• Kolom
  • PAYUNG HITAM #9: Aku Ingin Ikut Aksi Tanpa Direpresi!

PAYUNG HITAM #9: Aku Ingin Ikut Aksi Tanpa Direpresi!

Represi aparat kepolisian terbentang sejak Reformasi 1998 hingga aksi #ReformasiDiKorupsi, penolakan revisi UU KPK, RKUHP, dan aksi Tolak Omnibus Law.

Fauzan

Pegiat HAM dan Aksi Kamisan.

Demonstrasi mahasiswa Bandung saat menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, di antara Gedung DPRD Jabar dan Gedung Sate, 20 Mei 2021. Aksi ini berakhir rusuh. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

4 Agustus 2022


BandungBergerak.id“Air, air, air, mata gue perih woi buruan!!”, “Lari, lari, polisi ngejar cepetan larinya!” Kalimat yang serupa sering kali kita dengar ketika ikut dalam demonstrasi. Mungkin bagi sebagian orang ikut demonstrasi adalah hal yang menakutkan, menegangkan, dan penuh risiko.

Jika melihat jauh ke belakang tentunya, kekerasan yang dialami massa aksi bukanlah hal yang baru terjadi. Reformasi 1998 menjadi penanda betapa massa yang ikut dalam aksi menuntut turunnya Presiden Suharto, direspons dengan represif oleh aparat keamanan, sampai 4 mahasiswa Univesitas Trisakti tewas ditembak.

Maju ke tahun-tahun berikutnya, pada 2019 dalam memperingati hari buruh internasional di Kota Bandung berakhir dengan dibubarkanya massa aksi dengan cara represif dan penangkapan sewenang-wenang, total ada 619 massa aksi yang ditangkap oleh aparat kemanan tanpa alasan yang jelas.

Lalu, pada akhir tahun, #ReformasiDiKorupsi menyeruak akibat munculnya revisi UU KPK dan RKUHP yang memuat pasal-pasal kontroversial, direspons represif oleh aparat hingga menewaskan dua mahasiswa di Kendari. Selanjutnya, aksi Tolak Omnibus Law yang akhirnya menciptakan ketakutan massa karena akhirnya aparat kembali merespons aksi dengan represif dan bahkan menangkap massa aksi nonmahasiswa dalam perjalanan menuju titik aksi.

Polisi sebagai aparat keamanan nyatanya tak bisa memberi rasa aman kepada kelompok massa aksi. Fakta di lapangan, polisi kerap kali melakukan kekerasan kepada massa aksi. Padahal sebagai aparat keamanan, polisi harus memfasilitasi protes penggunjuk rasa agar jalannya aksi berjalan aman. Bahkan polisi sejatinya wajib melindungi seluruh massa aksi ketika melakukan protes. Ada 5 hal yang harus dilakukan polisi ketika mengamankan aksi:

Berkomunikasi

Komunikasi secara langsung yang dilakukan polisi harus menjadi pendekatan pengamanan utama, tentu saja komunikasi yang dilakukan polisi tidak boleh mengancam, mengintimidasi apalagi mengeluarkan umpatan-umpatan yang bisa menyulut amarah massa aksi. Sering kali polisi menggunakan gas air mata atau water cannon untuk membubarkan massa. Tindakan ini hanya menciptakan kekacauan.

Tetap Netral

Polisi sebagai individu bebas untuk bersikap setuju atau tidak dengan pesan dan tuntutan yang biasa dibawa para pengunjuk rasa. Tapi, saat mengamankan aksi, polisi harus bersikap netral dan meninggalkan segala pendapat pribadi. 

Asumsikan Semua Aksi Adalah Damai

Sering kali polisi bersikap berlebihan dalam mengamankan aksi dengan cara menghadirkan kendaraan lapis baja dan personel yang dipersenjatai lengkap yang akhirnya dapat mengintimidasi massa aksi. 

Memungkinkan Aksi Dilihat dan Didengar

Tentu saja polisi diminta untuk tidak membungkam protes, selain itu juga polisi seharusnya bertugas memungkinkan pengunjuk rasa menjangkau audiens mereka. Menghalangi atau bahkan melakukan penangkapan karena alasan yang tidak jelas tentu sudah melanggar hak seseorang untuk menyuarakan pendapatnya. 

