• HAM
  • Solidaritas untuk Rempang Mengalir dari Organisasi Masyarakat Sipil hingga Kampus

Solidaritas untuk Rempang Mengalir dari Organisasi Masyarakat Sipil hingga Kampus

Solidaritas Nasional untuk Rempang menemukan indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada tragedi Rempang.

Di Dago, Bandung, orang-orang muda bergabung dalam Aksi Kamisan menyuarakan solidaritas untuk warga Rempang, Kamis 14 September 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana21 September 2023


BandungBergerak.idKasus kekerasan yang menimpa kampung adat Rempang Galang memicu protes dari berbagai organisasi dan lembaga pendidikan. Hasil investigasi yang dilakukan Solidaritas Nasional untuk Rempang menemukan bahwa rangkaian kekerasan yang terjadi di Rempang merupakan bagian dari kekerasan yang berbasis pada kepentingan modal/kapital (capital violence).

“Sikap pemerintah yang menganut watak developmentalis dan pembangunanisme pada akhirnya sangat berbahaya dan meminggirkan hak-hak masyarakat. Situasi ini semakin parah diiringi dengan pendekatan keamanan yang mana melibatkan aparat keamanan. Tak jarang keterlibatan aparat untuk untuk mengakselerasi kepentingan bisnis dan investasi telah menimbulkan sejumlah pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia),” demikian pernyataan Solidaritas Nasional untuk Rempang, diakses dari laman YLBHI, Rabu, 21 September 2023.

Solidaritas Nasional untuk Rempang merupakan gabungan organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBHI – Lembaga Bantuan Hukum, LBH Pekanbaru, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi ), Walhi Riau, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Trend Asia.

Dalam temuannya, Solidaritas menyatakan pada 7 September 2023 terjadi kekerasan yang dilakukan aparat gabungan Polri, TNI, Ditpam Badan Pengusahaan, dan Satpol PP terhadap warga Pulau Rempang di Jembatan 4 Barelang, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Tragedi Rempang 7 September 2023 lalu muncul akibat aktivitas pematokan tanah sebagai bagian dari memuluskanproyek Rempang Ecocity. Dari data-data lapangan, Solidaritas Nasional untuk Rempang menemukan adanya dimensi kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM.

Solidaritas menemukan fakta-fakta sejumlah korban di lapangan, penggunaan gas air mata tidak dilakukan secara terukur. “Dibuktikan dengan ditembakannya gas air mata ke lokasi yang tidak jauh dari gerbang sekolah, yaitu SMPN 22 Galang dan SDN 24 Galang,” ungkap Solidaritas.

Lebih lanjut, laporan ini juga mengungkap fakta bahwa pengerahan aparat untuk mengawal pematokan tanah dilakukan secara berlebihan karena skalanya sangat besar. Berdasarkan keterangan warga Rempang, diperkirakan setidaknya terdapat 60 kendaraan yang dikerahkan menuju lokasi di tanggal 7 September 2023 disertai dengan setidaknya 1.010 lebih personel gabungan.

Fakta lain juga menunjukkan bahwa kehadiran aparat telah nyata berimplikasi pada munculnya ketakutan di tengah masyarakat. Peristiwa tersebut merugikan kehidupan ekonomi dan rutinitas masyarakat Rempang. Mata pencaharian masyarakat yang didominasi oleh nelayan pun harus terhenti.

Warga memberikan berbagai kesaksian bahwa fokus utama mereka ialah mempertahankan kampung dari pematokan. Aktivitas melaut pun tidak efektif karena memikirkan nasib keluarga di rumah yang dikhawatirkan akan diamankan petugas.

“Selain itu, ketakutan yang terbangun di tengah-tengah masyarakat akibat kehadiran aparat adalah teror psikologis oleh negara kepada masyarakat. Begitupun keterlibatan militer, kami menganggap bahwa hal tersebut tidak sesuai prosedur sehingga harus dinyatakan sebagai operasi militer illegal,” lanjut Solidaritas.

Dilihat dari dimensi pelanggaran HAM, Solidaritas mengidentifikasi telah terjadi brutalitas aparat dan penggunaan kekuatan berlebihan sehingga mengakibatkan tindakan kekerasan. Penggunaan kekuatan berlebihan salah satunya tercermin dalam penembakan gas air mata di dekat fasilitas sipil seperti halnya sekolah. Belum lagi, pelanggaran hak atas partisipasi dan akses terhadap informasi yang sangat nyata. Masyarakat tidak dimintai persetujuannya sebelum proyek Ecocity ini berjalan dan mengorbankan tanah warga Rempang.

Begitupun hak anak dan perempuan yang juga terlanggar dalam kasus kekerasan di Rempang. Penembakan gas air mata di dekat sekolah SDN 24 dan SMPN 22 Galang, mengakibatkan kepanikan ketakutan, hingga luka fisik pada anak-anak yang sedang melakukan pembelajaran. Padahal, pihak sekolah sudah menghimbau dan memperingatkan agar polisi tidak menembakkan gas air mata tersebut ke arah sekolah.

“Atas dasar berbagai temuan dan analisis di atas, kami menyimpulkan bahwa peristiwa kekerasan di Rempang tanggal 7 September 2023 harus dinyatakan sebagai pelanggaran HAM sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM,” kata Solidaritas.

