• Buku
  • RESENSI BUKU: Upaya Sia-sia Mengikuti Standar Orang

RESENSI BUKU: Upaya Sia-sia Mengikuti Standar Orang

Buku Gadis Minimarket gubahan Sayaka Murata menyajikan kisah Keiko yang kehilangan dirinya sendiri menghadapi tekanan agar berlaku seperti apa yang disebut normal.

Sampul buku Gadis Minimarket karya Sayaka Murata terbitan Gramedia Pustaka Utama (2016). (Foto: Selo Rasyd Suyudi)

Penulis Selo Rasyd Suyudi 20 Oktober 2023


BandungBergerak.id – Ada sebuah target-target, konsep-konsep yang (kiranya) ilusif, yang entah sejak kapan ditetapkan menjadi sebuah “standar”. Dikatakan bahwa seseorang pada umur X normalnya sudah menikah, umur X memiliki anak, bergaji X ke atas, dan seterusnya, dan seterusnya. Seperti sudah konsensus, setiap orang wajib mengikutinya. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai akan dicap aneh.

Dianggap aneh ini, oleh orang-orang ini bahkan oleh keluarga sendiri dirasakan Keiko Furakara. Dalam Gadis Minimarket gubahan Sayaka Murata, Keiko bukan saja harus menanggapi pertanyaan soal kerja dan asmara, tapi juga secara langsung maupun tidak, ditekan agar sesuai dengan apa yang disebut sebagai “standar.”

Dalam satu masa, Keiko menceritakan dirinya yang waktu itu memberikan seekor burung mati kepada ibunya, sedang temannya yang lain hanya bisa menangis. Di benak Keiko kecil, burung mati itu akan sedap bila menjadi santapan dan pastilah keluarganya pun akan senang. Tapi ibunya tidak bisa membiarkan hal tersebut terjadi, lalu menyuruh Keiko untuk menguburkannya saja.

Lainnya, Keiko menceritakan dirinya saat jam pelajaran olahraga berlangsung. Waktu itu ada anak laki-laki yang sedang berseteru. Hiruk pikuk penonton yang histeris meminta pertolongan membuat Keiko berinisiatif menangkan. Akhirnya pertengkaran selesai olehnya setelah sebuah skop mendarat pada kepala salah seorang yang sedang bertengkar.

Alasan Keiko melakukan hal tersebut adalah efisiensi, tak sejumput pikiran untuk melukai atau ingin ikut serta dalam pertikaian, ia hanya merasa cara itu memang yang paling cepat dan tepat dilakukan.

“‘Tapi, mereka ingin perkelahian itu dihentikan dan kupikir apa yang kulakukan akan menghentikan Yamazaki-kun dan Aoki-kun.’ Aku menjelaskan dengan sabar sambil bertanya-tanya dalam hati mengapa para guru marah.” Kata Keiko (hlm. 13).

Meski beralasan begitu, Keiko diputuskan bersalah sebab sudah melukai murid lain, ibunya pun diundang pada rapat guru untuk membicarakan kejadian tersebut.

Ibu Keiko hanya bisa berputus asa, meminta berkali-kali pada Keiko untuk sadar, pun sewaktu Keiko dibawa konseling, sang konselor hanya bisa menyarankan keluarga untuk memberikan kasih sayang dan perhatian lebih padanya.

Hingga SMA ataupun kuliah, kejadian semacam itu tidak berulang. Bukan sebab Keiko sudah “normal”, tapi karena ia berkomitmen untuk tetap diam dan tidak berbicara saat di luar rumah kecuali pada keluarganya sendiri.

 “Aku tak bermaksud membuat Ayah dan Ibu sedih, atau membuat mereka harus meminta maaf kepada banyak orang. Akhirnya kuputuskan untuk sebisa mungkin tidak berbicara saat berada di luar rumah. Aku memilih untuk meniru orang lain atau mengikuti instruksi orang lain, dan berhenti mengambil tindakan sendiri.” (hlm. 14).

Keputusan tersebut membuat Keiko menjadi seseorang dengan kesendirian akut.

