• Narasi
  • Secercah Harapan, Mengolah Limbah Plastik untuk Membangun Halaman Bermain

Secercah Harapan, Mengolah Limbah Plastik untuk Membangun Halaman Bermain

Lima mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengembangkan Green Paving dengan mengolah limbah plastik untuk perbaikan sarana sekolah.

Dhela Septianty

Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

Dua murid SDN Cibungur Kelas Jauh di Kampung Cijuhung sudah pulang sekolah. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

30 Oktober 2023


BandungBergerak.id – Mengurusi sampah plastik di Bandung masih menjadi pekerjaan rumah semua pihak. Seolah tutup mata akan dan merasa aman selama masih ada Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Hal ini semakin mempertanyakan masa depan nasib limbah plastik warga Bandung di tengah ketergantungan pada TPA. Padahal, sampah plastik membutuhkan 10-1.000 tahun untuk bisa terurai.

Kejadian naas menimpa warga Bandung dan sekitarnya ketika TPA Sarimukti kebakaran sehingga tidak bisa berfungsi seperti biasanya.

TPA Sarimukti yang terletak di Ciburahol, Rajamandala Kulon, Kabupaten Bandung Barat, sudah beroperasi sejak 2006. TPA ini menanggung beban sampah dari empat wilayah yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat.

Ketika api membara pada 27 Agustus 2023 lalu, rumah bagi sampah-sampah dari berbagai penjuru Bandung itu harus berhenti beroperasi sementara. Imbasnya, ribuan ton sampah menumpuk di berbagai TPS. Belum lagi, banyak warga sekitar TPA terdampak iritasi mata dan ISPA.

Melansir dari Aliansi Zero Waste Indonesia, dalam Data Forum BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah), TPA ini pada tahun 2022 menanggung beban sampah 1.829 ton sampah per hari. Penyumbang terbesar datang dari Kota Bandung, dengan rata-rata 1.594,18 ton per hari.

Di Kota Bandung, sampah plastik menjadi beban sampah terbanyak kedua setelah sampah makanan. Ada 266,23 ton sampah plastik per harinya ditanggung oleh TPA Sarimukti, hanya dari Kota Bandung. Belum termasuk sampah plastik dari tiga wilayah lainnya.

Adanya kondisi ini, mendorong lima mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) untuk mengimplementasikan Green Paving, paving block bermaterial limbah plastik untuk perbaikan sarana sekolah.

Dengan produksi yang dilakukan, tiga kilogram sampah plastik bisa dimanfaatkan untuk membuat satu buah Green Paving. Paving block plastik ini diklaim lebih kuat dibandingkan paving semen.

Mereka melakukan percobaan implementasi program Green Paving untuk perbaikan sarana di RA Nurul Iman, taman kanak-kanak di lereng Gunung Tangkuban Perahu, Desa Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Baca Juga: Langkah Kreatif Mengelola Sampah Plastik
Data Volume Sampah Plastik Harian di Kota Bandung 2008-2021: Plastik Masih Jadi Kontributor Utama Masalah Sampah
Darurat Sampah, Sekolah, dan Kampanye Pengelolaan Sampah

Percobaan Produksi Green Paving

“Kak, kami tidak punya halaman bermain dan sering menginjak kotoran hewan di sekolah”, ujar siswa di RA Nurul Iman kepada para mahasiswa itu ketika mereka melakukan kunjungan.

Dalam Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD, disebutkan bahwa halaman TK/RA/BA/Sejenisnya haruslah memiliki luas lahan minimal 300 meter persegi  untuk bangunan dan halaman, serta memiliki ruang kegiatan anak yang aman dan sehat dengan rasio minimal 3 meter persegi per anak lengkap dengan fasilitas cuci tangan dan air bersih.

RA Nurul Iman, kondisi halamannya kurang mumpuni untuk dikatakan sebagai “Halaman Bermain Taman Kanak-kanak”. Halaman RA Nurul Iman tanahnya berjenis andosol berbatu.

Di musim hujan, mereka harus merasakan halaman yang berlumpur dan tergenang air. Sedangkan ketika musim kemarau, debu-debu dari tanah beterbangan menghantui mereka di halaman bermain sekolah.

Tim yang diketuai Fathan Musyaffa Abdul Jabbar, mahasiswa program Sains Informasi Geografi itu melakukan percobaan pada lahan 8x3 meter persegi halaman RA Nurul Iman, agar setidaknya anak-anak di sana bisa bermain sambil belajar dengan nyaman di halaman sekolah.

Proses produksi dimulai dengan pengumpulan sampah plastik dari warga sekitar, orang tua siswa, sumbangan dari mahasiswa dan akademisi di kampus, hingga dari TPA Sarimukti.

 

Tak hanya plastik, bahan lain yang dimuat adalah pasir dan abu sekam. Semuanya dibakar menggunakan batu tungku hingga melebur, lalu dicetak dan di-press agar konstruksinya lebih padat. Calon paving kemudian dijemur selama 48 jam hingga kering.

Hasil paving kemudian melalui proses uji kualitas tekanan Lab Struktur FPTK UPI.

Program ini secara total memproduksi 600 buah paving yang membutuhkan 1,8 ton sampah plastik.

Secercah Harapan untuk Bandung

Program produksi dan implementasi Green Paving ini merupakan bagian dari upaya pembangunan berkelanjutan yang diusung oleh Fathan dan tim.

“Sampah yang menjadi keresahan selama ini, bahkan numpuk di TPA Sarimukti, terus kebakaran. Nah ini bisa diminimalisir dengan konsep 3R tea, Reduce, Reuse, Recycle. Nah ini di Recycle utamanya, konsep yang kita pakai,” jelas Fathan.

Dengan program yang dilaksanakannya bersama tim selama dua bulan yang berhasil me-recycle 1,8 ton sampah, ia berharap produksi selanjutnya bisa dilakukan dengan skala yang lebih besar lagi.

Menurutnya dengan begitu, masalah sampah plastik di Bandung bisa sedikit lebih teratasi. Pun, dengan terciptanya ruang belajar yang lebih layak melalui pemasangan paving ini.

Mereka berharap adanya kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah dan mitra untuk memproduksi Green Paving secara lebih masif lagi. Dengan demikian, terbuka lapangan pekerjaan yang lebih luas untuk tuna karya di Bandung.

Fathan juga mengungkapkan harapan besarnya agar sampah-sampah plastik bisa diberdayakan secara lebih baik lagi dan penelitian mendalam mengenai pembuatan Green Paving bisa terus berlanjut.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//