Mooi Bandoeng, Majalah Wisata Bandung Tempo Dulu
Perkumpulan Bandoeng Vooruit menerbitkan majalah bulanan Mooi Bandoeng untuk mempromosikan pesona kota Bandung. Beredar di seluruh nusantara hingga mancanegara.
Danil Kasputra
Penikmat kisah-kisah sejarah dan juga senang menulis. Tulisan-tulisannya banyak tersimpan di www.tareekh.my.id.
21 September 2023
BandungBergerak.id – Di tahun 1933, seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke kota Bandung, perkumpulan Bandoeng Vooruit mengambil inisiatif untuk menerbitkan sebuah majalah wisata bulanan yang diberi nama Mooi Bandoeng dengan oplah sebanyak 5000 eksemplar. Majalah ini secara khusus dirancang untuk mengajak dan juga memenuhi kebutuhan para pelancong yang ingin atau tengah menjelajahi kota Bandung. Isinya begitu kaya dengan beragam foto yang menghadirkan keindahan objek wisata, gedung-gedung bersejarah, dan taman-taman yang memukau yang tersebar di seluruh penjuru kota Bandung.
Tak hanya itu, Mooi Bandoeng tidak hanya terbatas dalam cakupan wilayah Bandung saja. Majalah ini juga menjangkau para pembaca di Jawa dan Sumatra Selatan. Selain itu sebanyak 1000 eksemplar majalah khusus diberikan untuk perusahaan kereta api, Staatsspoor (SS) (Achmad Sunjayadi, Pariwisata di Hindia-Belanda).
Untuk semakin memperluas jangkauan pembaca majalah wisata ini, sering kali dilakukan promosi melalui beberapa media cetak yang terbit di masa itu. Sebagai contoh pada tanggal 25 Oktober 1934, surat kabar "De Tijd: Godsdientig-staatkundig Dagblad" menggambarkan majalah wisata "Mooi Bandung Episode 3 Volume 2" melalui iklan yang terbit dalam halaman surat kabar mereka. Iklan itu mengumumkan bahwa edisi baru majalah ini telah tersedia dan siap menyajikan beragam artikel yang menarik. Majalah Mooi Bandoeng memang diperuntukkan guna mempromosikan pariwisata Bandung ke seluruh pelosok nusantara hingga ke mancanegara (Haryoto Kunto, Semerbak Bunga di Bandung Raya).
Majalah Mooi Bandoeng yang ditujukan khusus untuk mempromosikan pesona kota Bandung berupaya untuk tidak mengecewakan dalam usahanya untuk mengenalkan beragam objek wisata kota Bandung. Melalui halaman-halaman majalah ini, pengguna dapat menjelajahi berita-berita terkini, gambar-gambar yang memukau, foto-foto menakjubkan, dan iklan-iklan yang mengundang rasa penasaran untuk menjelajahi beragam objek wisata di Bandung.
Sebagai contoh, dalam salah satu edisi terawalnya, majalah ini memanjakan pembaca dengan pemandangan yang memukau dari telaga Patenggang, yang memancarkan keasrian dan keindahan alam yang tak terkira. Di samping itu, majalah ini juga menghadirkan gambaran yang menawan tentang air terjun Dago, yang masih tetap memegang keaslian alamnya hingga saat itu (Mooi Bandung, Juni 1934).
Pada edisi-edisi selanjutnya, majalah Mooi Bandoeng terus mengeksplorasi keajaiban alam kota Bandung. Wisata alam gunung Tangkuban Perahu dan gunung Papandayan menjadi bintang utama dalam isi majalah ini, dengan gambar-gambar yang memikat hati pembaca, mengundang mereka untuk merasakan keindahan alam yang tiada tara. Dengan begitu, majalah ini tidak hanya menjadi sumber inspirasi, tetapi juga panduan yang tak ternilai untuk para wisatawan yang ingin menjelajahi pesona alam Bandung yang menakjubkan.
