• Buku
  • RESENSI BUKU: Menjelajahi Keterasingan Manusia dalam Urban Delirium

RESENSI BUKU: Menjelajahi Keterasingan Manusia dalam Urban Delirium

Muhammad Raza Pahlawan melalui buku kumpulan cerita pendek berjudul Urban Delirium mengajak pembaca memaknai kehidupan dan keterasingan.

Buku kummpulan cerpen Urban Delirium karya Muhammad Raza Pahlawan (Koburi Books, 2023). (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah17 September 2023


BandungBergerak.idApa yang terbayangkan dari kehidupan ini, bila rumah yang kita bangun, tanah yang dibeli dari hasil menabung, dan kemudian dirampas sewenang-wenang dengan dalih pembangunan dan penantaan lebih indah namun menghapuskan kenangan sejarah di ingatan kita? Geografi ingatan memang seru untuk dijelajahi; pertemuan demi pertemuan dengan jamak orang pasti memiliki kesan, tak hanya dengan sesama manusia namun juga dengan tempat-tempat pernah kita menggunjunginya.

Jauh dari itu, terkadang lagu, barang, serta remeh-temeh lainnya pun selalu membangkitkan ingatan. Iingatan itu bernama waktu; waktu juga yang menjadi asing di kehidupan kolektif kita akhir-akhir ini. Bahkan ada yang sengaja memanipulasi waktu serta memaksa menghapus ingatan tentang waktu di kepala kita. Hari ini penindasan-perampasan yang terjadi disebabkan oleh itu semua, oleh kealfaan terhadap waktu.

Lalu, pertanyaannya adalah kapan terakhir kita mengingat setiap pertemuan demi pertemuan dengan jamak orang? Terlalu banyak dan pusing. Baiklah, terakhir kali mengingat pertemuan dengan orang yang kita cintai seperti kekasih atau mereka yang menjadi pasangan kita sekarang, terlalu lebay? Ya sudah, kapan terakhir mengingat guru yang mengajari kita membaca, menulis, serta membagikan pengetahuannya pada kita?

Ah, sayangnya kita terkadang melupakan pertemuan-pertemuan pertama itu. Namun kadang-kadang ia juga menyelinap dalam kehidupan kita yang serba (sok)-sibuk minta ampun.

Organ Tubuh dan Keterasingan

“Organ tubuhku adalah keterasingan umat manusia,” begitulah sampul depan dari sekumpulan cerita pendek (cerpen) stensil yang diterbitkan oleh Koburi Books. Stensil cerpen berjudul “Urban Delirium” ini ditulis Muhammad Raza Pahlawan yang memuat lima cerita pendek.

Apa yang ditulis di atas merupakan refleksi dari cerpen-cerpen yang ditulis oleh Raza. Di bab awal, Raza sedang mengajak aku untuk mengingat pertemuan, entah dengan siapa pun, baik itu kekasih, guru, kawan baik, atau orang random di jalan yang akhirnya bisa ngobrol nyambung gitu. Terkadang, momen-momen itu luput dari kita, entah bisa jadi kesibukan atau memang malas mengingat-ingatnya, atau ada hal pahit dari pertemuan itu.

Tapi pertemuan itu mengajak kita untuk menelusuri kapan, di mana awal kali bertemu dengan orang tersebut. Pertemuan pertama memang membuat kita terbunuh berkali-kali. “Aku tak takut! Dia pikir aku tak bisa membunuhnya berkali-kali. Aku bisa!” (halaman 7).

Pada selanjutnya, di cerpen “Sendawa” Raza tak mengajak kita bermain-main pada semesta ide yang menyuruh kita bercermin. Namun, ia hanya bermain-main dengan tokoh yang diciptakan olehnya  bersendawa tidak henti. Meski demikian di balik itu semua ada pesan yang ingin disampaikan, kurang lebih terkadang ada hal-hal yang menjengkelkan di dalam kehidupan kita yang justru menjadi neraka bagi orang lain. “BUUUUUURRRP AKU HARUS MEMBUNUHNYA!”(halaman 13).

Lalu di cerpen “Mira”, Raza membawa kita pada semesta waktu dengan balutan ingatan akan Taman Ismail Marzuki. TIM memiliki gedung-gedung yang namanya diambil dari beberapa sastrawan terkenal seperti Masjid Amir Hamzah dan Trisno Sumardjo (penerjemah karya Shakespeare). Namun, ingatannya diluluhlantahkan akibat revitalisasi TIM itu, tak hanya ingatannya, bahkan gedung, dan janjinya pada Mira.

Baca Juga: RESENSI BUKU: Pergulatan Karman
RESENSI BUKU: Novel Bekisar Merah dan Sensasi Drama Korea ala Ahmad Tohari
BUKU BANDUNG #68: Potret Gerakan Mahasiswa Bandung 1960-1967

Di cerpen “Mira” ini, Reza membukanya dengan sebuah clue dari filsuf Martin Heidegger yang akhir kesimpulannya kita tahu bahwa janji, waktu, dan kenangan adalah kepastian yang “manusia senang memastikan sesuatu di dunia yang tak pasti” (hlm.14).

Dan di bab “Urban Delibrium” yang sebagaimana menjadi judul dari kumpulan cerpen ini, kita akan melihat bagaimana sosok yang penuh dijejali dan ditarik keluar masuk oleh waktu. Yang akhirnya menjadi setua dirinya, setua waktu, kemudian asing.

Waktu sendiri di tubuh manusia adalah bongkahan reruntuhan yang menjadi mayat di peradaban, ia kini menjadi asing. Meski pada akhirnya, ia ingin berteriak, suaranya parau, industri, alasan penataan demi revitalisasi, perampasan ruang hidup, dan penjajahan identitas; penghancuran massal ideologi politik itu dipaksa mati di tengah kehidupan urban!

Tapi Raza berteriak, suaranya parau, serak, “Umat manusia! Umat manusia! Oh, aku punya ingatan. Aku menyejarah dan nasib menelanku dengan lahap” (hlm.26).

Stensil ini ditutup dengan cerpen “Perpustakaan Mira”. Raza ingin mengajak kita ke semesta waktu bernama buku, lebih tepatnya ke semesta dirinya yang ingin membuat perpustakaan pribadi. Raza hanya ingin mengajak kita bercermin, dan cerpen-cerpennya itu menjelma dalam kehidupan kita.

Coba renungkan, kapan terakhir kita berjanji mendatangi sesuatu tempat namun tempat itu kini banyak berubah. Dan perjanjian itu tak pernah juga kita tepati. Ah, benar kata Raza, “manusia” memang suka tidak pasti. Tetapi memastikan di dunia yang tak pasti, menyebalkan!

Informasi Buku

Judul: Urban Delirium

Penulis: Muhammad Raza Pahlawan

Penerbit: Koburi Books, 2023

Halaman: 30 Halaman. 

* Simak tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau cerita menarik lain tentang Resensi Buku

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//