• Berita
  • Setelah Rumahnya Digusur, Semangat Eva Eryani Belum Habis

Setelah Rumahnya Digusur, Semangat Eva Eryani Belum Habis

Eva Eryani melanjutkan hidupnya sebagai buruh harian lepas. Barang-barang yang diangkut paksa Satpol PP tak diketahui rimbanya.

Eva Eryani (53) setelah merapikan tanaman di halaman belakang rumahnya, Rabu (6/9/2023). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau19 November 2023


BandungBergerak.id - Sebulan setelah rumahnya digusur oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Eva Eryani belumlah habis. Satu-satunya warga RW 11 Tamansari yang bertahan dari proyek rumah deret (rudet) ini tentu nelangsa karena rumah dan segala kenangan di dalamnya direbut paksa, semua barang milikinya diangkut Satpol PP entah ke mana. Namun ia masih harus melanjutkan hidup meski sebagai buruh lepas, tanpa punya rumah, dan tinggal dari satu tempat ke tempat lain.

Di masa jayanya ketika proyek rumah deret belum berdiri, Eva membuka konveksi di rumahnya di Tamansari. Bersama karyawannya, ia menjahit berbagai jenis pakaian. Kini ia masih menggunakan keahlian menjahit dengan menjadi buruh lepas di daerah Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Sebetulnya aktivitas yang dilakoni Eva sehari-hari nyaris sama seperti saat rumahnya masih berdiri di Tamansari. Bedanya, kali ini ia tak punya rumah lagi. Sekarang jalan menuju bekas rumahnya di Tamansari sudah dipagari seng. Ia tak mungkin lagi mengakses rumah di wilayah rumah deret itu.

Eva biasa pergi menjahit ke Lembang pada pagi hari. Pulang dari Lembang, ia biasa mampir ke Dago Elos. Untuk menemui pendamping hukumnya dari Perhimpunan Bantuan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI).

“Waktu kemarin abis pengeroyokan (penggusuran) saya diterima di Dago Elos. Jadi untuk sementara saya bisa di Dago dulu. Terus abis dari Dago kalau misal ada kerjaan, saya ke tempat kerja,” cerita Eva, kepada Bandungbergerak.id melalui sambungan telepon, Jumat, 17 November 2023.   

Setelah mampir ke Dago Elos, ia pulang ke rumah adiknya di daerah Cinunuk karena esoknnya ia mesti mengantar sang ibu ke koperasi di salah satu SMP di daerah Bandung timur.

Penggusuran telah mendorong Eva ke dalam garis kemiskinan, hal yang mestinya diatasi pemerintah. Sebagai buruh harian lepas, sehari-hari ia hanya menerima upah dengan nilai pas-pasan. Kadang juga ia mesti meminjam uang kepada kawan-kawannya untuk sekadar mengisi tangki kendraan roda duanya. Jika sudah gajian, barulah ia akan mengembalikan uang tersebut. Tentu, ia tak sampai hati mesti meminta uang kepada orang tuanya. ia bertekad untuk terus bertahan dengan keringat sendiri.

Tidak banyak uang yang dihasilkan Eva dari pekerjaannya sebagai buruh konveksi, tepatnya memotong bagian-bagian baju atau cutting. Per-cuttingan baju ia mendapat upah 3.000 rupiah. Kadang ia diminta menjahit.

“Untuk saat ini seperti itu (kerja cutting), karena kalau konveksikan saya belum punya lagi tempat,” katanya, sembari menelan kenangan pahit bahwa ia dulu pernah memiliki konveksi sendiri yang hancur karena penggusuran besar-besaran tahun 2019.

Baca Juga: Pemkot Bandung Sengaja Membentrokkan Warga demi Menggusur Satu-Satunya Rumah di Tamansari
Pemkot Bandung Menggusur Satu-satunya Rumah Warga Tamansari yang Bertahan dari Proyek Rumah Deret
Lagi-lagi Teror untuk Eva Eryani di Tamansari

Eva Eryani di luar rumah bedengnya sekitar rumah deret Tamansari, Bandung, Selasa (23/8/2023). (Foto: Daffa Primadya Maheswara/BandungBergerak.id)
Eva Eryani di luar rumah bedengnya sekitar rumah deret Tamansari, Bandung, Selasa (23/8/2023). (Foto: Daffa Primadya Maheswara/BandungBergerak.id)

Pascaperampokan Aset

Kini sebulan tepat pascaperampokan aset miliknya di Tamansari, Eva masih memikirkan ke mana perginya barang-barang yang dibawa Satpol PP. Sebenarnya barang yang diangkut paksa itu bukan miliknya saja, tapi banyak barang-barang titipan milik komunitas atau kawan-kawan yang bersolidaritas pada nasibnya.

