Mengkritisi Istilah “Memiting” dari Kacamata Linguistik
Memiting memiliki tendensi makna pada kontrol atau pembatasan gerakan seseorang, sering kali dilakukan dalam konteks situasi yang mungkin tidak menyenangkan.
Asnita Sirait
Pengajar dan Mahasiswa yang Menggeluti Bidang Pengajaran dan Linguistik
2 Oktober 2023
BandungBergerak.id – Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi sangat berdampak pada arus informasi di kalangan masyarakat baik di dunia nyata atau pun di arena maya. Derasnya peredaran informasi memungkinkan manusia untuk dapat mengetahui situasi, berita, polemik, atau kejadian yang bahkan jauh dari jangkauan pikirannya. Sedikit saja sebuah peristiwa mengena di hati, baik karena kemenarikan, kebaikan, maupun keburukan, maka bersiaplah berita atau konten tersebut dikonsumsi oleh warga (net) dan viral. Kata viral ini biasanya digunakan untuk menggambarkan sebuah peristiwa yang diunggah ke media sosial dengan sengaja atau tidak sengaja, yang kemudian ditonton dan dibagikan secara luas.
Salah satu berita yang juga kini viral adalah istilah pemaknaan “memiting”. Istilah ini berawal dari pernyataan seorang panglima TNI kepada para prajuritnya untuk memiting masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi di Wilayah Rempang, Kota Kepulauan Riau. Bagaimana kemudian makna memiting ini dilihat dari sudut pandang ilmu bahasa atau linguistik? Benarkan memiting bermakna sama dengan kata merangkul seperti yang sudah diklarifikasi pasca keviralan berita tersebut?
Pemaknaan Tindak Tutur dari Sudut Pandang Semantik
Sebuah kata dapat bermakna ganda atau taksa. Maka untuk melihat makna dari pertuturan perlu dilihat makna dasar kata tersebut dan kemudian disandingkan dengan makna secara kontekstual di mana bahasa tersebut digunakan. Kata dasar memiting adalah “piting” yang menurut KBBI berarti apit atau jepit (dengan kaki atau lengan), sedangkan memiting bermakna mengapit atau menjepit dengan kaki atau lengan. Contoh penggunaan dalam kalimat adalah “Dengan sigap dia menubruk musuh itu lalu memiting batang lehernya.” Secara semantik, sebuah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna kata dalam kalimat, kata memiting di sini menunjukkan adanya kontak fisik dengan menggunakan kekuatan karena menunjukkan proses pemaksaan dari aktivitas mengapit atau menjepit dengan kaki atau pun lengan. Memiting kemudian jika dilihat dari penggunaan kata selanjutnya dapat dipadankan dengan memiting leher, memiting tangan, atau memiting kaki.
Bagaimana kemudian ketika kata “memiting” dimaknai sama dengan merangkul? Seperti diketahui bahwa pasca keviralan berita tentang “memiting warga”, Kapuspen memberikan klarifikasi bahwa makna “piting” adalah “merangkul”. Berita ini telah diterbitkan oleh media daring Republika pada tanggal 18 September 2023 dengan judul Kapuspen Jelaskan yang Dimaksud Panglima TNI Piting Warga Adalah Merangkul. Dilihat dari pemaknaan leksikalnya, merangkul adalah tindakan memeluk atau memegang seseorang dengan kasih sayang, dukungan, atau rasa persahabatan.
Menurut KBBI daring makna leksikal merangkul atau rangkul adalah mendekap atau memeluk. Merangkul adalah melingkarkan lengan pada pundak (tubuh, pinggang, dan sebagainya); memepetkan badan pada badan dan sebagainya orang lain sambil melingkarkan kedua lengan memeluk. Maka makna memiting dan merangkul adalah dua tindakan fisik yang berbeda dalam konteks hubungan antara manusia. Meskipun keduanya melibatkan kontak fisik, ada perbedaan signifikan dalam cara mereka dilakukan dan makna yang terkait dengan setiap tindakan tersebut.
Baca Juga: Fenomena Bahasa Jaksel Menggerus Cara Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar?
