• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: Dr Tjipto di Balik Kisah Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #11

NGULIK BANDUNG: Dr Tjipto di Balik Kisah Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #11

Janji Gubernur Jenderal Hindia Belanda de Graeff memberi kesempatan pembelaan pada Tjipto Mangoenkoesoemo tampaknya basa-basi. Dr Tjipto tetap diinternirkan.

Ahmad Fikri

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman

Kediaman Tjipto Mangoenkoesoemo saat di Bandung berada di Pangeran Soemedangweg (Jalan Pangeran Sumedang), kini Jalan Oto Iskandardinata. (Sumber: Map of Bandoeng, Kolff, 1927, Shelfmark KK 161-05-09, digitalcollections.universiteitleiden.nl)

29 September 2023


BandungBergerak.idTjipto Mangoenkoesoemo menjalani pemeriksaan oleh Residen Priangan Tengah (Resident van Midden-Priangan), demikian laporan koran De locomotief dan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? yang terbit tanggal 1 November 1927 mengutip kantor berita Aneta. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? menggunakan judul “‘Tjip’ aan den tand gevoeld (Ujian untuk ‘Tjip’)”. Isi berita tersebut hanya satu kalimat saja.

... dr. Tjipto Mangoenkoesoema hedenmorgen door den resident van Midden-Priangan op vraagpunten is gehoord (dr. Tjipto Mangoenkoesoema tadi pagi diperiksa oleh warga Priangan Tengah),” demikian petikan berita dua koran tersebut.

Tidak ada keterangan apa-apa di sana. Namun semua yang membaca mafhum, Tjipto mulai menjalani pemeriksaan sebagai tertuduh dalam percobaan peledakan gudang mesiu di Bandung pada 18 Juli 1927. Kabar yang semula samar-samar, perlahan terang.  

Dua hari kemudian, koran De nieuwe vorstenlanden tanggal 3 November 1927 mengutip A. I. D. (De Preangerbode) memberitakan kelanjutan pemeriksaan Tjipto. “Het verhoor van dr, Tjipto had hedenmorgen plaais ten residentie-kantore (Interogasi terhadap dr Tjipto berlangsung pagi ini di kantor kediaman),” tulis koran itu.

De nieuwe vorstenlanden menayangkan daftar pertanyaan yang disiapkan pemerintah Hindia Belanda yang disampaikan Residen Priangan Tengah saat menginterogasi Tjipto. Dan memang, sembilan pertanyaan tersebut menyangkut tuduhan keterlibatan Tjipto dalam aksi percobaan penyerangan gudang mesiu di Bandung.

Pertanyaan yang disodorkan terkait dengan hasil pemeriksaan dua serdadu Manado, yakni Godangan dan Ganda. Dua nama prajurit Manado ini memang tidak pernah konsisten disebutkan dalam koran-koran berbahasa Belanda yang terbit kala itu di Hindia Belanda.

Koran tersebut menyebutkan, pertanyaan yang disampaikan antara lain pernah tidaknya Tjipto bertemu kedua prajurit Manado tersebut, keterlibatan Tjipto atas rencana pemberontakan yang disiapkan sipil dan militer, tuduhan pada Tjipto yang disebut memberi saran pada tentara Hindia Belanda bergabung dalam organisasi tentara berorientasi komunis, termasuk uang 10 gulden yang diberikan Tjipto pada kedua prajurit Manado tersebut yang dimaksud sebagai kontribusi atas rencana keduanya dalam percobaan peledakan gudang mesiu di Bandung.

De Indische courant tanggal 22 Desember 1927 menerbitkan tajuk yang sekaligus menyiarkan keputusan menginternirkan Tjipto Mangoenkoesoemo. (Sumber: delpher.nl)
De Indische courant tanggal 22 Desember 1927 menerbitkan tajuk yang sekaligus menyiarkan keputusan menginternirkan Tjipto Mangoenkoesoemo. (Sumber: delpher.nl)

Berita serupa dengan isi yang lebih lengkap diterbitkan oleh De koerier juga di hari yang sama dengan judul “Tjipto Mangoenkoesoemo”.

Nu de gebeurtenissen van den laatsten tijd onze eerste mededeelingen omtrent Tjipto's aandeel in de Juli-affaire, evenals die omtrent de door de regeering tegenover dezen revolutionairen nationalist aan te nemen houding, volkomen bevestigd hebben, bestaat er alle aanleiding om op een en ander terug te komen (Kini setelah peristiwa-peristiwa yang terjadi baru-baru ini telah sepenuhnya mengkonfirmasi laporan-laporan pertama kami mengenai keterlibatan Tjipto dalam peristiwa bulan Juli, serta mengenai sikap yang akan diambil oleh pemerintah terhadap kaum nasionalis revolusioner ini, maka ada banyak alasan untuk meninjau kembali beberapa hal.),” tulis De koerier, 3 November 1927.

