catatan dari Bandung Timur lahir dengan judul “Karakter Ahistoris Cicalengka”. Poster-poster berbunyi “Cicalengka Hilang Karakter!” yang bertebaran di hampir sepanjang jalan utama Cicalengka menjadi pemantik tulisan tersebut. Tulisan yang dimuat tepat di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia itu mempertanyakan karakter Cicalengka sebagai sebuah wilayah dengan nilai historis sebagai landasan penulisannya
Kini, pada Agustus 2023, telah tepat satu tahun Catatan dari Bandung Timur mencatat dan mengabadikan ragam hal dari wilayah paling timur Bandung Raya itu. Telah lahir 40 tulisan selama satu tahun itu. Beragam hal pun lahir sebagai refleksi dari kerja kepenulisan tersebut. Tulisan kali ini barangkali salah satu refleksi itu. Semacam laporan pertanggungjawaban sederhana dari kami kepada pembaca yang budiman.
Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #38: Bertahan di Tengah Gempuran
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #39: Bermaknakah Dua Ribu Tanda Tangan Petisi Penolakan Pemugaran Stasiun Cicalengka?
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #40: Titik Terang Polemik Pembangunan Stasiun Cicalengka
Muasal
Festival Buku Pasar Biru 2 pada Juni 2022 di Cicalengka pada akhirnya jadi sebuah pemantik bagi munculnya gerakan literasi pascapandemi. Tepat setelah hampir dua tahun dipukul pandemi, diskusi demi diskusi akhirnya kembali digelar, pertemuan-pertemuan lahir, dan kegiatan-kegiatan terselenggara. Perlahan tapi pasti geliat literasi, seni, sastra, dan budaya khususnya di Cicalengka bangkit.
Salah satu mata acara di Festival Buku Pasar Biru 2 di Cicalengka tersebut adalah kelas menulis feature bersama BandungBergerak. Saat itu, peserta diajak mengenal jenis tulisan feature sekaligus praktik menulis. Rupanya, kelas ini belumlah berakhir. Selepas Festival Buku Pasar Biru, tepatnya pada Agustus 2022, kami mencoba menuliskan keresahan kami ke BandungBergerak. Niat awal kami sebenarnya hanya mengisi satu edisi opini, namun tak dinyana kami ditawari mengisi sebuah kolom mingguan secara rutin. Hal tersebut tentu kami sambut dengan sukacita sebab artinya kami memiliki ruang wacana yang dapat kami garap bersama.
Anggapan sempit bahwa kegiatan literasi semata berfokus pada kegiatan perbukuan di taman baca agaknya dapat dipatahkan. Keikutsertaan kami menulis kolom rutin di BandungBergerak merupakan penanda bahwa kami pun turut mengamati isu kemasyarakatan yang terjadi di sekitar. Selain mengamati, kami pun turut menelaah hal tersebut dengan kacamata kami sebagai pegiat literasi. Catatan dari Bandung Timur kemudian menjadi ruang bagi gagasan serta mendokumentasikan ragam momen.
Apa yang Sudah Kami Catat
Sejak Agustus 2022 kami mencatat beragam hal dan topik, namun masih dalam lingkup sastra, seni, budaya, dan literasi di Cicalengka. Sejak tulisan perdana muncul sebagai prolog yang mempertanyakan jati diri Cicalengka, tulisan-tulisan selanjutnya rupanya mencoba menjawab hal tersebut.
Kami mencatat geliat komunitas-komunitas anak muda seperti Lingkar Kopi Cicalengka yang berupaya menghidupkan ekosistem kopi lokal. Lalu, terdapat pula komunitas musik keroncong yang tumbuh dan berkembang dengan subur di Cicalengka. Tak lupa, Tjitjalengka Historical Trip, sebuah tur jalan kaki perdana di Cicalengka dan barangkali pula di Kabupaten Bandung yang berupaya menggali sejarah Cicalengka serta mengangkatnya untuk khalayak.
Selain komunitas, kami pun mengangkat sosok-sosok menarik di Cicalengka. Sebut saja Nundang Rundagi, seniman yang akhirnya menetap dan berkarya di Cicalengka setelah sekian lamanya berada di Pabelan menemani ayahandanya Ajip Rosidi. Lalu, Senny Suzanna Alwasilah, seorang akademisi dan sastrawan perempuan yang telah berkarya melanglang buana. Cicalengka baginya ternyata masihlah jadi sebuah titik mula yang tak bisa dilupakan dalam kehidupan.
