Para Wisatawan yang Berpelesir ke Bandung Era Kolonial Belanda
Bandung menjadi destinasi wisata di era kolonial Belanda. Dikunjungi wisatawan dari Australia, Jepang, dan Inggris, juga artis Hollywood dan raja-raja Surakarta.
Danil Kasputra
Penikmat kisah-kisah sejarah dan juga senang menulis. Tulisan-tulisannya banyak tersimpan di www.tareekh.my.id.
14 September 2023
BandungBergerak.id – Sejak didirikannya Bandoeng Vooruit pada tahun 1925, Bandung telah menjadi destinasi yang mulai diminati oleh para wisatawan. Baik itu wisatawan asing maupun domestik trennya mulai mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam kunjungan mereka ke kota ini.
Yang menarik beberapa di antara mereka bukanlah pelancong biasa, akan tetapi terdiri dari sejumlah nama terkenal, seperti artis Hollywood, mantan pejabat pemerintah Australia, bahkan raja-raja pribumi dari Surakarta. Mari kita telusuri beragam wisatawan yang pernah menginjakkan kaki mereka di kota Bandung.
Pada tanggal 10 Januari 1926, Surat Kabar Indische Courant 18 Agustus 1926 mencatat kedatangan kapal Belanda SS Malabar di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kapal ini mengangkut 30 wisatawan Australia yang merupakan anggota dari perkumpulan Oriet Tourist Coy. Rencana perjalanan mereka meliputi destinasi-destinasi menarik seperti Vorstenlanden, Borobudur, Wonosobo, Garut, Bandung, Buitenzorg (Bogor), dan Batavia (Jakarta). Namun detail mengenai objek-objek wisata yang akan mereka kunjungi di tempat-tempat itu tidak terlalu jelas.
Tidak lama kemudian di tahun yang sama sekelompok wisatawan Jepang yang berjumlah kurang lebih 17 orang mendarat di Pelabuhan Tanjung Priok. Mereka tiba atas nama Zuidzee Vereeniging (Perkumpulan Laut Selatan) dan perkumpulan Ooostzee yang berbasis di Tokyo, Jepang. Rencana perjalanan mereka untuk berwisata di Hindia sangat panjang. Mereka berencana mengitari pulau Jawa dimulai dari Batavia melalui Bandung hingga ke Surabaya. Rencana selanjutnya mereka akan berwisata ke Makassar dan Balikpapan menggunakan Kapal Uap Jepang (Indische Courant, 13 September 1926). Namun mereka tidak banyak menyebutkan tempat-tempat wisata yang mereka singgahi tidak cukup rinci termasuk saat berwisata ke Bandung.
Sekitar tiga bulan kemudian sejak kedatangan para wisatawan Jepang, catatan agak lebih detail diperoleh dari kunjungan sekelompok mahasiswa Amerika dari College Cruise di tanggal 21 Desember 1926. Mereka tiba di Stasiun Bandung dari Batavia dengan menggunakan kereta api. Tanpa menunggu lama dengan penuh semangat mereka segera menyambangi Curug Dago di kawasan Bandung Utara (Het Nieuws van Den Dag, 21 Desember 1926).
Empat tahun kemudian di tahun 1930 Bandung kedatangan seorang pejabat Australia. Dia adalah Sir Dudley R. De Chair seorang mantan Gubernur New South Wales. New South Wales sendiri merupakan salah satu negara bagian di Australia. De Chair datang tidak sendirian, ada 120 wisatawan lain yang ikut bersamanya. Mereka mengunjungi Gunung Papandayan dan Gunung Tangkuban Perahu. De Chair juga bahkan sempat bertemu dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda selama kunjungan wisatanya di Bandung (Indische Courant, 2 Mei 1930).
Tiga tahun kemudian tepatnya 8 Maret 1933, sebuah kapal wisatawan dengan bobot mencapai 19.000 ton, milik De Vereenigde Matson dan Oceanic Steamship Company, tiba dengan 160 penumpang. Sebagian besar dari para wisatawan ini memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan kereta api sekaligus mengunjungi Yogyakarta, Garut, Bandung dan Buitenzorg (Bogor) (Indische Courant, 8 Maret 1933). Namun detail kunjungan mereka selama di Bandung sama sekali disebutkan.