Eva tak tahu keberadaan barang-barang tersebut. Ia tak mendapat informasi sama sekali dari Satpol PP. Ia sangat menyayangkan bahwa semua barang yang diangkut oleh Satpol PP adalah barang-barang berarti dan sangat ia butuhkan.

Padahal beberapa barang ia dapatkan tidak mudah. Ia mesti menabung dan mengumpulkan uang hanya untuk membeli satu barang. Namun dengan mudahnya barang tersebut diangkut paksa aparat.

“Perampokan (lahan). Kalau kondisi rumah ya kan semua akses sudah ditutup gitu kan. Jadi nggak bisa lagi kita ke sana, iya udah dipagar seng. Terus untuk barang-barang saya juga belum tahu ya, barang saya di mana,” ungkapnya.

Eva merinci beberapa barang penting yang diangkut Satpol PP. Mulai dari buku-buku dari perpustakaan literasi, barang-barang milik komunitas Pasar Gratis, barang-barang milik komunitas Aksi Kamisan Badung. Semuanya diangkut tak bersisa.

“Ya semua barang berharga, karena saya susah juga untuk nyari duit beli barang. Terus kan ada barang-barang juga yang kepercayaan dari orang lain untuk berada di Tamsar,” ungkapnya.

Keadilan tampaknya semakin menjauh. Eva sudah menempuh berbagai upaya untuk mendapatkan hak-haknya. Terakhir kali, pelaporannya ke Ombudsman Jawa Barat yang menyatakan bahwa pemerintah kota Bandung terbukti melakukan pelanggaran administrasi pada penggusuran yang dilakukan pada 12 Desember 2019. Namun, Pemkot Bandung dan Satpol PP tak mengindahkan rekomendasi tersebut.

Menurut Eva, Ombudsman adalah lembaga independen yang mestinya ditaati Pemkot Bandung. Namun kenyataannya, rekomendasi Ombudsman tak digubris.

“Kalau kita sebagai warga negara yang pada kenyataannya kita negara hukum tapi ternyata hukum yang ada di sini aja tidak berlaku. Dan apa lagi bagi orang seperti kami. Ya mungkin dianggap jadi hukum tumpullah ke atas,” ujarnya.

Walau begitu, Eva masih semangat untuk mempertahankan dan memperjuangkan ruang hidupnya. Meksi jalan yang ditempuh berat, ia tak akan pernah berhenti. Ia merasa perlu untuk terus bertahan dan mengkritik pemerintah agar memihak pada kepentingan rakyat kecil. Ia juga selalu berdoa agar perjuangannya dipermudah.

“Harapan kepada siapa, saya berharap kepada Allah. Semoga Allah memberi jalan, apa pun yang sedang kami tempuh semoga dilancarkan semuanya, semoga medapatkan yang terbaik. Bagi apa ya mungkin saya ingin melihat bagaimana negara hukum ini tidak tumpul ke atas,” ungkapnya.

Sebelumnya, Sekda Kota Bandung Ema Sumarna mengklaim bahwa penggusuran rumah Eva di Tamansari sebagai penertiban demi mendahulukan kepentingan umum, yakni warga yang akan menempati rumah deret. 

"Kita memikirkan kepentingan masyarakat yang lebih banyak. Di situ ada sekitar 190 KK (Kepala Keluarga). Mereka akan terhalang," ujar Ema, dikutip dari siaran pers, Kamis, 19 Oktober 2023.

Ema yakin Satpol PP melaksanakan tugas sesuai standar operasional yang berlaku di saat melakukan penertiban.

"Saya punya keyakinan bahwa Satpol PP itu pasti sesuai dengan SOP dan regulasi. Saya yakin tidak mungkin aparatur bekerja di luar regulasi," tegasnya.

Ia menambahkan, hadirnya Rumah Deret Tamansari untuk kebutuhan masyarakat yang dulu tinggal di kawasan tersebut. Sehingga Pemkot Bandung memprioritaskan hunian itu untuk warga setempat.

"Ini kepentingan umum, 190 KK yang menjadi fokus kita," katanya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca reportase-reportase lain dari Emi La Palau, atau menyimak lebih lanjut tulisan-tulisan tentang Penggusuran Tamansari

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//