• Kolom
  • PAYUNG HITAM #15: Dari Elos ke Ibukota Negara, Semangat Kami Semakin Membara

PAYUNG HITAM #15: Dari Elos ke Ibukota Negara, Semangat Kami Semakin Membara

Resolusi Komisi HAM PBB Nomor 2004/28 telah menetapkan jika penggusuran paksa merupakan bentuk pelanggaran HAM berat.

Rizki Fauzan

Pegiat Aksi Kamisan Bandung

Warga Dago Elos yang tergabung dalam Forum Dago Melawan melakukan aksi di Jakarta, Selasa, 10 Oktober 2023. (Foto: Instagram Dago Melawan)

19 Oktober 2023


BandungBergerak.id – Hari Senin, tanggal 14 Agustus 2023 sepertinya menjadi babak baru bagi warga Dago Elos dalam memperjuangkan tanah yang sudah mereka tempati selama puluhan tahun, seperti yang kita tahu, pada hari yang sama pula warga Dago Elos harus menghadapi kekerasan nyata dari aparat kepolisian. Gas air mata, water canon, pemukulan, pengejaran, penangkapan secara acak dimalam itu menjadi hantu nyata yang meneror warga Dago Elos.

Waktu berlalu, nyatanya ancaman-ancaman yang diterima warga Dago Elos tidak membuat mereka menyerah dan tunduk pada segala bentuk pembungkaman dan perampasan ruang hidup. Tepat pada tanggal 10-12 Oktober lalu, warga Dago Elos berbondong-bondong berangkat mengeruduk kota Jakarta dengan membawa pesan “Ganyang Muller Penipu Sampai Menang!”, kali ini warga Elos datang ke berbagai lembaga untuk melaporkan kekerasan yang mereka terima pada tanggal 14 Agustus lalu dan tentu saja melaporkan pemalsuan dokumen yang dilakukan Muller cs. Atas dasar kekecewaan yang mereka rasakan kepada berbagai lembaga yang ada di kota Bandung yang seakan tidak peduli dan bahkan justru memperlambat proses laporan dan aduan yang warga lakukan, menjadi alasan kuat warga untuk menggeruduk kota Jakarta.

Terhitung ada 7 lembaga yang didatangi warga Dago Elos, Kedubes Belanda, Komnas HAM, Komnas Perempuan & Anak, Kompolnas, Mabes Polri, Kementrian ATR/BPN & KSP bergantian didatangi warga Elos. Tentu saja kedatangan warga Dago Elos ini tak luput dari pengawasan aparat kepolisian, kabarnya sejak satu hari sebelum kedatangan warga Elos, kepolisian sudah berdatangan ke kantor YLBHI-LBH Jakarta tempat warga Dago Elos beristirahat, sampai aparat yang disiapkan secara masif dan berlebihan di berbagai lembaga yang warga datangi, entah apa maksud dari pengawasan yang terkesan berlebihan tersebut, tapi nyatanya semua ancaman yang dialami warga Elos sama sekali tidak menurunkan semangat mereka untuk memenjarakan Muller cs.

“Pertemuan hari ini adalah pertemuan yang ditakuti oleh negara kawan-kawan, pertemuan rakyat miskin yang menolak tunduk!” Suara keras di depan Kementerian ATR/BPN, kalimat yang menggambarkan respons aparat kepolisian ketika kehadiran warga Elos di Jakarta.

Perlu diketahui, perjuangan dan perjalanan warga Dago Elos untuk berangkat ke Jakarta tentu tidak mudah, warga Elos yang notabene berprofesi sebagai pedagang harus rela meliburkan dagangannya untuk berangkat ke Jakarta kehilangan penghasilan beberapa hari tidak mereka hiraukan, belum lagi harus meninggalkan anak dan keluarga yang tidak bisa ikut ke Jakarta dan tentu saja mengambil cuti kerja. Semua pengorbanan itu tidak lain hanya untuk terus memperjuangkan hak tanah yang hingga detik itu masih terus dihantui ancaman penggusuran.

