Menciptakan Ruang Dialog Aman dengan Mediasi sebagai Upaya Pencegah Konflik Keberagamaan
Dibutuhkan ruang aman dialog keberagaman untuk mencegah konflik Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) dengan mendahulukan mediasi dan negosiasi.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah15 November 2023
BandungBergerak.id- Konflik keberagamaan di Jawa Barat mendapatkan jumlah peningkatan kasus di setiap tahunnya. Resolusi konflik yang meningkat tentunya menyebabkan banyak hal, di antaranya meningkatkan ketegangan sosial dan mengancam stabilitas keamanan daerah.
Untuk meminimalisir dan mencegah banyaknya konflik keberagamaan di Jawa Barat ini, PW Fatayat Nahdatul Ulama Jawa Barat dan INFID (International NGO Forum on Indonesian Development) menggelar diskusi dan pelatihan sebagai upaya pencegahan konflik keragaman yang terjadi dengan mediasi dan negosiasi.
Diskusi ini bertemakan “Pemetaan Konflik Keagamaan di Jawa Barat dan Diseminasi Pengetahuan Mediasi". Diskusi yang diselenggarakan di Aula PWNU Jawa Barat di Jalan Terusan Galunggung Bandung, dihadiri oleh berbagai organisasi dan aktivis lintas agama dan lintas iman.
Wakil Ketua PWNU Jawa Barat Neng Hannah menyebutkan diadakannya kegiatan ini untuk menciptakan ruang aman dialog keberagaman, dan para aktivis bisa menjadi mediator pada permasalahan-permasalahan keberagaman di Jawa Barat.
“Kegiatan ini untuk membuka ruang dialog aman, karena tidak semuanya, tidak pernah ada dalam satu forum, ke depannya bisa berkolaborasi kerukunan dan keyakinan di Jawa Barat,”kata Neng Hannah, ditemui oleh BandungBergerak.id, Selasa 14 November 2023.
Kegiatan diskusi ini tidak hanya dihadiri oleh Fatayat NU, akan tetapi beberapa organisasi dari lintas iman juga hadir. Hannah menginginkan dengan diskusi ini terciptanya rumah mediasi antar umat beragama yang bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan konflik keragaman di Jawa Barat.
“Kita pingin ke depannya ada semacam rumah mediasi Jawa Barat karena selama ini mediator ini identiknya di pengadilan. Kita pengen di setiap organisasi yang memang aktivis. Bisa jadi mediator kalau ada permasalahan-permasalahan,” jelas Neng
Fatayat NU Jawa Barat sendiri, lanjut Neng, sudah memiliki beberapa program untuk menjaga kerukunan beragama di antaranya para da’iyah yang mengajarkan moderasi beragama.
“Kita punya 30 da’iyah yang mengangkat isu keberagaman, jadi ada namanya modul untuk pendakwah perempuan terkait toleransi beragama. Jadi ini moderasi beragama ditulis oleh lintas iman,” ucap Neng.
Menurutnya, konflik keberagaman yang hadir juga disebabkan kesempitan dalam pergaulan. Beberapa peserta yang hadir bisa memahami satu sama lain setelah melakukan dialog dan berteman.
“Setiap pengetahuan oleh Fatayat ambil dan kolaborasikan, dalam setahun ini kita banyak bergaul, dan melakukan pelatihan-pelatihan salah satunya mediasi konflik keberagaman,” tutur Neng,
Diketahui, jumlah konflik keberagamaan di Jawa Barat meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Setara Institut yang diakses oleh BandungBergerak.id pada website bebasberagama.id, di tahun 2022 kekerasan dalam beragama, berkeyakinan, dan berekspresi di Jawa Barat terdapat sebanyak 14 kasus; tahun 2021 sebanyak 28 kasus; dan mengalami jumlah tertinggi pada 2019 sebanyak 33 kasus dari enam wilayah tertinggi terjadinya pelanggaran. Jumlah kasus yang banyak ini diperburuk dengan kebijakan diskriminatif dari pemerintah provinsi Jawa Barat dan pemerintahan daerah di wilayah Jawa Barat.
Baca Juga: Jawa Barat Peringkat Dua dalam Catatan Pelanggaran Kebebasan Beragama
Memupuk Toleransi Antar Umat Beragama dengan Konfirmasi dan Verifikasi Prasangka
Jangan Lupakan Persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kabupaten Bandung
Upaya Penyelesaian Konflik Keberagamaan dengan Mediasi
Penggiat toleransi dan Aktivis Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Yeni Ernita Kusuma Wardani mengatakan, upaya penyelesaian konflik keberagaman ini dengan mediasi dengan melakukan pendekatan pada tiga hal yaitu kekuasaan, hak, dan kepentingan. Sementara, Mediasi di sini adalah upaya memfasilitasi kedua pihak yang berkonflik untuk merumuskan kepentingan bersama.
“Penyelesaian konflik-konflik ini bisa dilakukan dengan melakukan pendekatan mediasi, yang mana di Jawa Barat sendiri banyak konflik-konflik agama, ras, dan lain-lain,” kata Yeni. “Mereka banyak pendekatan kekuatan kekuasaan dan hak. Hingga pada akhirnya melupakan kemanusiaan dan mereka belum sampai ke pendekatan kepentingan,” sambungnya.
Yani mengatakan, selaku mediator yang melakukan mediasi pada dua pihak yang berkonflik haruslah menemukan solusi terbaik untuk kedua pihak. Mediator yang memediasi konflik harus independen, tidak memihak, dan asosiasi.
Menurutnya, konflik Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) yang sering kali terjadi merupakan pucuk dari gunung es yang tidak tahu akarnya. Seharusnya konflik-konflik itu bisa selesai dengan mediasi.
“Konflik KBB sebenarnya itu pucuk gunung es, tapi kita gak tahu sampai dalam palung gunung es nya itu ternyata lebih luas. Konflik ini bisa selesai dengan mediasi,” ujar Yeni.
Pantauan BandungBergerak.id, pada diskusi ini para peserta dibuat menjadi tiga kelompok. Masing-masing kelompok kemudian menceritakan berbagai pengalaman konflik keberagaman dan upaya-upaya penyelesaian konflik keberagaman yang pernah terjadi dan mereka alami. Para fasilitator juga memberikan contoh-contoh konflik keberagaman dan upaya penyelesaian konflik-konflik ini dengan membekali para peserta dengan alat mediator dengar-ulang-tanya sebagai mediator yang akan menyelesaikan konflik terjadi antar kedua pihak dengan solusi dan perdamaian.
Pengurus Jaringan Antar Umat Beragama (Jakatarub), Ami menyebutkan diskusi ini memiliki manfaat, sedikitnya bagi dirinya yang sering mengadvokasi konflik KBB.
“Kita jadi mediator dan diajari cara kita nanggapi lagi ada konflik keagamaan misalnya, kalau ada pembangunan rumah ibadah atau sekolah ada pihak-pihak tertentu antara masyarakat dan yang punya gedung. Kita diajari mediasi pengetahuan di sini itu bermanfaat,” kata Ami.
“Mungkin setelah ini, nanti di Jakatarub kan sudah ada gagasan pelaporan beragama dan keyakinan, nah mediasi akan dicoba dilakukan,” tutup Ami.
*Kawan-kawan yang baik, mari membaca lebih lanjut tulisan-tulisan lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB).