• Opini
  • Sudahkah Jalan Braga Ramah Disabilitas dan Lansia?

Sudahkah Jalan Braga Ramah Disabilitas dan Lansia?

Hingga saat ini banyak disabilitas dan lansia masih kesulitan mengakses trotoar di Kota Bandung.

Rifkia Ali

Alumnus Sastra Sunda Universitas Padjadjaran dan Co Founder Bandoeng Waktoe Itoe.

Jalan Braga yang dikenal sebagai permukiman Eropa di Hindia Belanda, hingga kini menjadi ikon Kota Bandung. Di balik ketenaran itu terdapat permukiman padat yang sebagian besar warganya idup dari hasil jualan atau kaki lima, 27 Oktober 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

22 November 2023


BandungBergerak.id – Jalan Braga adalah salah satu jalan yang bersejarah di Kota Bandung. Jalan ini masuk ke dalam kelurahan Braga, kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung. Dahulu di era kolonial Braga hanyalah jalan setapak yang berlumpur. Memiliki nama lain yaitu Karrenweg atau Pedatiweg yang berarti jalan pedati. Karena banyaknya Pedati yang melintasi Jalan ini untuk mengangkut kopi dari gudang kopi milik Andreas De Wilde.  Ada pula sebutan lain dari warga lokal sekitar jaman dahulu yaitu "Jalan culik" nama itu pun disematkan karena pada waktu dahulu Jalan Braga adalah jalan sepi yang menyeramkan ketika malam hari.

Seiring berjalan waktu Braga mulai dibangun sebuah toko senjata api serta sepeda milik CA Hellerman pada tahun 1894. Dengan adanya sebuah toko milik Hellerman perlahan semakin banyak toko-toko yang ada di Braga. Hingga pada periode tahun 1920 setidaknya sampai 1930an Braga menjadi tempat bergaul dan berbelanja bagi orang kaya Eropa hingga saat ini.

Eksistensi Jalan Braga pun pernah diangkat menjadi judul lagu berbahasa Sunda oleh penyanyi ternama Hetty Koes Endang berjudul "Jalan Braga". Lagu yang dirilis tahun 1988 ini bercerita tentang Jalan Braga yang menjadi jalan ekslusif untuk berbelanja bahkan tak semua kendaraan bisa melintasi Jalan Braga.

Jalan Braga mobil plat beureum
Perhiasan emasna reunceum
Tahan harga jaga gengsi meuli tarasi
Duh kukurilingan har teu beubeunangan

Dalam potongan lirik ini memvisualisasikan bahwa banyak mobil dinas pelat merah melintasi Jalan Braga. Lirik berikutnya menggambarkan bahwa orang yang datang ke Braga memakai perhiasan emas dalam jumlah banyak hingga terlihat mencolok oleh mata. Banyak juga terjadi tawar menawar harga yang terjadi di pertokoan Braga.

Jalan Braga heurin ka gigir
Satengahna béak ku parkir
Pareng macet lalu lintas hésé rék mundur
Duh baeud nu ngatur keun wayahna sabar

Dalam bait lirik ini menggambarkan Jalan Braga yang sudah padat sejak dulu dengan kata "heurin ka gigir" yang berarti sempit ke samping. Dalam lirik berikutnya "Satengah béak ku parkir" setengah jalan Braga dijadikan lahan parkir hingga mau mundur pun sulit. Betapa ramainya Jalan Braga digambarkan dalam lirik lagu ini.

"Jalan Braga jadi jalan kelas hiji“dalam lirik ini disebutkan Braga adalah jalan kelas satu kota Bandung. “Usuk perundangan urat nadi kota kembang“ lirik ini menguatkan pernyataan bahwa Jalan Braga memiliki peranan Penting bagi kota Bandung. Hal ini bisa dipahami selain Braga pusat pertokoan dan memegang peranan penting bagi perekonomian Bandung.

Betapa ramainya Jalan Braga digambarkan dalam lirik lagu yang berjudul "Jalan Braga" dirilis  tahun 1988. Lantas bagaimana Jalan Braga ditahun 2023 setelah 35 tahun sejak lagu itu dipopulerkan? Tentu mengalami banyak perubahan yang cukup signifikan yang disebabkan oleh jaman. Sudah banyak perubahan dari Jalan Braga yang awalnya hanya jalan sepi yang menyeramkan berubah menjadi pusat ekonomi hingga saat ini.