Mengenal Profesi Pengalih Bahasa Bersama Ivan Lanin
Selain Semrawut, Reklame-reklame di Bandung Menjadi Contoh Buruk Penggunaan Bahasa Indonesia
Pergeseran Makna Berdasarkan Konteks Pertuturan
Pemaknaan kata yang bermakna ganda kemudian dapat dilihat dari penggunaan praktis kata tersebut. Misalnya tuturan tersebut digunakan dalam konteks apa, kepada siapa, siapa penuturnya, dan siapa petuturnya. Makna memiting dapat bergeser sesuai dengan konteks atau tempat dan waktu penggunaan istilah tersebut digunakan. Dikaji dari pendekatan pragmatiknya, Saifullah, A.R (2018) menyebutkan bahwa peristiwa komunikasi melibatkan tiga komponen; penutur, petutur, dan tindak tutur. Tindak tutur yang disampaikan oleh penutur akan menghasilkan tindak tutur lokusi (ujaran), tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Tindak tutur perlokusi adalah ujaran atau isi pesan yang disampaikan kepada petutur. Tindak tutur perlokusi adalah tindakan sebagai dampak dari tuturan ilokusi pembicara kepada pendengarnya.
Pernyataan “memiting” ini kemudian sebagai tindak tutur dapat dilihat dari dua sisi. Yang pertama, seorang TNI sebagai penutur atau sebagai seorang tentara yang petuturnya pada saat itu adalah prajurit yang sama-sama tentara. Jika pertuturan ini terjadi dalam latihan atau menghadapi musuh yang mengancam, tindakan memiting dapat dilakukan demi keselamatan atau menghentikan konflik. Pilihan “memiting” dapat lebih berterima karena dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban dari pada menggunakan senjata yang dapat melukai masyarakat. Selain itu, situasi penutur dan petutur ada dalam konteks yang sama.
Namun di sisi lain, tindak tutur tersebut ketika ditujukan, dalam konteks, kepada orang yang lebih lemah, maka makna memiting dapat menjadi mengintimidasi. Selanjutnya ketika pertuturan ini sampai ke petutur yang bukan prajurit melainkan masyarakat sebagai perespons tindak tutur atau perlokusi, maka memiliki makna yang tidak sama seperti ketika petuturnya adalah prajurit. Tindak tutur ilokusi tidak lepas dari konteks tuturan yang sedang berlangsung.
Jika dilihat konteks terjadinya kerusuhan dalam peristiwa penggusuran tersebut, masyarakat termasuk orang yang lemah dan determinan, dan prajurit lebih dominan. Maka dalam hal ini, penutur kurang mempertimbangkan siapa saja petutur yang dihadapi atau yang mungkin mengonsumsi pernyataan, dan juga dampak tindak tutur perlokusinya.
Memiting Bermakna Sama dengan Merangkul?
Setelah melihat makna secara leksikal, penggunaannya dalam kalimat, dan makna tindak tutur berdasarkan konteksnya, makna memiting dan merangkul berbeda. Perbedaan utama antara memiting dan merangkul dapat dilihat dari niat dan makna yang terkait dengan setiap tindakan tersebut. Memiting memiliki tendensi makna pada kontrol atau pembatasan gerakan seseorang, sedangkan merangkul memiliki tendensi makna pada perasaan kasih sayang dan dukungan emosional. Selain itu, memiting sering kali dilakukan dalam konteks situasi yang mungkin tidak menyenangkan atau konflik, sedangkan merangkul dilakukan dalam konteks hubungan yang positif dan saling mendukung. Penggunaan kata memiting yang kemudian dimaknai “merangkul” tidak dapat begitu saja disandingkan.
Penggunaan kata memiting dan merangkul dapat menjadi taksa tergantung pada konteks dan niat individu yang merupakan petutur dan penutur pada saat itu. Misalnya, dalam situasi konflik di mana seseorang mencoba untuk mengendalikan atau menahan individu lain dengan kekuatan fisik, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai memiting. Namun, dalam konteks relasi yang dekat tindakan memiting dapat dianggap sebagai merangkul karena niat dan makna yang terkait dengan tindakan tersebut berbeda.
Maka, penggunaan tindak tutur “memiting” yang kemudian diklarifikasi oleh penutur berarti “merangkul” setelah terjadinya viral bisa disebut sebagai bentuk berkilah dari segi pemaknaan semantik maupun pragmatis. Oleh karena itu penutur harus lebih berhati-hati dan lebih bijak dalam memilih kata dan melihat konteks siapa lawan bicara, di mana peristiwa terjadi, kepada siapa instruksi diberikan, dan siapa pelaku instruksi untuk menghindari pemaknaan yang taksa. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua orang menggunakan kilah dengan maksud yang buruk, bisa juga sebagai strategi komunikasi untuk menyampaikan pesan dengan cara yang lebih persuasif atau diplomatis, menghindari konflik langsung atau mempertahankan privasi dalam situasi tertentu.