• Cerita
  • Dwiharmoni Babak Satu, Mengenal Putra Sang Fajar dari Panggung Seni

Dwiharmoni Babak Satu, Mengenal Putra Sang Fajar dari Panggung Seni

Mengenal sisi lain Presiden Pertama Indonesia Sukarno yang mencintai kesenian.

Trino Yuwono, musikus balada (kiri) dalam pertunjukan musik pada diskusi Dwiharmoni Babak Satu: Bung Karno dan Trisno Yuwono Juga Seniman, di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Sabtu (22/7/2023). (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)

Penulis Fitri Amanda 24 Juli 2023


BandungBergerak.id – Kursi yang telah disusun sedemikian rupa satu persatu mulai terisi oleh hadirin diskusi yang diadakan di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Sabtu (22/7/2023). Lampu-lampu di dalam ruangan diskusi tersebut mulai dimatikan dan menyisakan satu penerangan saja di depan dekat panggung. Dari arah belakang, terlihat Samuel Leonardi dengan kain putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya, berjalan perlahan menuju panggung yang ada di depan sembari mengumandangkan sebuah sajak yang bertajuk Aku Melihat Indonesia karya Bung Karno sebagai pembuka rangkaian diskusi Dwiharmoni Babak 1; “Bung Karno & Trisno Yuwono juga Seniman: Seni Sebagai Perlawanan & Penyadaran”.

Tepuk tangan hadirin terdengar setelah Samuel menyelesaikan pertunjukannya, di tengah atmosfer tersebut terlihat Syakiri sebagai moderator mengambil posisi di tengah-tengah sembari memberikan apresiasi atas pertunjukan yang luar biasa itu. Selepas Samuel turun panggung, Syakiri kemudian mengajak hadirin berdiri dari kursi untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. “Hiduplah Indonesia Raya…,” ucapnya memimpin lagu dengan semangat yang kemudian dengan serempak di ikuti oleh hadirin dengan penuh khidmat.

Diskusi Dwiharmoni Babak 1 tersebut diselingi beberapa pertunjukkan musik yang dibawakan oleh Trisno Yuwono dan Annisa Resmana. Dalam diskusi tersebut hadirin diajak membahas sosok Sukarno, Presiden Pertama Indonesia dari sisi yang berbeda, yaitu seni.

“Bung, di gedung ini kamu pernah berjuang, kami sedang membicarakanmu dari sudut pandang yang lain,” ucap Syakiri.

Penampilan puisi Samuel Leonardi dengan sajak Aku Melihat Indonesia karya Bung Karno saat membuka diskusi Dwiharmoni Babak Satu: Bung Karno dan Trisno Yuwono Juga Seniman, di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Sabtu (22/7/2023). (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)
Penampilan puisi Samuel Leonardi dengan sajak Aku Melihat Indonesia karya Bung Karno saat membuka diskusi Dwiharmoni Babak Satu: Bung Karno dan Trisno Yuwono Juga Seniman, di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Sabtu (22/7/2023). (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)

Bung Karno dan Seni

Selanjutnya Febby Syahputra selaku penggiat dan praktisi sejarah dengan setelan serba putihnya menaiki panggung dan menjelaskan sedikit latar belakang Bung Karno. Ia menyebutkan bahwa di beberapa buku, kecintaan Bung Karno terhadap seni didapatkan dari ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai yang berasal dari Bali. Selama ini orang-orang hanya mengetahui Bung Karno dari sisi politiknya tanpa mengetahui sisi lainnya. Febby mengatakan bahwa Bung Karno juga memiliki karya-karya dan ide-ide yang banyak, termasuk ide-ide dalam pembangunan, contohnya adalah Patung Pancoran yang dibuat atas gagasan atau ide dari Bung Karno.

Tercatat terdapat dua belas naskah teater yang Bung Karno tulis pada saat ia diasingkan di Ende. Bung Karno juga aktif dalam melukis, salah satu lukisan karyanya adalah lukisan berjudul “Rini”. Selain melukis Bung Karno juga kolektor lukisan. Bung Karno juga pernah membuat sebuah lagu dengan judul “Mari Bersukaria''.