Di dekade yang sama pula, Mr. Linderborn, seorang direktur Perkumpulan Zending Belanda menyempatkan diri untuk berwisata mengunjungi Masjid Agung Bandung. Dia sangat tertarik dengan keunikan Masjid Agung Bandung beserta alun-alun dan dua pohon beringin kembarnya. Dalam catatannya dia juga menceritakan sedikit kisah awal mula pendirian Masjid Agung Bandung di tahun 1850. Tak hanya mengunjungi Masjid Agung Bandung Linderborn juga berpelesir ke Masjid Agung Garut, Purwakarta dan Tasikmalaya (Mr. Linderborn, West Java).
Lalu di tahun 1932 dan 1936 Charlie Chaplin seorang bintang film sekaligus superstar Hollywood secara mengejutkan datang ke Bandung. Selama kunjungan di tahun 1936 Charlie Chaplin ditemani oleh Paulette Goddard dan ibunya, tiba di Tjililitan pada tanggal 23 Maret 1936, dan tujuan pertama mereka adalah Bandung. Di sini, mereka berencana menghabiskan beberapa hari dan menginap di Hotel Preanger sebelum melanjutkan perjalanan singkat mereka ke Garoet (De Gooi en Emlander, 31 Maret 1936). Pada bulan April, Chaplin mengakhiri agenda wisatanya dan kembali ke Batavia dari Bandung menggunakan pesawat terbang, sebelum kemudian meneruskan perjalanannya ke Singapura (Batavia Nieuwsblad, 4 Maret 1936).
Baca Juga: Penelitian Etnografi di Era Kekinian dan Zaman Kolonial
Bandoeng Vooruit sebagai Perintis Pariwisata Modern Zaman Kolonial
Berbagai Buku Panduan Pariwisata ke Bandung Yang Pernah Terbit di Era Kolonial
Bandung yang Berkesan di Zaman Kolonial
Bandung di masa itu tampaknya memang suatu tempat yang sangat menarik dan membuat siapa saja yang mengunjunginya akan selalu terkesan. Sebagai contoh sebut saja dua pasangan suami istri asal Inggris, Tuan dan Nyonya W. Finnmore yang merasa perlu untuk mengirim surat kepada redaksi Majalah Pariwisata "Mooi Bandoeng" di bulan oktober 1937. Kedua suami istri itu mengenang dengan penuh kagum akan indahnya Bandung dan menggambarkannya sebagai tempat yang memiliki keindahan alam yang jarang ditemui di tempat lain dalam area yang begitu kecil di seluruh dunia.
Kutipan mereka menggambarkan perasaan mereka dengan sangat jelas, "Bandung istimewa jatuh dalam pilihan, karena dekat letaknya, mudah dicapai dari segala tempat banyak terdapat panorama indah dalam bentuk keajaiban alam yang langka ditemui di tempat mana pun jua di dunia. Semua ini terdapat secara lengkap dalam wilayah yang tidak begitu luas." (Haryoto Kunto, Semerbak Bunga di Bandung Raya)
Tak hanya wisatawan asing yang terpesona dengan indahnya alam Bandung. Namun para pembesar pribumi sangat terpesona dengan Bandung. Salah satunya ialah Susuhunan Surakarta.
Di tahun 1935 Susuhunan mengunjungi Gunung Tangkuban Perahu sebagaimana yang dicatat majalah pariwisata Mooi Bandoeng. Dalam kunjungannya itu Susuhunan disambut dengan penuh kehormatan oleh para pengurus Bandoeng Vooruit yang dengan bangga mendampinginya disana. Seolah tak mau ketinggalan untuk menikmati pesona indahnya Bandung (Mooi Bandoeng, No 7 & 8 Januari/Februari 1935).
Anggota Keraton Mangkunegaraan yang sama-sama dari Surakarta sebagaimana Susuhunan juga mengunjungi Bandung tepat lima bulan setelah kunjungan Susuhunan Surakarta. Keluarga Mangkunegaraan terdiri dari Pangeran Adipati Aria Mangkoe Negoro VII dengan Ratoe Timur dan sejumlah pengiring keraton memilih untuk singgah sebentar di Hotel Homan. Mereka bertemu dengan Hoogland, yang saat itu menjabat Ketua Perkumpulan Bandoeng Vooruit dan sekretaris perkumpulan itu Pottger serta Bupati Bandung (Mooi Bandoeng, Mei 1935).