Mediasi Konflik

Polisi harus bisa bertugas untuk mencegah kekerasan ketika adanya kehadiran kelompok aksi yang bertentangan dan tetap memberikan ruang untuk mengekspresikan pendapat dari kedua kelompok yang bertentangan secara damai.

Beranjak dari pengalaman pribadi ketika ikut dalam unjuk rasa, polisi berpakaian preman selalu menghampiri dan mengintimidasi kepada kelompok-kelompok kecil yang tidak tergabung dengan kelompok aksi utama, kelompok-kelompok kecil ini kerap dipukul mundur bahkan sebelum mencapai titik aksi. Upaya ini tidak jarang disertai dengan penangkapan tanpa alasan yang jelas. Ketika berada di titik aksi, komunikasi yang kurang baik sering dilakukan aparat keamanan, komunikasi yang intimidatif membuat meningkatnya eskalasi emosi massa aksi, komunikasi yang kurang baik ini juga sering diawali dengan tembakan gas air mata kepada massa aksi, hal ini sering menimbulkan banyak korban luka.

Baca Juga: PAYUNG HITAM #6: Rafi dan Impotensi Sistem Pendidikan
PAYUNG HITAM #7: 9 Tahun Aksi Kamisan Bandung, Kota Kembang (masih) tidak Ramah HAM
PAYUNG HITAM #8: RKUHP dan Rendahnya Komitmen Pemerintah dalam Melindungi Hak Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi

Aksi Alternatif

Dengan semakin gencarnya represivitas yang dilakukan polisi kepada pengunjuk rasa, tentu menciptakan ketakutan dan trauma sendiri kepada setiap orang. Meski demikian, peserta unjuk rasa tak kunjung surut. Ada yang tak jera meski harus pulang ke rumah dengan luka dan pakaian bersimbah darah. Lalu muncul pertanyaan, apakah tidak ada cara lain? Adakah aksi yang menjadi opsi baru untuk menyuarakan pendapat dan jauh dari represif aparat?

Akan selalu ada cara-cara lain untuk menyuarakan pendapat di ruang publik. Namun sekali lagi, represivitas aparat akan selalu mengintai dalam aksi damai sekalipun. Aksi kamisan merupakan aksi damai yang sering mendapa respons represif dari aparat.

Bagi Pengunjuk Rasa

Jangan terpaku pada arus utama, yakinilah kamu dan kelompokmu bisa mempunyai dampak yang sama besarnya dengan arus utama aksi. Rancang sendiri aksi yang akan kamu dan kelompokmu lakukan, orasi di depan gedung pemerintahan saat ini bukanlah pilihan yang tepat karena kamu bisa saja menjadi korban represi aparat dan kamu bisa saja ditangkap lalu diseret ke kantor polisi dengan sewenang-wenang.

Bersenang-senanglah, unjuk rasa harusnya menjadi tempat kamu bisa mengekspresikan dirimu sebebas mungkin, kuasailah titik aksimu, bernyanyi-nyanyi, berolahraga, bermain-main dititik aksi bisa dilakukan, dan dibarengi dengan membawa poster-poster tuntutan yang bisa mewakili suara kamu.

Jangan mudah terprovokasi oleh intimidasi aparat, sering kali aparatlah yang memancing emosi massa aksi agar terjadi kekacauan dalam aksi protes yang akhirnya malah mengaburka pesan dan tuntutan yang kamu bawa, fokus saja dengan kelompok dan tuntutanmu.

Pada akhirnya, sebagai massa aksi kita tidak bisa benar-benar aman dan terhindar dari represi aparat, akan selalu ada cara aparat untuk mengaburkan pesan dan tuntutan yang kita bawa salah satunya dengan represi dan intimidasi, akhirnya banyak media yang hanya terfokus pada kekacauan yang terjadi ketika aksi tersebut berlangsung. Semoga di kemudian hari tidak ada lagi darah yang menetes di jalanan dan tiada lagi nyawa yang melayang akibat represi aparat.

*Tulisan kolom PAYUNG HITAM merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Aksi Kamisan Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//