PAYUNG HITAM #14: Kekerasan Aparat dan Tuntutan Warga Desa Bangkal yang Diabaikan
Aksi warga Desa Bangka di Kabupaten Seruyan menuntut perusahaan sawit mematuhi kesepakatan mediasi berakhir bentrok dengan aparat. Seorang warga kehilangan nyawa.
Fayyad
Pegiat Aksi Kamisan Bandung
14 Oktober 2023
BandungBergerak.id – Sabtu, 16 September 2023, terjadi aksi berikut mediasi di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah antara warga dengan pihak perusahaan. Hasilnya, pertama, dari pihak perusahaan menyatakan bersedia untuk memberikan kebun plasma yang berbentuk alokasi dana plasma setara dengan luas kebun lebih kurang 235 hektare. Kedua, jumlah luasan lahan yang belum mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU) seluas lebih kurang 1.175 hektare ini telah termasuk 235 hektare yang rencananya akan dibayarkan lebih dahulu. Ketiga, pihak perusahaan menyatakan bersedia untuk memberikan kegiatan usaha produktif yang akan difasilitasi oleh PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I anak perusahaan BEST Group – beroperasi sejak 2006/2007, namun belum menuntaskan kewajiban membangun kebun warga – bersama pemerintah daerah setempat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pihak perusahaan dituntut untuk memfasilitasi pembangunan kebun bagi masyarakat di luar izin HGU perusahaan. Adapun besaran pembagian mengenai dana alokasi plasma untuk setiap desa yang menjadi sasaran penerima manfaat selanjutnya akan ditetapkan berdasarkan kesepakatan di tingkat desa untuk kemungkinan menjadi penetapan di tingkat kecamatan. Rincian dana alokasi plasma yang awal kurang lebih 235 hektare akan diusulkan kembali menjadi lebih kurang 500 hektare dengan pembagian Desa Bangkal sebesar lebih kurang 300 hektare, Desa Tabiku dan Terawan masing-masing lebih kurang 100 hektare.
Akan tetapi, seluruh kesepakatan tersebut diabaikan oleh pihak perusahaan. Hal tersebut kemudian memantik warga sehingga melakukan aksi pendudukan lahan selama hampir sebulan. Setiap hari mereka menduduki kawasan PT HMBP I sampai tuntutannya dipenuhi. Setidaknya 23 hari sudah ratusan warga melakukan aksi pendudukan lahan tersebut dan menuntut kebun plasma sebesar 20 persen.
Baca Juga: PAYUNG HITAM #11: Seberapa Penting, sih, Hak Masyarakat Adat di Mata Negara?
PAYUNG HITAM #12: September Hitam dan Parade Melawan Kekerasan Negara
PAYUNG HITAM #13: 1 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Keadilan Tertiup Angin
Berakhir Bentrok dengan Aparat
Konflik kian memanas dan bentrokan pertama meletus pada Kamis, 21 September 2023, ketika itu warga ditembaki gas air mata oleh aparat yang kemudian dibalas oleh warga dengan bereaksi spontan melakukan perlawanan dan membakar beberapa fasilitas perusahaan. Bentrokan kedua kembali meletus pada Sabtu, 23 September 2023 malam, di mana aparat kepolisian kembali melakukan tindakan-tindakan represif yang menyebabkan dua warga mengalami luka-luka.
Sabtu, 7 Oktober 2023, menjadi hari kelam bagi warga Desa Bangkal. Pagi itu, warga yang akan melakukan aksi dihadang oleh aparat kepolisian dari Polda Kalteng dengan senjata lengkap. Waktu berselang, di lapangan mulai terdengar suara dari arah aparat dengan sebutan "gas air mata, persiapan gas air mata, lima gas air mata persiapan" tak berselang lama kembali terdengar perintah "bidik, bidik kepalanya, bidik" lalu menyusul suara tembakan.
Gijik (35 tahun), seorang warga Bangkal, harus tewas mengenaskan ditembak peluru tajam milik aparat di kebun sawit milik PT HMBP I. Gijik turut serta aktif melakukan aksi bersama ratusan warga Bangkal lainnya yang menuntut pihak perusahaan agar sesegera mungkin memberikan hak yang sudah seharusnya menjadi milik warga.
Kejadian ini bisa disimak dari video yang tersebar berdurasi 1 menit 19 detik. Gijik yang tengah duduk tiba-tiba langsung berdiri karena melihat teman seperjuangannya, Taufik Nurahman (21 tahun), tertembak pada bagian pinggang. Gijik yang berniat menolongnya justru malah ditembak di bagian dada, dan diduga menembus jantung. Gijik dan Taufik sempat dilarikan ke rumah sakit, akan tetapi disayangkan nyawa Gijik tidak terselamatkan. Sedangkan Taufik masih dirawat secara intensif.
Bentrokan kali ini kembali menelan korban yang nyawa berharganya direnggut paksa dengan timah panas yang tidak lain merupakan milik aparat kepolisian. Korban lainnya mengalami luka berat hingga ringan, belum lagi dampak traumatis yang muncul dari adanya bentrokan tersebut biasanya jarang menjadi sorotan dan diperhatikan baik itu oleh aparat, pemerintah setempat ataupun pusat, termasuk pihak perusahaan. Puluhan warga pun ditangkap padahal mereka hanya menyuarakan apa yang seharusnya menjadi hak mereka sebagaimana yang telah dijanjikan oleh perusahaan. Namun, sampai nyawa Gijik melayang pun pihak perusahaan tidak merespons dengan baik.
Berkaca pada konflik ini, kita seharusnya bisa membuka mata-hati bahwa lagi-lagi aparat keamanan (TNI - Polri) masih dijadikan sebagai garda terdepan untuk menjaga aset-aset perusahaan. Pendekatan yang begitu brutal tetap digunakan untuk mengancam siapa pun yang mencoba melawan. Dengan tidak memenuhi hak dan tuntutan dari warga secara gamblang terlihat bagaimana perusahaan tak ingin dirugikan atas alasan apa pun. Dan jika ada ungkapan belasungkawa, itu tidak lain hanya untuk meredam dan seolah-olah otoritas telah menuntaskan kewajibannya membela dan melindungi warga.
*Kolom PAYUNG HITAM merupakan bagian dari kolobarasi BandungBergerak.id dan Aksi Kamisan Bandung