• Opini
  • Dilema Demokrasi dan Menilik Peran Partai Politik

Dilema Demokrasi dan Menilik Peran Partai Politik

Partai politik bukanlah sekadar kelompok yang berebut kekuasaan, tetapi juga lembaga yang seharusnya menjadi representasi dan wadah aspirasi masyarakat.

Munanda Okki Saputro

Mahasiswa S-2 Program Studi Sosiologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pegiat Monolog Pejalan serta ruang puisi Kelompok Selokan.

Pemilu 2024 mulai terasa dengan hadirnya poster kampanye terselubung dari tokoh partai politik. Sementara KPU Jawa Barat juga tengah menyiapkan tahapan Pemilu 2024, di Bandung, 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

24 Juli 2023


BandungBergerak.id – “Menuju 2024” adalah frasa yang kini sering berseliweran pada lini masa media sosial kita. Tahun 2024 akan menjadi tahun yang berbeda, karena dalam kurun waktu sekitar tujuh bulan lagi akan diadakan pemilihan umum serentak untuk presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif. Baliho kampanye partai politik sudah banyak terpasang, mulai dari baliho super besar di sepanjang jalan raya maupun poster-poster yang terpampang pada gang-gang kecil pemukiman seolah bersaing dengan iklan sedot WC dalam menghiasi tiang listrik.

Pemilihan umum, yang dianggap sebagai puncak dari sistem demokrasi, seharusnya menjadi momen penuh harapan bagi warga negara. Namun, kenyataannya adalah pola yang berulang dari janji-janji serupa antara calon pemimpin telah menimbulkan rasa jenuh dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat.

Saat pergantian kepemimpinan terjadi, mereka jarang melihat dampak signifikan pada kehidupan kebernegaraan. Dalam proses ini, masyarakat cenderung merasa hanya sebagai pelaku partisipasi politik yang pasif, menunggu untuk menyalahkan orang yang mereka pilih seiring berjalannya waktu, seperti yang dikemukakan oleh filsuf Bertrand Russell dalam pernyataannya yang ikonik tentang demokrasi bahwa "Demokrasi adalah proses di mana orang-orang memilih seseorang yang kelak akan mereka salahkan."

Salah satu masalah yang mendasar dalam demokrasi adalah kurangnya pemahaman dan pendidikan politik di kalangan masyarakat. Ilmu politik dan pengetahuan tentang pemerintahan menjadi eksklusif dan sulit diakses oleh masyarakat secara umum. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana masyarakat dapat memahami dan belajar tentang politik dengan lebih baik, bukan hanya saat tahun-tahun politik yang rawan dengan isu politik identitas.

Pendidikan politik sangat diperlukan untuk membekali masyarakat agar dapat memfilter segala isu politik yang rawan memecah belah. Lantas bagaimana peran partai politik?

Baca Juga: Pendidikan dan Politik Bahasa, Sekolah sebagai Mitos Juru Selamat?
Rahasia Umum Korupsi dan Politik Uang di Tahun Politik
Menanti Langkah Elite-elite Politik untuk tidak Menggunakan Politik Identitas di Pemilu 2024

Peran Partai Politik

Pada awalnya, partai politik dimaksudkan sebagai sekolah politik bagi rakyat, tempat di mana mereka dapat memperoleh pemahaman mengenai berbagai aspek pemerintahan dan pertarungan ideologi. Namun, saat ini partai politik lebih fokus pada kampanye yang memperluas basis masa serta strategi untuk memenangkan kekuasaan.

Partai politik terjebak dalam persaingan untuk memenangkan kursi eksekutif dan legislatif, tanpa benar-benar memberikan pendidikan politik yang komprehensif kepada kader dan masyarakat. Richard Katz dan Peter Mair dalam “Changing Models of Party Organization and Party Democracy: The Emergence of the Cartel Party,” berpendapat bahwa pergeseran ke partai yang berpusat pada kampanye telah menyebabkan penurunan perdebatan ideologis dan pendidikan politik substansial, karena partai lebih fokus pada strategi pemasaran dan elektoral.