Baca Juga: Bandoeng Vooruit sebagai Perintis Pariwisata Modern Zaman Kolonial
Berbagai Buku Panduan Pariwisata ke Bandung Yang Pernah Terbit di Era Kolonial
Para Wisatawan yang Berpelesir ke Bandung Era Kolonial Belanda
Kompetisi Foto
Selama tahun 1930an ketika arus kunjungan wisatawan ke Bandung sudah lumayan banyak. Majalah Mooi Bandoeng memanfaatkan momentum ini dengan menghadirkan sentuhan kreatif. Mereka meluncurkan kompetisi fotografi yang bertujuan untuk mengekspos keindahan alam Bandung dengan cara yang unik. Kompetisi ini mulai rutin diadakan sejak tahun 1935.
Dalam setiap terbitan baru majalah ini secara diumukan para pemenang kompetisi fotografi. Sebagai contoh dalam kompetisi fotografi keenam yang digelar tahun 1936. Majalah Mooi Bandoeng mencantumkan dua nama pemenang kompetisi itu. Nyonya Eekhout dengan karya fotografinya "Situ Tjileunja" yang diambil menjelang senja tampil sebagai juara kesatu. Sementara di posisi kedua ada Tuan H. A. Zimmerman yang beralamat di Jalan Pasir Kaliki 106 dengan gambar jalan raya yang melintasi hutan di antara Rancabali dan Telaga Patengan (Mooi Bandung, 06 Desember 1936). Kompetisi fotografi ini tidak hanya menjadi wadah para pecinta alam dan seni fotografi untuk mengabadikan kota Bandung tetapi juga cara untuk meningkatkan popularitas kota Bandung.
Di tahun 1938, Bandoeng Vooruit mengambil langkah maju untuk meningkatkan estetika dan kualitas majalah wisata andalan mereka Mooi Bandoeng. Mereka memutuskan untuk merombak format majalah ini dengan sedikit memperbesar ukurannya, mencetaknya dengan font yang lebih besar, dan memberikan sampul yang lebih kokoh. Upaya ini bertujuan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih menyenangkan dan memikat bagi para pembaca setia majalah ini.
Tidak hanya berfokus pada penampilan fisik majalah, Mooi Bandoeng tetap juga mempertahankan kebijakan harga yang terjangkau. Bagi mereka yang bukan anggota perkumpulan Bandoeng Vooruit, dikenakan biaya 2,50 gulden per tahun. Mereka berharap akan ada banyak orang yang mengakses dan membaca majalah ini. Mooi Bandoeng juga menegaskan bahwa platform majalah mereka sangat cocok untuk periklanan terutama bagi mereka yang ingin menawarkan produk atau jasa kepada para wisatawan (Indische Courant, 07 Januari 1938).
Pada tahun 1940, bertepatan dengan peringatan 15 tahun berdirinya Perkumpulan Bandoeng Vooruit, majalah Mooi Bandoeng merayakan momen istimewa itu dengan menerbitkan sebuah edisi khusus. Edisi spesial ini dihiasi dengan beragam ilustrasi yang memikat dan menjadi tanda bukti cinta dan dedikasi Bandoeng Vooruit bagi kota Bandung.
Majalah edisi khusus ini dibuka dengan ucapan salam hangat dari Residen beserta Walikota Bandung tak lupa juga sambutan Hoogland selaku ketua perkumpulan Bandoeng Vooruit. Edisi spesial ini menyuguhkan sejumlah artikel menarik yang mengupas masa lalu dan masa depan Bandung. Para pembaca juga diajak untuk menelusuri peran Bandung sebagai pusat pendidikan, pusat lalu lintas dan melihat kembali sejarah perkumpulan Bandoeng Vooruit. Edisi khusus ini diakhiri dengan beberapa artikel yang mengulas taman-taman mempesona di kota Bandung, perkembangan jalan menuju Gunung Tangkuban Perahu, serta satu kisah tentang perjalanan ke gunung itu (Bataviasch Nieuwsblad, 29 Februari 1940).