• Berita
  • Menyuarakan September Hitam, Ratusan Orang Mahasiswa Berunjuk Rasa di Bandung

Menyuarakan September Hitam, Ratusan Orang Mahasiswa Berunjuk Rasa di Bandung

Ratusan orang mahasiswa dari 20 kampus di Jawa Barat berunjuk rasa menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Dago Elos dan Rempang juga disebut.

Ratusan orang mahasiswa dari 20 kampus di Jawa Barat berunjuk rasa menyuarakan penuntasan pelanggaran-pelanggaran HAM di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat 29 September 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau29 September 2023


BandungBergerak,id – Ratusan mahasiswa dari 20 universitas di Jawa Barat menggelar unjuk rasa memperingati September Hitam di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat 29 September 2023. Dalam aksi yang diwarnai dengan orasi, pentas teatrikal, pembakaran flare, pelemparan molotov, dan rangsekan ke dalam kompleks kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) itu, mereka melontarkan lima tuntutan, di antaranya pembelaan kepada warga Dago Elos serta penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu. 

“Hari ini kita di jalan menuntut keadilan. Hari ini banyak pelanggaran HAM yang belum tuntas. Pemerintah telah gagal menuntaskan pelanggaran HAM,” ungkap salah satu mahasiswa Unisba dalam orasi lewat pengeras suara. 

Mahasiswa yang lain menimpali dengan menyebut deretan kasus pelanggaran HAM. Mulai dari pembunuhan Munir, peristiwa Tanjung Priok, tragedi Kanjuruhan, hingga malam di Dago Elos, Bandung.  

“Aparat (adalah) pengayom masyarakat, tapi kenyataannya aparat melakukan tindak represivitas yang sangat biadab. Aparat melakukan kejatatan HAM. Oleh karena itu, mari kita angkat tangan kita, tunjukkan bentuk perlawanan kita!” katanya.

Dalam unjuk rasa, massa mahasiswa bergiliran berorasi menyuarakan tuntutan penuntasan kasus-kasus kejahatan HAM. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Dalam unjuk rasa, massa mahasiswa bergiliran berorasi menyuarakan tuntutan penuntasan kasus-kasus kejahatan HAM. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Koordinator lapangan aksi Arya Pradana mengungkapkan bahwa unjuk rasa mahasiswa Jawa Barat hari ini membawa pesan September Hitam dengan memberi sorotan pada penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM. Termasuk juga kejahatan perampasan ruang hidup di beberapa daerah di Indonesia, seperti Rempang dan Dago Elos.

“(Dalam) Masalah agraria di Bandung, masalah Dago Elos, saat ini pemerintah condong ke penguasa (sehingga) sangat merugikan masyarakat,” kata Arya. 

Mulai berdatangan di depan Gedung Sate pada pukul 15.58 WIB, para mahasiswa membawa bendera kampus masing-masing, sejumlah alat peraga aksi, dan poster-poster tuntutan. Tulisannya macam-macam, seperti “Menolak lupa, merawat ingat”, “Matinya demokrasi di era Jokowi”, “Jabar berduka”, atau juga poster tuntutan agar Pejabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin membela warga Dago Elos: “Pak Bey mohon berikan keberpihakan dan dukungan kepada warga Dago Elos”.

Beberapa mahasiswa perempuan menggelar pentas teatrikal menyuarakan isu perempuan. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Beberapa mahasiswa perempuan menggelar pentas teatrikal menyuarakan isu perempuan. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Mahasiswa Perempuan dan Aksi Teatrikal

Dalam demonstrasi menyuarakan September Hitam ini, dua mahasiswa ISBI Bandung, Putri dan Angelica, menggelar aksi teatrikal. Kaus putih yang dikenakan Putri dibaluri dengan cat merah, menjadi simbol masih maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan.

oroti bagaimana kasus kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi. Perempuan masih dipaksa berada dalam posisi yang lemah dan rentan tak berdaya atas tubuh mereka. 

“Dalam Tragedi Trisakti, banyak kasus kekerasan terhadap perempuan. Mengapa perempuan hingga kini belum merdeka atas tubuhnya sendiri?” tanya Angelica ketika berorasi.

Angelica juga memberi sorotan pada masyarakat yang masih tidak peka terhadap hak perempuan. Juga pada aparat yang belum mampu berpihak pada korban kekerasan dalam prosesnya. Mereka yang seharusnya memberikan jaminan perlindungan, justru acuh.

“Ruang-ruang aman minim, sulit dijangkau para korban. Semoga masyarakat peka terhadap hal seperti ini karena hal ini bukan hal sepele. (Kami) menuntut ruang aman terhadap perempuan,” ucapnya.

Caca, mahasiswi Universitas Pasundan, menunjukkan sikap dengan mengenakan pakaian serba hitam dan memegang payung hitam. Secara khusus, dia menyoroti kasus agrarian di Dago Elos dan Rempang.

“(Sampai saat ini) Tidak ada respons dari pihak atau aparat penegak hukum maupun perwakilan masyarakat (terkait kasus pelanggaran HAM),” ungkapnya. 

Keresahan lain disampaikan oleh mahasiswi Unpas, Jenni. Dalam orasinya, dia menyoroti bagaimana kaum perempuan hingga kini belum mendapatkan ruang aman. Pelanggaran dan pelecehan terus dialami perempuan.

Dalam suasana yang memanas, massa mahasiswa menerobos masuk halaman Gedung Sate. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Dalam suasana yang memanas, massa mahasiswa menerobos masuk halaman Gedung Sate. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Baca Juga: PAYUNG HITAM #12: September Hitam dan Parade Melawan Kekerasan Negara
September Hitam di Bandung, Negara masih Mengabaikan Pelanggaran HAM

Situasi Memanas

Menuntut dapat bertemu dan berdialog dengan Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin, massa aksi mahasiswa bertahan hingga petang. Situasi memanas ketika beberapa orang membakar flare dan melemparkan molotov ke dalam kompleks Kantor Gubernur Jabar. Mahasiswa juga membakar sejumlah water barrier

Pada pukul 19.09 WIB, massa mahasiswa berhasil membuka gerbang kecil kompleks Gedung Sate dan memasuki halaman kantor Gubernur Jabar. Melakukan negosiasi dengan aparat yang berjaga, mereka menuntut untuk bisa bertemu dengan Pj Gubernur Jabar. 

Pada pukul 19.30 WIB massa mahasiswa melakukan aksi tutup mulut. Tidak lama setelah membaca selawat bersama pada pukul 19.53 WIB, mereka membubarkan diri.  

Ada lima tuntutan yang disampaikan mahasiswa dalam unjuk rasa ini, yakni penyelidikan oleh Jaksa Agung terhadap seluruh kasus pelanggaran HAM berat, pembuatan pakta integritas oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jawa Barat terkait pelayanan yang humanis, berpihak pada rakyat, dan mewujudkan penegakan demokrasi dan HAM, keberpihakan oleh Pejabat Gubernur Jawa Barat kepada warga Dago Elos dan pedagang Pasar Banjaran lama, pernyataan solidaritas bagi masyarakat tergusur di wilayah Rempang, serta penyelesaian permasalahan sampah di Jawa Barat.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Emi La Palau, atau membaca artikel-artikel menarik lain tentang September Hitam

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//