Baca Juga: RESENSI BUKU: Novel Bekisar Merah dan Sensasi Drama Korea ala Ahmad Tohari
RESENSI BUKU: Pergulatan Karman
RESENSI BUKU: Menjelajahi Keterasingan Manusia dalam Urban Delirium

Minimarket: Semesta di mana Keiko Diterima

Di minimarket yang bernama Smile Mart Stasiun Hiiromachi itu Keiko bekerja. Ia menjadi pekerja paling awal sejak pembukaan, yaitu saat Keiko memasuki tahun pertama kuliah. Semuanya berjalan lancar, ia mendapat pelatihan selama dua minggu sebelum peresmian, ia pun dipandu menjadi pegawai yang baik dan benar berdasar buku pedoman.

Sederhananya, di minimarket Keiko tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh—yang karenanya kejadian seperti di masa silam tak lagi terjadi. Dan sebab kerja sebagai pegawai minimarket yang tak lepas dari interaksi dengan pelanggan, membuat Keiko merasakan menjadi bagian dari masyarakat untuk pertama kali.

“Ketika pagi datang, aku kembali menjadi pegawai minimarket, bagian dari masyarakat. Inilah satu-satunya cara agar aku bisa menjadi manusia normal.” (hlm. 27)

18 tahun sudah Keiko menjalani keseharian sebagai pegawai minimarket berikut merasakan hadir dan perginya pegawai dan manajer lama ke pegawai dan manajer yang baru.

Dan 18 tahun “perasaan” menjadi bagian masyarakat tersebut perlahan dikikis dengan pertanyaan-pertanyaan orang di sekitar. Kesehatan fisik dan orang tua sakit menjadi dua alasan Keiko ketika menjawab pertanyaan mengenai alasan ia masih bekerja di minimarket. Dua alasan tersebut bukan dari Keiko sendiri, melainkan ide adiknya.

Alasan tersebut mungkin saja akan ampuh untuk memberhentikan pertanyaan yang mencekam yang bersifat pribadi, tapi dengan umurnya yang menginjak 36 tahun Keiko sukar untuk mengelak, dengan begitu ia terus dicecar rasa penasaran orang-orang terhadap dirinya. Termasuk soal asmara Keiko pun dipertanyakan.

Padahal memilih untuk tetap melajang ataupun masih bekerja sambilan pada usia yang  tak lagi muda adalah hak individu. Tapi mengapa sikap-sikap penolakan terhadap sesuatu yang dianggap berbeda masih juga terjadi?

Memang kenyataan soal dunia yang berpegang teguh pada HAM tak dapat dielak, tapi kenyataannya, “Dunia normal adalah dunia yang tegas dan diam-diam selalu mengeliminasi objek yang dianggap asing. Mereka yang tak layak akan dibuah.” (hlm. 82)

Selalu begitu, dan bagi Keiko dunia normal dan masyarakat patriarkis yang hadir di hadapannya selalu menuntut lebih dan mendikte dirinya.

 “Karena itulah aku sadar bahwa sejak Zaman Jomon masyarakat tak berubah... Meskipun masyarakat modern bicara soal individualisme, mereka yang berbeda harus bersiap untuk dicampuri urusannya, ditekan, dan akhirnya diasingkan dari desa.” Kata Shihara satu waktu pada Keiko. (hlm. 91)

Ia sudah bekerja, menganggur dan diam di rumah pun pernah ia lakukan, tak kelewatan untuk menghadiri pertemuan bersama kawan-kawannya, bahkan di bagian akhir cerita ia hidup bersama Shihara di kamarnya. Namun tetap saja, orang-orang di sekitarnya selalu menekan Keiko untuk melakukan lebih, mereka tidak pernah puas dengan apa yang Keiko lakukan.

Hingga pada akhirnya, menuruti tuntutan sana-sini tidak mengubah Keiko menjadi apa yang dibilang orang-orang sebagai normal. Bahkan hanya membuat Keiko semakin kehilangan dirinya sendiri, semakin membuatnya tak tenang.

Informasi Buku

Judul: Gadis Minimarket
Penulis: Sayaka Murata
Alih Bahasa: Ninuk Sulistiyawati
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2016
Desain Sampul: Orkha
Halaman: 160 halaman
ISBN: 9786020644394

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//