Namun dalam artikelnya tersebut, De koerier menjatuhkan tuduhan serius. Sangkaan keterlibatan Tjipto pada peristiwa Juli 1927 disebutnya semakin menguatkan kecurigaan bahwa selama tiga tahun tinggal di Bandung, Tjipto menyediakan rumahnya di Pangeran Soemedangweg menjadi tempat pertemuan kelompok komunis. De koerier bahkan menyebutkan ada dua pemimpin PKI yang sempat bertamu di kediaman Tjipto yakni Moeso dan Moh. Sanoessi  dalam rentang tiga tahun tersebut.

De koerier juga mengutip daftar pertanyaan interogasi untuk Tjipto. Namun koran itu heran karena pertanyaan yang dilayangkan hanya terkait pengakuan dua prajurit Manado yang sempat bertamu di kediaman Tjipto sebelum keduanya melakukan aksi percobaan peledakan gudang mesiu di Bandung. Koran itu meyakini ada lebih banyak lagi “zonden (dosa)” Tjipto yang akan terkuak jika pemerintah Hindia Belanda mau menggali kesaksian-kesaksian pelaku lainnya yang terlibat di balik aksi rencana peledakan gudang mesiu pada Juli 1927 di Bandung. 

De koerier  menyebutkan, aparat keamanan misalnya telah menahan dan menginterogasi Soemarno, Sarwono, dan Kasbulah yang diyakini sebagai pemimpin sipil dari rencana aksi Juli 1927. Rincian kesaksian yang diperoleh koran tersebut diklaim semakin menguatkan keterlibatan Tjipto dalam aksi percobaan peledakan gudang mesiu di Bandung.

Tevens wijzen wij erop, dat Tjipto zelf daarin de hoofdrol vervult (Kami juga menunjukkan bahwa Tjipto sendiri memainkan peran utama dalam hal ini),” tulis koran De koerier, 3 November 1927.

Lelang Rumah

Sejak menjalani pemeriksaan oleh Residen Priangan Tengah, tampaknya Tjipto Mangoenkoesoemo sudah meyakini dirinya tidak akan lolos. Kesempatan membela diri yang dijanjikan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Andries Cornelis Dirk de Graeff di Istana Koningplen (Bataviaasch nieuwsblad, 9 September 1927) hanya basa-basi saja.

Hal inilah yang kemudian menjadi alasan Tjipto untuk mulai menjual rumah yang dihuninya di Jalan Pangeran Soemedang (Soemedangweg), Andir, Bandung. Tidak hanya rumah, segala perabot miliknya di rumah itu pun dijualnya selagi kesempatan itu ada.

Koran De koerier tanggal 2 September 1927 memberitakannya. Tjpto menjual rumahnya dan segala perabot di dalamnya. Ia pun memilih tinggal di rumahnya yang lain di pinggiran Bandung, di Oedjoengbroeng.

Koran tersebut menceritakan, Sukarno dan dr. Sosrokartono (kakak kandung R. A. Kartini) menjadi salah satu pembeli perabotan milik Tjipto. Keduanya kemudian melelang kembali barang-barang yang dibelinya tersebut. Sukarno dan dr. Sosrokartono berharap hasil penjualan dengan cara lelang bisa menghasilkan uang lebih banyak, uang yang akan diserahkan pada Tjipto untuk bekalnya kelak bersama keluarganya dalam hukuman pengasingan yang entah di mana.

Rencana melego rumah dan barang-barang milik Tjipto sesungguhnya berlangsung tidak mulus-mulus amat. Bisa dibilang, suasananya serba penuh tekanan. De koerier mengutip pernyataan seorang pribumi yang menggambarkan suasana tersebut.

“Van andere inheemsche zijde werd ons echter medegedeeld, dat vrees voor onaangenaamheden velen had weerhoüden om op deze vendutie openlijk blijk te geven van hunne sympathieën (Namun, kami mendapat informasi dari pihak pribumi lain bahwa ketakutan akan ketidaknyamanan telah menghalangi banyak orang untuk mengungkapkan simpati mereka secara terbuka pada lelang ini.),” tulis De koerier, 2 November 1927.

Penjelasan lebih terang disebutkan dalam satu artikel De Indische courant tanggal 5 November 1927 berjudul “Tjipto”. Koran tersebut mengutip berita A.I.D. (De preangerbode) yang mengutip isi berita Sinpo. Isinya menceritakan tentang keadaan yang menekan Tjipto yang menjadi alasannya menjual rumah dan segala isinya.

Het A.I.D. meldt, dat de Sin Po een medewerker uit Bandoeng over dr. Tjipto Mangoen Koesoemo aan het woord laat. Verklaard wordt, dat, sedert het bekend worden van het voornemen der regeering om tot verbanning van den arts uit Bandoeng over te gaan, geen patiënten meer bij hem zijn verschenen. Hierdoor hielden de bestaansmiddelen van Tjipto op, waardoor hij zich genoodzaakt voelde, vendutie aan te vragen en zich in Oedjoengbroeng te gaan vestigen (“A.I.D melaporkan Sin Po membiarkan pegawai dari Bandung berbicara tentang Dr. Tjipto Mangoen Koesoemo. Disebutkan, sejak niat pemerintah mengusir dokter asal Bandung tersebut, tak ada lagi pasien yang datang memeriksakannya. Akibatnya mata pencaharian Tjipto terhenti sehingga ia merasa terpaksa mengajukan penjualan dan menetap di Oedjoengbroeng.),” tulis De Indische courant, 5 November 1927.