Namun, Samuel mengatakan di tengah-tengah sesi diskusi bahwa saat ini sangat sulit untuk mengakses naskah-naskah teater yang ditulis oleh Bung Karno. Ia mengaku telah berkeliling ke toko-toko buku lawas hingga perpustakaan untuk mencari naskah-naskah tersebut, hingga akhirnya ia menemukan buku kumpulan naskahnya di Perpustakaan Nasional dengan judul “Bung Karno: Maestro Monte Carlo (Kumpulan Naskah Drama Bung Karno)” yang terbit pada tahun 2006, tetapi hanya orang yang memiliki KTP Jabodetabek yang dapat mengaksesnya dan bukunya juga terbatas. Berdasarkan dari kesulitan itu, Samuel memiliki ide bahwa akan sangat bagus jika naskah-naskah tersebut diusahakan untuk dikumpulkan dan kemudian dicetak ulang.

“Kayaknya keren juga tuh kalau kita kejar naskah dramanya, melihat Soekarno tidak hanya sebagai proklamator, tidak hanya sebatas Presiden pertama, tetapi melihat juga Bung Karno sebagai seniman. Nah, dikejar dua belas naskah itu, kemudian dicetak ulang,” tutur Samuel.

Dalam buku otobiografi Bung Karno yang ditulis oleh Cindy Adams dengan tajuk “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat”, terdapat cerita waktu Soekarno ditawari oleh seorang Texas yang sedang berkunjung ke istana negara untuk menjual salah satu koleksi lukisan Bung Karno. Tetapi dengan tegas Bung Karno menolak untuk menjual koleksinya itu karena dia akan mewariskan koleksinya kepada rakyat Indonesia ketika dia sudah meninggal.

“Biarlah benda-benda itu dimasukkan ke dalam Museum Nasional, kemudian apabila mereka lelah atau pikirannya kacau, biarkan mereka duduk di sebuah lukisan dan menikmati keindahan dan ketenangannya sampai jiwa mereka terisi dengan kedamaian seperti yang telah aku lakukan. Aku akan mewariskan benda-benda seni ini kepada rakyatku. Untuk menjualnya? Tidak akan,” ucap Syakiri membacakan kutipan ucapan Bung Karno dalam buku tersebut.

Hadirin mengisi kanvas dengan cat di acara diskusi Dwiharmoni Babak Satu: Bung Karno dan Trisno Yuwono Juga Seniman, di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Sabtu (22/7/2023). (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)
Hadirin mengisi kanvas dengan cat di acara diskusi Dwiharmoni Babak Satu: Bung Karno dan Trisno Yuwono Juga Seniman, di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Sabtu (22/7/2023). (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)

Syakiri mengatakan bahwa Bung Karno merupakan sosok pengagum keindahan, ia mengagumi segala bentuk keindahan termasuk keindahan perempuan. Sesi diskusi ini berlanjut dengan pertunjukkan musik yang dibawakan oleh Trisno Yuwono dengan judul lagu Epilog. Menceritakan tentang Inggit Garnasih yang Bung Karno temui saat berada di Bandung.

“Sejak petang itu… Ia membebaskan cintanya yang tanpa syarat dan meredam dendam. Seluruh rindu dikisahkannya, pada angin, pada riak telaga, dan berjanji merahasiakan segala luka hingga terbenam...,” berikut penggalan lirik yang dinyanyikan Trisno Yuwono.

Salah satu sosok seniman yang juga dekat dengan Bung Karno adalah Chairil Anwar, Syakir mengatakan bahwa Chairil Anwar merupakan salah satu penggemar pidato-pidato yang dibawakan oleh Bung Karno. Ketika Chairil Anwar berada di Jakarta, ia akan berada di barisan terdepan untuk menyaksikan pidato Bung Karno. Chairil Anwar juga sempat menuliskan sebuah puisi untuk Bung Karno dengan judul “Persetujuan dengan Bung Karno” yang kemudian dibacakan oleh Samuel pada sesi diskusi Babak Satu ini.

Sebagai penutup rangkaian acara diskusi Babak Satu, Trisno Yuwono kembali mengisi acara dengan membawakan sebuah lagu yang berasal dari sebuah puisi dengan judul “Jas Anti Korupsi” karya F. Rahardi. Sembari dengan iringan musik yang dibawakan, para hadirin diajak untuk melukiskan atau menuliskan yang diinginkan di sebuah kanvas dan cat yang telah disediakan, dengan antusias hadirin antre  menunggu giliran untuk ikut serta mencoret kanvas tersebut.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//