Baca Juga: Kapan Negara Mewujudkan Fasilitas Publik untuk Penyandang Disabilitas?
Menonton Bioskop Bersama Teman Difabel Bandung, Berharap Fasilitas Publik yang Ramah Disabilitas
Perjalanan Panjang Mendapatkan Surat Keterangan Disabilitas bagi Orang dengan Autisme dan ADHD Dewasa

Jalan yang Ramah Disabilitas dan Lansia

Jalan Braga selalu menarik untuk dibahas. siapa yang tak tahu Jalan Braga? Wisatawan lokal, luar dan dalam negeri pasti berkeliaran di Jalan Braga. Selain Pertokoan, cafe, dan resto,  Braga terkenal estetik memanjakan mata bahkan keperluan sosial media. Braga pun menyimpan jejak kolonial sebut saja Gedung Merdeka yang menjadi tempat Konferensi Asia Afrika dan Bioskop Majestic yang merupakan bioskop elite pada masa kolonial.

Jalan Braga selalu ramai setiap sudut jalan dipenuhi oleh orang berjualan, berbelanja, berfoto, atau hanya sekedar berjalan kaki mengitari Braga.  akhir pekan bukan pemandangan asing jika Braga selalu dipenuhi orang yang berlalu-lalang dengan segala maksud dan tujuan.

Braga identik pula dengan tempat nongkrong anak muda di Kota Bandung. Kedai kopi yang menjamur di sekitaran Braga semakin banyak bermunculan membuat anak muda banyak yang memutuskan untuk menghabiskan waktu di Braga yang estetik bagi sebagian orang tentunya. Braga menjadi tempat legendaris dari masa ke masa dengan pemandangan yang begitu memikat.

Tak bisa dipungkiri sejak kemunculan toko-toko di Braga sejak era kolonial sudah membuat Braga begitu dikenal bahkan hingga kancah dunia. Selain jalan bersejarah Braga mempunyai daya tarik untuk dikunjungi. Lantas sudahkah Braga "ramah" terhadap disabilitas dan lansia? Melansir dari situs BandungBergerak.id jumlah disabilitas di Kota Bandung mencapai 8.600 orang sedangkan jumlah lansia dilansir dari situs ISSU.com mencapai 275.920 orang pada tahun 2021 baik laki-laki maupun perempuan. jumlah yang tentunya tidak sedikit.

Kita sering melihat banyak orang berkerumun di Braga, tapi coba diingat lagi seberapa sering kita melihat lansia di Jalan Braga? Bisa dikatakan sangat jarang sekali. Anak muda selalu mendominasi sepanjang jalan Braga, tapi apakah itu artinya Braga tak bisa dinikmati lansia? Seberapa sering pula kita melihat disabilitas di Braga? Ditengah padatnya orang-orang di Braga? Sangat jarang sekali. Apa yang menyebabkan itu semua?

Lantas benarkah lansia tak bisa menikmati estetika Jalan Braga yang penuh cerita? Jawabannya tentu semua orang berhak ke Braga sebagai tempat umum. Tapi apakah Braga sudah cukup ramah bagi disabilitas dan lansia? Jika dilihat sekarang Jalan Braga yang begitu padat oleh kendaraan dan trotoar yang dipenuhi orang lalu-lalang bahkan, berfoto, membuat konten sosial media hingga berjualan. Tentu beberapa akses bagi disabilitas dan lansia pun jadi terganggu.

Bagaimana kursi roda bisa melewati trotoar sepanjang Jalan Braga, jika harus berjibaku dengan pedagang kaki lima? Tentu akses jalan jadi terhambat dan itu pun menjadi salah satu dari sekian banyak faktor yang membatasi ruang gerak dan sosial disabilitas dan lansia.

Setiap lansia mempunyai hak untuk menikmati masa senja dengan tetap berdaya tak harus mengurung diri di rumah. Jalan Braga pun berhak lansia nikmati sebagai jalan utama kota Bandung dan destinasi wisata dengan nyaman dan tentunya aman bagi mereka yang ingin mengitari atau sekedar duduk di Braga.

Disabilitas dengan segala keterbatasan yang mereka punya, sejatinya mereka hanya ingin dianggap sama seperti manusia lainnya. Disabilitas berhak menikmati Jalan Braga sama seperti orang kebanyakan. Yang dibutuhkan hanyalah ruang gerak dan sosial yang inklusif bagi mereka agar nyaman berada di tengah keramaian.

Hingga saat ini banyak disabilitas dan lansia yang masih kesulitan mengakses trotoar di Kota Bandung. Entah karena trotoar yang rusak, dijadikan lahan parkir, dijadikan lapak pedagang kaki lima yang menyulitkan mereka dalam bergerak dan beraktivitas sehari-hari. Braga yang berada di kecamatan Sumur Bandung merupakan ikon Kota Bandung dan dekat dengan pusat kota sudah seharusnya memperhatikan keperluan bagi disabilitas dan lansia secara inklusif.

Tak hanya memperhatikan estetika Jalan Braga, tapi keramahan dan kenyamanan bagi disabilitas dan lansia pun harus terus diciptakan secara berkelanjutan sehingga dapat dinikmati semua kalangan secara inklusif tak terkecuali disabilitas dan lansia yang jumlahnya tak sedikit di Kota Bandung ini.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//