Partai politik lebih banyak memiliki agenda dan kepentingan sendiri yang dapat mengabaikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Elit partai lebih fokus pada pemenuhan kepentingan golongan yang mendominasi modal, sementara kader partai di lapangan hanya menerima sedikit manfaat, seperti atribut partai, tanpa pemahaman yang mendalam bahkan tentang visi dan karakteristik partai yang mereka perjuangkan.

Perubahan yang Diperlukan

Dalam menghadapi pemilu 2024, seluruh masyarakat perlu mempersiapkan diri dengan baik. Harapannya, agar terciptanya perubahan dalam sikap dan perilaku politik yang saat ini terasa menjenuhkan. Penting bagi para kontestan pemilu untuk menyadari bahwa pemilu bukanlah sekadar pesta yang menghabiskan banyak anggaran, melainkan momen penting dalam membangun negara yang lebih berkeadilan.

Pentingnya untuk menolak praktik money politics, karena dalam kasus money politics yang lebih penting untuk disadari adalah permasalahan ini berakar pada partai politik. Partai politik harus menyadari bahwa masyarakat hanya menerima apa yang diberikan. Akan menjadi persoalan yang berbeda jika tidak ada pihak pemberi. Kita harus melek bahwa rupiah yang dikeluarkan oleh partai politik secara tidak langsung adalah proses jual-beli, di mana kontestan pemilu dari partai politik berupaya membeli suara. Karena dalam logika dagang tidak ada pihak yang mau dirugikan, maka resiko yang dapat terjadi adalah upaya pengembalian modal saat sudah menjabat.

Partai politik harus menyadari posisinya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang politik kepada kader dan masyarakat. Partai politik bukanlah sekadar kelompok yang berebut kekuasaan, tetapi juga lembaga yang seharusnya menjadi representasi dan wadah aspirasi masyarakat.

Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang politik dan pemilu, serta kesadaran akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi, kita dapat mengubah skeptisisme kita terhadap sistem ini. Pemilu harus dianggap sebagai kesempatan untuk menciptakan perubahan yang lebih baik, bukan hanya sebagai pesta politik yang berulang setiap periodenya. Penulis merasa skeptisisme terhadap pemilu dan berbagai instrumennya belum mencapai titik untuk menghadirkan solusi alternatif baru. Maka pencerdasan dan kesadaran yang dibangun sedikit demi sedikit menjadi salah satu solusi yang suatu saat akan meluas dan tiba masanya kebuntuan ini sampai pada jalan terbaik.

Winston S Churchill dalam bukunya berjudul “Democracy: The Worst Form of Government, Except for All the Others,” mengajukan pandangan bahwa demokrasi mungkin tidak sempurna, tetapi dalam konteks pilihan yang ada, demokrasi tetap memberikan keuntungan dan memberikan ruang untuk perbaikan dan perubahan yang lebih besar dibandingkan dengan sistem alternatif yang sudah ada. Dapat disederhanakan bahwa demokrasi adalah sistem terburuk, tetapi tidak ada yang lebih baik dari padanya.

Dalam menghadapi pemilu 2024, dilema demokrasi dan peran partai politik perlu menjadi perhatian utama. Kita harus mendorong pendidikan politik yang lebih baik di kalangan masyarakat dan menekankan pada partai politik untuk mengedepankan fungsi mereka sebagai sekolah politik bagi rakyat. Hanya dengan pemahaman politik yang baik dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat, kita dapat berupaya melakukan perbaikan dalam sistem demokrasi negara ini. Seharusnya pemilu bukanlah sekadar pesta, melainkan momentum peralihan yang membawa kita menuju impian bersama, yaitu kehidupan yang lebih berkeadilan.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//