Selama 3 hari di Jakarta, warga Elos melakukan berbagai kegiatan di kota Jakarta, mulai dari melakukan pelaporan dan aduan, diskusi bersama warga-warga korban penggusuran lainnya di sekitar Jakarta seperti, warga Pancoran, warga Kampung Bayam, dan juga warga Kampung Bulak, Depok. sampai melakukan audiensi dengan berbagai lembaga. Semua ini dilakukan warga Elos dengan semangat yang begitu membara, semangat yang tergambar jelas dari raut wajah mereka, sejak kedatangan mereka di kantor YLBHI-LBH Jakarta pada Selasa dini hari tidak ada wajah lelah yang terlihat, terlebih mereka hanya bisa beristirahat beberapa jam sebelum bersiap untuk mengeruduk berbagai lembaga, warga Elos yang terbiasa dengan suhu sejuk daerah Dago selama 3 hari kemarin mereka dipaksa harus bisa menyesuaikan dengan suhu panas khas kota Jakarta, makan dan tidur dengan berbagai keterbatasan yang ada. Semangat ini juga ditunjukkan oleh berbagai pihak yang juga bersolidaritas dalam perjuangan warga Dago Elos, mempersiapkan tempat istirahat yang nyaman di YLBHI-LBH Jakarta, mobil pengeras suara yang disiapkan kawan-kawan KASBI membantu warga Elos meneruskan suara di depan ATR/BPN, konsumsi warga Elos selama di Jakarta yang dipersiapkan oleh kawan-kawan front mutual aid, kawan-kawan paramedis dari SBI-RS Premier, IRES yang selalu sigap menjaga kesehatan warga Elos.

Akhirnya, pada hari Kamis bersama kawan-kawan Aksi Kamisan di depan Istana Negara menjadi penutup rangkaian agenda Dago Elos Geruduk Jakarta yang efektif, suara warga sampai ke Istana. Kamis malam warga Elos pulang kembali ke Dago Elos, kembali ke tempat yang diperjuangkan bertahun-tahun, kembali ke rumah masing-masing dengan harapan baru yang diucapkan dan dijanjikan berbagai lembaga yang telah digeruduk oleh warga Elos.

Baca Juga: PAYUNG HITAM #12: September Hitam dan Parade Melawan Kekerasan Negara
PAYUNG HITAM #13: 1 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Keadilan Tertiup Angin
PAYUNG HITAM #14: Kekerasan Aparat dan Tuntutan Warga Desa Bangkal yang Diabaikan

Penggusuran paksa adalah bentuk pelanggaran HAM Berat!

Dalam pendapat umum PBB Nomor 7 tahun 1997 tentang penggusuran paksa dan United Nations Basic Principles and Guidelines on Development-Based Evictions and Displacement mengatur standar-standar HAM bagi warga yang menjadi korban penggusuran. Standar HAM ini yang perlu diperhatikan dan menjadi sangat penting karena pada resolusi Komisi HAM PBB Nomor 2004/28 telah menetapkan jika penggusuran paksa merupakan bentuk pelanggaran HAM berat.

Penggusuran paksa sendiri merenggut berbagai hak asasi yang diakui secara internasional, seperti: Hak atas perumahan yang layak, Hak atas kesehatan, Hak untuk bebas dari perlakuan kejam, Hak atas informasi, Hak atas kebebasan bergerak dan masih banyak hak asasi lainnya. Dampak dari penggusuran paksa nyatanya dapat menempatkan korban penggusuran dalam kerentanan, penggusuran paksa dapat menyebabkan korbannya hidup dalam jerat kemiskinan yang ekstrem, risiko gangguan kesehatan fisik & mental dan juga mengalami trauma yang mendalam.

Dalam konteks Dago Elos, meski hingga detik ini belum terjadi penggusuran paksa, namun warga sudah menerima berbagai ancaman dan teror selama mempertahankan hak atas tanahnya. Dengan berbagai cara warga Elos untuk mempertahankan tanahnya tentu tidak dipungkiri berbagai pelanggaran HAM sudah terjadi dalam kasus Dago Elos.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//