• Berita
  • Merefleksikan Persoalan Sungai dan Sampah melalui Film Dokumenter

Merefleksikan Persoalan Sungai dan Sampah melalui Film Dokumenter

Sungai-sungai di Cekungan Bandung semakin sesak oleh sampah. Ketika komunitas-komunitas sudah bergerak, pemerintah harus menopang dengan kebijakan kuat.

Orang-orang muda menghadiri nobar film dokumenter tentang permasalahan sungai dan sampah di Stocker House, Braga, Jumat 27 Oktober 2023 malam. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul29 Oktober 2023


BandungBergerak - Sungai tercemar dan sampah adalah dua persoalan yang masih menghantui kabupaten dan kota di Cekungan Bandung. Beberapa film dokumenter terbaru memotret kondisi ini. Tidak menyerahkan semua urusan ke pemerintah, warga harus berkomitmen mengubah kebiasaan buruk dan bergerak bersama.

Demikian disampaikan Aqli Syahbana dari Komunitas Kampung Cibarani di sela-sela nonton bareng (nobar) film dokumenter Preserving The Seke (Komunitas CAI), River Defender (Ecoton), Citarum Triliun (Watchdoc), dan Pulau Plastik (Netflix) di Stocker House, Braga, Jumat 27 Oktober 2023. Nobar merupakan bagian dari rangkaian Bilik Tilik Kotak Otak (BTKO) yang diselenggarakan XR Indonesia.

Citarum Trilliun merupakan 20 serial film dokumenter ekspedisi tiga sungai di pulau Jawa yang diproduksi oleh Watchdoc. Episode ke-19 yang ditonton malam itu memperlihatkan kondisi sungai di Bandung Utara yang penuh dengan sampah, termasuk pakaian dalam.

“Ingat betul, kata potongan dari film bahwa Sungai Citarum itu bersih ketika yang ngejagain aparat, kalau dijagain. Kalau gak dijagain, silahkan temen-temen lihat langsung (Sungai Cikapundung),” ungkap Aqli, mempersilakan pengunjung melihat secara langsung kondisi Sungai Cikapundung yang berada tepat di belakang Stocker House, usai menonton film Citarum Triliun.

Aqli mengingatkan, aksi-aksi memungut sampah di bantaran sungai tidaklah cukup untuk mengurai permasalahan sampah. Ia mengajak setiap individu untuk mulai mengubah kebiasaan membuang sampah ke sungai. Dari perubahan individu, aksi lalu diluaskan ke khalayak. Ada harapan besar ketika di tengah masyarakat mulai muncul tren untuk mengurangi sampah kemasan, salah satunya berupa penggunaan tumbler dan tas belanja guna ulang.

“Namun itu tidak cukup ketika temen-temen di Cekungan Bandung, terutama yang muda, tidak berupaya untuk menyuarakan dan mengkampanyekan sama-sama,” ungkap Aqli yang juga tersorot di dalam film Citarum Triliun.

Komunitas Kampung Cibarani secara rutin melakukan aksi membersihkan sungai-sungai di Bandung bersama komunitas lainnya. Dalam dua jam aksi bersama, biasanya sudah terkumpul sampah tidak kurang dari satu ton sampah, bahkan lebih. Menurut Aqli, aksi seperti ini sebaiknya dilihat sebagai upaya edukasi. Yang jauh lebih penting adalah kerja membangun kesadaran warga untuk melakukan kerja-kerja nyata pencegahan.

Aqli mengingatkan, upaya menuntaskan persoalan sungai tidak bisa dilakukan secara parsial. Harus ada kerja secara menyeluruh yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Ketika komunitas-komunitas sudah mengambil perannya, saatnya pemerintah didorong untuk berani menerbitkan kebijakan pro lingkungan. Contohnya, melarang penggunaan segala jenis plastik sekali pakai dan menutup industri yang memproduksi styrofoam dan sedotan plastik sekali pakai.

Tata, 24 tahun, salah seorang pengunjung nobar malam itu, berasal dari Palembang. Tinggal rumah keluarga di samping Sungai Musi, dia mengetahui bagaimana kondisi dan perasaan orang-orang yang hidup di bantaran sungai yang tercemar, kotor, dan penuh dengan sampah. Mereka menghadapi ragam permasalahan, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar seperti sumber air yang bersih.

“Sungai yang dulunya jernih sekarang kotor dan masyarakat udah berdamai dengan itu karena kita gak punya pilihan dan udah terbiasa aja,” ungkap karyawan swasta ini menanggapi film dokumenter Citarum Trilliun.

Tata berpendapat, pemerintah pun pada akhirnya tidak banyak berbuat sebab semua pihak sudah terbiasa dengan kondisi sungai yang kotor. Solusi yang disodorkan pembuat kebijakan jatuh sebatas formalitas.

“Jadi memang harus ada gerakan-gerakan kayak gini,” kata Tata. “Karena sebenarnya yang paling penting itu membangunkan kesadaran warganya sendiri itu, biar kita sama-sama bergerak.”

Baca Juga: Data 15 Permasalahan Utama di Kota Bandung 2019, Kemacetan dan Sampah Jadi Yang Paling Berat
Data Produksi Sampah Harian Berdasarkan Jenisnya di Kota Bandung 2009-2021: Sampah Sisa Makanan Jadi Penyumbang Terbesar

Sungai Sampah

Ilham Ahmad Nazar, 20 tahun, menyampaikan keprihatinannya mengenai sungai yang tercemar dan berubah fungsi. Dulu sungai digunakan sebagai sumber air utama, tetapi karena industri-industri membuang limbahnya ke sungai, masyarakat harus memikul dampaknya. Kemarau panjang membuat permasalahan di sungai kian jelas terlihat.

“Sampah-sampah keliatan naik ke permukaan kayak yang di Cihampelas. Asalnya yang ada jembatan apung di atas air, sekarang jembatannya gak apung, di atas tanah dan terlihat sampah-sampahnya,” ucap mahasiswa UIN SGD Bandung yang menjadi salah satu pameris Potret Sekitar: Sampah? ini.

Derry, warga Kampung Cibarani, masih mengingat bagaimana masih kecilnya dihabiskan dengan bermain di Sungai Cipaganti dengan airnya yang jernih mempertontonkan ikan-ikan. Sekarang, sepanjang mata memandang adalah sampah.

“Bahkan debit airnya sudah jauh perbedaannya,” tutur Derry. “Dulu berenang masih aman aja, mungkin sekarang udah nabrak sampah, nabrak batu karena debit airnya berkurang.”

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Awla Rajul, atau artikel-artikel lain tentang sampah

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//