• Kolom
  • PAYUNG HITAM #12: September Hitam dan Parade Melawan Kekerasan Negara

PAYUNG HITAM #12: September Hitam dan Parade Melawan Kekerasan Negara

September merupakan bulan parade kekerasan negara terhadap warganya. Kami terus menggaungkan “Parade Melawan Kekerasan Negara”.

Fayyad

Pegiat Aksi Kamisan Bandung

Pejuang HAM Munir Said Thalib, dibunuh 7 September 2004. (Desainer/Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

28 September 2023


BandungBergerak.idSeptember kami daulat sebagai bulan yang penuh kekelaman. Kita dapat berkaca dari rentetan peristiwa nonkemanusiaan serta pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang terjadi pada bulan ini. September merupakan salah satu bulan yang tepat untuk menjadi titik refleksi kita sebagai manusia merdeka yang menginginkan keadilan dan kedamaian.

Perlu dipahami bahwa sampai saat ini, serentetan peristiwa tersebut belum juga diselesaikan oleh negara secara berkeadilan yang mengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia serta menjunjung tinggi martabat korban.

Kita mencatat dalam ingatan ada delapan peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan secara aktif oleh negara di bulan September. Tiga di antaranya terjadi di tahun 2019-2020. Alih-alih menyelesaikan pelanggaran atas pembunuhan pejuang HAM Munir Said Thalib (7 September 2004); pembunuhan petani penolak tambang-Salim Kancil (26 September 2015); genosida tanpa proses pengadilan (1965/1966); pembantaian Tanjung Priok (12 September 1984) secara brutal oleh tentara; Tragedi Semanggi II (24 September 1999) dianggap tak berarti. Dan negara justru menambah tiga kasus baru, brutalitas terhadap massa aksi selama demonstrasi #ReformasiDikorupsi (25-30 September 2019); penembakan terhadap pelajar/mahasiswa Randi dan Yusuf (26 September 2019) oleh polisi di Kendari; dan penembakan pendeta Yeremia (19 September 2020) sebagai bentuk kecil kekerasan negara di Papua.

Belum lagi peringatan hari Demokrasi Internasional (setiap 15 September) dan hari Tani Nasional (setiap 24 September) yang hanya sebatas perayaan seremonial belaka. Tidak ada demokrasi tanpa pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Berikut, hingga saat ini ternyata nasib kaum tani tak kunjung membaik mulai dari kemiskinan di perdesaan yang semakin meluas, ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah semakin tajam, bahkan disertai konflik agraria yang tak kunjung diselesaikan.

Baru-baru ini, kasus konflik agraria masih terjadi di antaranya Rempang Galang (7 September 2023); Anak Tuha, Lampung Tengah (21 September 2023); Seruyan, Kalimantan Tengah (24 September 2023) terus menambah daftar kelam pelanggaran HAM di bulan September yang lagi-lagi aktor negara bermain pada pelanggengan kekerasan terhadap warganya. Belum terhitung dengan rentetan pelanggaran lainnya yang tidak cukup mendapatkan ruang pemberitaan di media massa.

Baca Juga: PAYUNG HITAM #9: Aku Ingin Ikut Aksi Tanpa Direpresi!
PAYUNG HITAM #10: Agustus, Menerka Merdeka dalam (Belenggu) Kebebasan
PAYUNG HITAM #11: Seberapa Penting, sih, Hak Masyarakat Adat di Mata Negara?

Negara semakin Abai

Kita harus melihat lebih jeli bahwa negara semakin menjauh untuk menuntaskan deretan peristiwa pelanggaran HAM. Negara semakin tidak punya malu menunjukkan langkahnya yang lamban bahkan abai dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tersebut. Hal ini terlihat dari aktor-aktor yang terlibat dalam peristiwa pelanggaran HAM tersebut masih bisa menduduki posisi atau jabatan penting dalam pemerintahan, pernyataan pejabat publik yang kontradiktif dengan arah penyelesaian kasus bahkan memang cenderung tidak memahami akar persoalan, hingga ketidakjelasan dalam merevisi Undang Undang Pengadilan HAM.

Tidak butuh orang pintar yang dapat menyimpulkan bahwa prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia di Indonesia kian mundur. Gejala tersebut menjadi panorama yang dapat di lihat oleh semua orang. Menjelang penghujung bulan September ini, kami terus menggaungkan tagar “Parade Melawan Kekerasan Negara” sebagai ruang untuk merefleksikan ulang makna Hak Asasi Manusia di tengah upaya progresif negara memundurkan Hak Asasi Manusia itu sendiri.

Jika bukan kita yang terus mencoba mengingatkan, menagih, mendesak serta menuntut bersama terkait hak korban dan keluarga korban terhadap negara, bukan tidak mungkin September Hitam bulan-bulan lainnya akan menjadi semakin kelam. Mari terus merawat ingatan dan menjaga kewarasan sebagai cara memperjuangkan kemanusiaan di keseharian melalui Parade Melawan Kekerasan Negara.

HIDUP KORBAN!!!!

JANGAN DIAM!!!!

LAWAN!!!!

*Simak tulisan-tulisan lainnya tentang Payung Hitam di BandungBergerak.id

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//