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #8
NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #9
NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #10

Dibuang ke Banda Neira

Dari pemberitaan koran-koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda mencatat sedikitnya dua kali Residen Priangan Tengah memanggil Tjipto Mangoenkoesoemo dan menginterogasinya. Pertanyaan dalam interogasinya tersebut mengkonfrontir kesaksian dua prajurit Manado yang tertangkap dalam percobaan peledakan gudang mesiu di Bandung – aksi yang diyakini sebagai kelanjutan dari pemberontakan kaum komunis kala itu.

Setelahnya, Tjipto masih diberi kesempatan untuk menyusun jawaban tertulis sebagai pembelaannya. Harian De Indische courant  dalam satu artikelnya tanggal 10 November 1927 menceritakan hal tersebut. Dituliskan di koran tersebut bahwa Residen Priangan Tengah memberikan waktu seminggu pada Tjipto untuk menyusun memorandum pembelaannya. Pada 10 November 1927, tepat di tenggat hari terakhir, Tjipto mengirimkan dokumen memori pembelaan dirinya yang disusunnya di rumahnya di Oedjoengbroeng  pada Residen Priangan Tengah.

Het is, naar men ons mededeelt, een vrij omvangrijke memorie (Kami diberi tahu, ini adalah pembelaan yang cukup tebal),” tulis De Indische courant (10 November 1927).

Tampaknya opini publik warga Belanda umumnya tidak senang dengan cara yang diambil pemerintah Hindia Belanda yang dinilai sangat lunak. Terlalu banyak keleluasaan yang diberikan pada Tjipto yang dalam persepsi warga Belanda saat itu telah melakukan kejahatan berat. Koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie? salah satunya yang menaruh pendapat tersebut.

Dalam artikel yang terbit tanggal 14 November 1927, koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie? memelintir pendapat seorang pimpinan PNI yang diwawancarainya mengenai isi memori pembelaan Tjipto. “..werd ons de overtuiging bijgebracht, lat het verweer van Dr Tjipto Mangoensoesoemo geen verweer is in den volstrekten zinn van het woord, maar een politieke belijdenis, een soort van notiveering van handelingen, welke de heer Tjipto niet ontkende (...kami yakin bahwa Dr. Tjipto Mangoenkoesoesoemo bukanlah pembelaan dalam arti kata yang mutlak, melainkan pengakuan politik, semacam rekaman tindakan, yang tidak disangkal oleh Pak Tjipto.),” tulis koran tersebut.

Di artikelnya tersebut, koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie?  kemudian mendesak pemerintah Hindia Belanda untuk meneruskan rencana menginternirkan Tjipto. Hukuman tersebut yang paling tepat, jangan lagi bersikap lunak untuk TJipto. “In elk geval, voorbeelden moeten er zijn! (Bagaimanapun, harus ada contoh!),” tulis koran tersebut (14 November 1927).

Dan yang diharapkannya terjadi. Seminggu kemudian, pemerintah Hindia Belanda mengumumkan keputusan untuk menghukum Tjipto dengan mengirimnya sebagai interniran ke Banda Neira. Harian De Indische courant tanggal 22 Desember 1927 menerbitkan tajuk sekaligus menyiarkan keputusan tersebut dalam artikelnya yang berjudul “Tjipto’s Interneering (Tjipto Diinternir)”.

Artikel tersebut memberitakan keputusan dan pertimbangan yang jadi dasar mengirim Tjipto sebagai interniran. Tjipto Mangoenkoesoemo yang saat itu tepat berusia 42 tahun, seorang dokter yang lahir di Semarang dengan alamat terakhir di Bandung, diinternir ke Banda. Ia dianggap terbukti bersalah karena mengetahui dan ikut mendorong rencana dua prajurit Manado yang menemuinya di rumahnya yang menceritakan rencana meledakkan gudang mesiu di Bandung antara tanggal 17-18 Juni 1927. 

De Indische courant menyebutkan, Tjipto bahkan memberikan pada dua prajurit Manado uang sejumlah 10 gulden sebagai sumbangan untuk membantu rencana peledakan. Tjipto yang telah ditolak untuk tinggal di beberapa daerah (sehingga ia ditempatkan di Bandung sebagai interniran) menjadi alasan penguat bahwa ia dianggap sebagai ancaman yang serius bagi ketenteraman umum di lingkungannya. Hukuman internir menjadi hukuman yang paling tepat mengikuti undang-undang yang berlaku yakni dalam pasal 37 Konstitusi Hindia Belanda (Indische Staatsregeling). (Bersambung)  

*Tulisan kolom Ngulik Bandung merupakan bagian dari kolaborasi bandungbergerak.id dan Komunitas Djiwadjaman. Simak tulisan-tulisan lain Ahmad Fikri atau artikel-artikel lain tentang Tjipto Mangoenkoesoemo 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//