Cicalengka tumbuh oleh banyak tangan dan pengaruh. Dalam sejarahnya, orang-orang Palembang kemudian mengisi peran bagi tumbuhnya Cicalengka tersebut. Oleh sebab itu, kami pun menulis peran orang-orang Palembang di Cicalengka,
Selain tema di atas, tema lingkungan menjadi tema yang berulang kami angkat. Beberapa topik seperti sampah dan kerusakan ekologi kami bahas sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi alam Cicalengka. Gambaran desa yang asri mulai menjadi ironi sejak pembangunan terus menggerus lahan-lahan hijau serta mencemari perairan.
Ruang publik, kemudian menjadi isu yang kami angkat di beberapa edisi terakhir. Sebagai sebuah wilayah satelit dan subordinat serta sebagai wilayah kecil yang kini mulai tumbuh, keberadaan ruang publik sangatlah penting. Ruang publik berfungsi sebagai ikon pemersatu juga sebagai ruang kreativitas masyarakatnya. Oleh sebab itu, isu Stasiun Cicalengka serta Pojok Baca Terminal kami soroti cukup intensif. Stasiun Cicalengka yang bernilai sejarah sangat berpotensi menjadi ikon wilayah serta sarana edukasi kepada masyarakat tentang semangat zaman Cicalengka. Pojok Baca yang direncanakan berada di pusat kota memiliki potensi sebagai ruang temu bagi beragam komunitas dan ruang kreatif bagi masyarakat muda.
Karakter Cicalengka
Pada 17 Agustus 2023, karnaval kemerdekaan yang merupakan agenda tahunan Cicalengka terselenggara. Kemeriahannya bahkan terasa jauh sebelum hari pelaksanaan. Setiap sudut desa menghias diri. Tak sedikit pula yang sangat antusias membuat aneka kendaraan hias berukuran besar untuk karnaval. Namun demikian, ingar bingarnya tak berbanding dengan hal yang terjadi selepas perayaan tahunan itu. Tumpukan sampah dan rangka kendaraan hias teronggok begitu saja di sepanjang jalan di Cicalengka. Tak jarang, ditemukan sampah bekas karnaval menutupi gerbang pertokoan.
Hal ini sangat menyita perhatian. Tak sedikit masyarakat yang mempertanyakan makna perayaan tahunan ini. Apakah senyatanya bentuk syukur dan rasa gembira atas kemerdekaan atau semata euforia yang tak bertanggung jawab pada lingkungan. Jika dikaitkan dengan pamflet yang disebar tepat setahun yang lalu, yang berbunyi “Cicalengka hilang karakter!”, tentulah muncul benang merah. Apakah sebenarnya karakter abai lingkungan semacam ini yang dimaksud?
Jika contoh kasus karnaval kemerdekaan tadi disandingkan dengan tulisan-tulisan di kolom Catatan dari Bandung Timur selama satu tahun, tampaklah bahwa Cicalengka memang sedang mengukir perjalanannya. Tulisan perdana pada Agustus 2022 sampai Agustus 2023 seperti sedang jelas menggambarkan bahwa Cicalengka rupanya masih terus berkaca dan menelaah jati dirinya sendiri sebagai sebuah wilayah rural yang perlahan berubah urban.
Besar harapan, perubahan tersebut tidak lantas menggeser Cicalengka dengan ragam potensi alamnya sebagai wilayah perdesaan menjadi wilayah urban “nanggung”. Tak dapat dimungkiri, perubahan ini kelak akan berdampak pada karakter wilayah itu sendiri.
Catatan dari Bandung Paling Timur untuk Semua
Pada akhirnya, dari wilayah kecil di timur Bandung ini, kami berupaya menangkap makna dan menggaungkannya ke udara. Kami berupaya mencatat denyut kehidupan dan keresahan dari sudut pandang kami. Hal-hal yang kami amati di wilayah kecil kami ini barangkali juga terjadi di wilayah lain dengan lingkup yang jauh berbeda. Oleh sebab itu, kami berharap hal-hal yang dicatat pada akhirnya dapat terurai dan menemukan jalannya sendiri di kemudian hari. Selain itu, dapat menjadi cerminan sederhana bagi pembacanya.
Tentu, pandangan kami dalam catatan ini masihlah terbatas. Namun kami berharap narasi yang digagas kemudian dapat menumbuhkan kesadaran dan melahirkan gerakan. Meski sederhana, setidaknya kami terus berupaya mengambil peran untuk sekecil apapun perubahan.
* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka