• Narasi
  • Musik Metal dan Generasi Muda Radio (GMR) Bandung

Musik Metal dan Generasi Muda Radio (GMR) Bandung

Anak muda Bandung era 1990an mengenal Generasi Muda Radio (GMR) sebagai rujukan utama musik cadas. Berkelindan dengan perkembangan skena musik anak muda Bandung.

Indra Prayana

Pegiat buku dan surat kabar

Logo Generasi Muda Radio (GMR). (Sumber: GMR Fans Club)

31 Oktober 2023


BandungBergerak.id – Salah satu yang menjadi artefak Bandung dekade 1990an itu adalah musik rock , meski sebenarnya jauh dari itu perkembangan musik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kota Bandung. Tetapi paling tidak pada dekade 1990an itu secara pribadi banyak bersentuhan dengan musik cadas, baik secara langsung ataupun tidak.

Sebagaimana sudah mafhum bahwa Bandung merupakan salah satu kota yang menjadi barometer musik rock yang tangguh dan disegani, banyak musisi rock lahir di kota ini. Sebut saja pada era 1970 kita mengenal The Rollies, Philosophy Gang of Harry Roesli, Rhapsodia, Super Kids , Giant Step , disusul kemudian kehadiran band Rudal, Jam Rock, lady rocker Nicky Astria ataupun Mel Shandy pada pertengahan tahun 1980 an yang menjadi fenomena baru pada belantika musik rock.

Pada pertengahan 1980an itu perkembangan musik rock dirasa cukup masif dengan banyaknya musisi yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar potensial untuk memasarkan album-album mereka. Saya sendiri saat itu termasuk remaja yang menjadi penikmatnya.

Perkenalan pertama dengan musik cadas saat masih duduk di bangku SMPN 23 Bandung, saat itu kaset pita dari band-band impor seperti Anthrax, Bulldozer, Iron Maiden, W.A.S.P., Megadeth, Metallica sudah akrab ditelinga kami. Sedangkan kaset pita pertama yang saya beli adalah Judas Priest.

Saat itu saya dengan kawan Rukmana, akrab disapa Ade (vokalis Hell Gods) sering berjalan kaki selepas pulang sekolah dari arah Ciroyom ke toko kaset Aquarius Dago, sekedar untuk melihat atau membeli kaset. Kawan Ade membeli album “Appetite For Destruction”-nya Guns N Roses, sedangkan saya sendiri membeli kaset pita album “Ram It Down’”milik Judas Priest dengan cover kepalan tangan yang memukul bola dunia.

Sebagai bagian anak muda Bandung yang menjadi pendengar musik cadas, tentu tidak hanya kaset yang diputar dengan tape recorder , tetapi juga mendengarkan melalui radio-radio yang memutar lagu bernuansa rock. Dan salah satu radio itu adalah GMR atau Generasi Muda Radio.

Logo YG (Young Generation). (Foto: Indra Prayana)
Logo YG (Young Generation). (Foto: Indra Prayana)

Baca Juga: Tragedi AACC 14 Tahun Lalu, masihkah Bandung Takut pada Musik Underground?
DU 68 Musik, Sebuah Surga dengan Ribuan Kaset dan Jutaan Memori
Ketakutan Rezim Orde Baru pada Musik dan Pemuda Berambut Gondrong

Generasi Muda Radio (GMR)

Anak muda Bandung yang melewati tahun 1990an tentu mengenal station radio GMR yang menjadi rujukan utama dalam memutarkan tembang-tembang cadas. GMR sendiri bermula ketika pada paruh akhir tahun 1960an di Bandung banyak bermunculan pemancar-pemancar radio. Sebut saja pemancar  Falcon, Mercy 73, Bongkeng, Shableng, Mara 27, Blue Angel, YG, dll. Di antara semua pemancar radio  itu yang paling populer adalah “YG” (dibaca: Wai-ji) sebagai akronim dari Young Generation.

Dalam laporan majalah Aktuil no. 38 Tahun 1969, mencatat bahwa Young Generation dicetuskan oleh Sonny Lion’s atau yang juga dikenal dengan nama “Bung Redup” selaku penanggung jawab YG. Dari laporan-laporan yang diperoleh dapat diketahui bahwa siaran YG ternyata ditangkap di seluruh daerah Kabupaten Bandung, Majalaya, Bogor,Garut dan sebagian sekitar Sukabumi.

YG pertama kali mengudara tanggal 30 Desember 1968 pada gelombang pancar 227 meter dengan pesawat telepon 51563 bertempat di Jalan Kejaksaan, sebelum akhirnya pada tanggal 3 Mei 1969 YG menduduki kantor baru di Jalan Trunojoyo no. 14 Bandung, di samping rumah artis penyanyi populer saat itu Anna Mathovani. Setelah bertahun-tahun YG berada pada gelombang frekuensi 1368 khz AM (Amplitude Modulation), hingga pada tahun 1990 beralih pada format FM (Frequency Modulation). Nama YG juga ikut berubah menjadi Generasi Muda Radio atau sering disebut GMR, dengan menasbihkan diri sebagai Rock Station dan mengudara pada gelombang frekuensi 104,4 Mhz.

Sebagai radio yang mengkhususkan pada jenis musik rock tentunya berbagai varian musik cadas dikumandangkan. Dari mulai yang  bergenre soft, hard, hingga yang dark music diputar sepanjang hari dari sebuah rumah di Jalan Dr. Hatta no. 15 Bandung hingga terdengar ke berbagai pelosok. Maraknya perkembangan musik underground menyentuh juga banyak anak-anak muda yang tinggal di kampung-kampung kota Bandung, tak terkecuali kami yang tinggal di kawasan Jalan Cihampelas yang jaraknya hanya beberapa ratus meter saja dengan radio GMR.

Berbagai band dan komunitas musik tumbuh berkembang dengan membawa warnanya masing-masing. Di sekitar tempat kami saja tercatat beberapa band dengan komunitasnya. Sebut saja ada Schizoprenia yang digawangi oleh Herman Husain yang sempat menjadi Drummer Jamrud, lalu ada Noise Damage, Fatal Death, Brutality,  Idolator, Motor Death,  dll. Semuanya berjejaring antar komunitas dari berbagai daerah. Sehingga tidak heran banyak ruang-ruang publik yang dijadikan “markas” tempat berkumpul para peminat musik cadas untuk membicarakan berbagai hal dari seputar musik, informasi, bertukar koleksi ataupun jual beli merchandise. Ada yang terfokus di kios–kios kaset Cihapit, di seputaran  BIP Jalan Merdeka ataupun di pusat kota Alun-alun, dengan menggunakan identitas yang sama, yakni T-shirt serba hitam dengan berbagai aksesori lainnya.

Saat itu komunikasi ataupun informasi tidaklah semudah seperti sekarang, sehingga keberadaan GMR sebagai media yang bisa menjangkau pendengaran publik secara luas telah memberi kontribusi besar terhadap perkembangan musik di kota Bandung.  Selain informasi yang disampaikan kepada pendengar, GMR juga mengemas berbagai program acaranya dengan sangat menarik, seperti : Siksik, Ring My Bell, Sunday Rock, Stones Program, Tembang Pribumi,  dll.

Siksik merupakan salah satu program acara unggulan, konsepnya adalah pemutaran lagu tetapi harus didukung minimal oleh tiga orang, dengan dipandu oleh penyiar Arien Hendriani. Pendengar dituntut untuk bisa kerja sama, kecepatan dan kesabaran kalau ingin lagunya diputar. Sedangkan pendengar lain yang ingin request lagu harus menghubungi terlebih dulu melalui pesawat telepon GMR 439952, dan kebanyakan dari kami harus menggunakan jasa telepon umum koin dipinggir-pinggir jalan kalau ingin ikut berpartisipasi. Selain sebagai entertaint, GMR juga aktif dalam mendukung berbagai kreativitas anak-anak muda yang terkait dengan musik cadas dengan menjadi media partner atau sponsorship pertunjukan musik.

Penulis bersama band Idolator , usai acara Pentas Kemerdekaan tahun 1993 di Linggawastu yang disponsori GMR. (Foto: Indra Prayana)
Penulis bersama band Idolator , usai acara Pentas Kemerdekaan tahun 1993 di Linggawastu yang disponsori GMR. (Foto: Indra Prayana)

Mendukung Pentas Musik Underground

Di Bandung pertunjukan musik biasanya mempunyai tempat khusus yang sangat ikonik, yaitu GOR Saparua di Jalan Banda. Kawasan lapang Saparua merupakan tempat yang memiliki nilai sejarah untuk para pecinta musik underground di Bandung karena hampir setiap pekan selalu saja ada pentas musik yang digelar dengan berbagai kemasan.

Dari GOR Saparua ini juga banyak lahir band-band ternama, sebut saja Burgerkill, Jeruji, Jasad, dll. Event seperti “Bandung Berisik”, Hulabaloo, Bandung Lunatic Underground, telah menjadikan GOR Saparua semacam “tempat sucinya” para pecinta musik cadas, yang terkait dengan kultur generasi muda saat itu. Saya sendiri selain menjadi penonton, juga pernah terlibat menjadi kepanitiaan pada perhelatan “Koalisi Musik Indie” BEM FISIP UNLA tahun 1999 yang diselenggarakan di tempat legend ini.

Lapang Saparua sendiri dulu namanya NIAU atau Nederlands Indie Athletiek Unie yang dibangun sejak 1910 oleh pemerintahan Hindia Belanda sebagai tempat olahraga memainkan beragam macam permainan atletik. Lapang Saparua berseberangan dengan gedung Jaarbeurs yang diperuntukkan sebagai tempat pertunjukan seni, pameran, pasar malam dan berbagai hiburan lain yang bisa mempromosikan kota Bandung tempo dulu, sebagai keterkaitan sejarahnya.  

Selain GMR sebenarnya ada juga radio lain yang memutar lagu-lagu cadas, dalam  format AM tempatnya di Perumahan Suka Asih Ujung Berung daerah timur Bandung. Setiap Minggu pagi selalu diputar juga berbagai musik yang beraliran grind core, death metal, ataupun black metal, dengan nama acaranya “Badebah” (Bandung Death Brutality Area). Dipandu oleh penyiar Agung ‘van Basten’, Ipung ‘Funeral’, dan Dinan Rinaldy ‘Necromancy’. Tetapi tentu volumenya tidak sepadat seperti layaknya GMR yang memfokuskan diri sebagai satu-satunya  rock station di Indonesia.

Meski akhirnya tak ada gading yang tak retak, masa kejayaan GMR  dengan skena musik anak muda Bandung mulai berjalan semakin meredup. Kesimpangsiuran informasi tidak bisa memastikan perihal sebab musababnya, hanya sayup-sayup terdengar gelombang 104,4 FM secara perlahan sudah tidak lagi mengudara memutarkan lagu-lagu rock, punk, metal dan sejenisnya. Sebelum pada penghujung tahun 2003 konon GMR benar-benar dinyatakan gulung tikar seiring bergantinya manajemen, dan sejak itu kami telah kehilangan  jejak media yang menjadi panduan musik di Bandung.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain dari Indra Prayana, serta artikel-artikel lain bertema musik.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//