Solidaritas merekomendasikan, selain proses-proses dialogis yang harus dibangun oleh pemerintah, respons cepat dan tanggap harus segera dilakukan guna mencegah keberulangan peristiwa kekerasan. Ini termasuk mengkaji ulang PSN dalam hal implementasinya selama ini, kemudian merombak kebijakan pendekatan dengan meninggalkan model pengerahan aparat kekerasan negara.

“Hal yang tak kalah penting, pemulihan bagi para korban dan umumnya pada situasi yang belakangan terjadi. Harus dipastikan bahwa seluruh korban mendapatkan pemulihan yang layak dan efektif baik secara fisik maupun psikologis,” kata Solidaritas.

Komnas HAM: Pemerintah Harus Humanis

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Atnike Nova Sigiro menyesalkan menyesalkan terjadinya bentrok antara aparat dan warga setempat yang menumbulkan korban baik anak-anak maupun orang dewasa di Pulau Rempang.

Komnas HAM mendesak penghentian pengerahan pasukan dan tindakan represif kepada masyarakat dan mengedepankan dialog; meminta pembebasan terhadap warga yang ditahan; meminta pemerintah daerah melakukan pemulihan bagi masyarakat yang mengalami kekerasan dan trauma, termasuk anak-anak yang memerlukan pemulihan khusus.

Komnas HAM juga meminta agar pemerintah pusat maupun daerah serta aparat penegak hukum menerapkan pendekatan humanis dalam penyelesaian sengketa agraria, termasuk dalam proyeksi strategis nasional.

“Komnas HAM berkomitmen untuk terus melakukan upaya penyelesaian dugaan pelanggaran HAM dan memastikan implementasi rekomendasi Komnas HAM atas penyelesaian kasusnya serta pemulihan hak-hak korban. Dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak tentunya sangat penting guna memastikan keadilan dan pemenuhan hakhak korban,” kata Atnike Nova Sigiro.

Kedaulatan Rakyat

Tragedi warga Pulau Rempang mendorong Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya menggelar aksi solidaritas dan doa bersama, di pelataran Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 15 September 2021.

Aksi solidaritas tersebut dihadiri perwakilan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), YLBHI, Konsorsium Pembaruan Agraria, Walhi, dan lainnya.

“Refleksi ini untuk mengatakan kita masih ada, rakyat ada, kedaulatan rakyat masih ada dan kita semua menjadi saksi dan itu amat berat. Sebagian dari kita mungkin mengaku aktivis dan intelektual dan itu berat tugasnya untuk menjadi saksi,” ungkap Wakil Ketua Bidang LHKP PP Muhammadiyah Widhyanto Muttaqien, dikutip dari laman resmi.

Konflik Agraria Rempang sendiri menurutnya bukan bagian terpisah melainkan rentetan dari banyak pelanggaran kemanusiaan yang selama ini telah terjadi di Papua, Wadas, Air Bangis, dan berbagai daerah di Indonesia.

Perwakilan PGI, Pendeta Fery Vernandes Hutagalung juga mengecam upaya penggusuran paksa terhadap warga Rempang. Dia pun mengajak gereja-gereja yang ada bersolidaritas.

“Mari gereja-gereja yang ada di sana juga kita beri ruang dan bersolidaritas untuk Rempang,” tutur Fery.

Baca Juga: Solidaritas dari Bandung untuk Rempang Galang
Solidaritas untuk Warga Melayu Rempang Galang, Bersatu Melawan Penggusuran
Hentikan Penggunaan Gas Air Mata dalam Menghadapi Demonstrasi Warga

Melanggar Martabat Kemanusiaan

Kecaman juga muncul dari kalangan akademik. Universitas Islam Indonesia (UII) dalam pernyataan publiknya menyatakan UII selama ini mendorong setiap upaya pembangunan yang memajukan kehidupan bangsa, apalagi di wilayah yang belum mendapatkan perhatian serius dari negara.

“Namun demikian, pembangunan hendaknya dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak dasar warga negara sebagaimana diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata pernyataan sikap UII tertanda Rektor Majelis Guru Besar UII.

Setelah membaca, mencermati, dan mendalami situasi kekerasan yang terjadi sebagai respons atas penolakan terhadap Proyek Rempang Eco-City, UII menyatakan sikap sebagai berikut:

Menyesalkan terjadinya kekerasan verbal maupun fisik terhadap warga oleh aparat yang mengakibatkan trauma fisik maupun psikologis warga Rempang. Penggunaan kekerasan tersebut telah mencederai martabat kemanusiaan.

Mendorong negara untuk selalu menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan pada posisi terhormat. Seluruh kebijakan pembangunan haruslah didasarkan pada penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara.

Mendesak negara untuk senantiasa menempatkan pembangunan sebagai instrumen yang dilandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan guna menciptakan kesejahteraan bagi seluruh warga negara.

Menentang penggunaan segala bentuk kekerasan sebagai bagian dan/atau alat untuk penyelesaian aspirasi warga yang merasa hak-haknya terancam. Pemerintah harus segera mengambil tindakan dalam rangka memulihkan warga yang terdampak kekerasan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lanjut usia, penyandang disabilitas, dan perempuan.

Menuntut negara untuk memastikan lingkungan alam dan hak-hak kultural tetap terjaga dan terlindungi. Kelestarian lingkungan menjadi isu kemanusiaan universal dan perusakannya (ecocide) menjadi musuh bersama umat manusia (obligatio erga omnes).

*Simak tulisan-tulisan lain Iman Herdiana, atau tulisan-tulisan menarik Hak Asasi Manusia

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//