• Opini
  • Kapan Negara Mewujudkan Fasilitas Publik untuk Penyandang Disabilitas?

Kapan Negara Mewujudkan Fasilitas Publik untuk Penyandang Disabilitas?

Jumlah penyandang disabilitas yang ada di Indonesia mencapai 22,5 juta atau sekitar lima persen. Jumlah ini terbilang banyak. Namun fasilitas bagi mereka kurang.

Rifai Gunadi

Penulis adalah warga Bandung.

Siswa setingkat SMA di SLB ABCD Caringin, Bandung, pertengahan Agustus 2021 lalu. Selama pandemi, penyandang disabilitas kesulitan mengakses pelajaran. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

30 Mei 2022


BandungBergerak.idSore itu di tahun 2017 akhir bulan Desember ketika saya masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah atas dan belum terjadinya wabah Covid-19 yang merepotkan ini, baru pertama kali saya melihat seorang tunanetra sedang berjalan menjajakan kerupuk seorang diri. Sontak berbagai pertanyaan pun muncul dan mengelilingi setiap langkah kaki ketika saya hendak pulang.

Namun pada akhirnya pertanyaan-pertanyan yang sempat hinggap di kepala itu pun hilang, karena pikiran saya menemui kesimpulan tersendiri, seolah membisik dalam telinga bahwa jumlah penyandang disabilitas itu relatif sedikit, makanya saya jarang melihat orang disabilitas lalu lalang. Barangkali hal tersebut menjadi keliru ketika dibenturkan dengan data yang ada.

Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penyandang disabilitas yang ada di Indonesia mencapai 22,5 juta atau sekitar lima persen. Jumlah ini terbilang cukup banyak dan merupakan suatu hal yang mengejutkan. Pada akhirnya muncul kembali pertanyaan kenapa dengan jumlah yang terbilang cukup banyak, namun saya bahkan kita semua jarang melihat orang disabilitas, baik itu di pasar, di mal, bahkan di jalan umum.

Rupanya teman-teman disabilitas ini jarang terlihat di ruang publik karena akses fasilitas yang ada tidak mendukung mereka untuk berada di sana. Hal-hal yang kita anggap biasa, rupanya menjadi kemewahan bagi mereka. Misalnya untuk disabilitas daksa (fisik), tentunya kemiringan jalan sangat berpengaruh sekali.

Contoh lain misalnya disabilitas netra, sudah meratakah guiding block yang ada di sepanjang jalan umum untuk mereka agar aman berjalan, dan masih banyak lagi beberapa contoh “kemewahan” yang menurut kita itu hal yang biasa saja. Dengan fasilitas yang ada sekarang, pada akhirnya pengalaman untuk bersama (inklusif) menjadi terbatas.

Baca Juga: Ahmad Syafii Maarif dan Bandung
WTP BPK Bukan Berarti Seluruh Pengelolaan Keuangan Pemkot Bandung Baik
Laga Para Penghayat Muda

Hak Teman-teman Disabilitas

Pada dasarnya, setiap manusia itu unik, berbeda satu sama lain. Bahkan anak kembar dengan pengasuh yang sama, memiliki kecenderungan sifat yang berbeda satu sama lain. Manusia dianugerahi akal budi dan nurani untuk memiliki kemampuan menimbang dan mengarahkan segala sesuatu yang nantinya akan termanifestasikan dalam tindakan-tindakannya.

Membicarakan mengenai hak asasi manusia pada dasarnya adalah membicarakan tentang hidup dan kehidupan manusia, juga tentang keberadaan manusia dengan nilai-nilai kemanusiaan yang ada di sekelilingnya. Hak asasi manusia tidak lain adalah sebuah upaya penghargaan, penghormatan, dan perlindungan terhadap harkat-martabat umat manusia. Dengan terpenuhinya hak asasi, manusia diyakini akan bisa menentukan hidupnya sendiri guna mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Konvensi internasional mengenai hak-hak penyandang disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) yang telah diratifikasi oleh Indonesia dalam UU No. 19 Tahun 2011 mengatur berbagai hak yang harus dipenuhi negara. Secara spesifik, Pasal 9 UU Pengesahan CRPD atau No. 9 Tahun 2011 menjamin bahwa penyandang disabilitas atau mereka yang memiliki disabilitas fisik, mental, intelektual atau sensorik berhak untuk mendapatkan pemenuhan hak aksesibilitas. Hak ini sangat penting dalam rangka menjamin kemandirian dan partisipasi penyandang disabilitas dalam semua aspek kehidupan.

Negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mendukung dalam melaksanakan setiap upaya pemajuan hak asasi manusia, baik dimensinya pemenuhan bagi penyandang kelompok rentan, di antaranya ialah penyandang disabilitas, ataupun pemenuhan yang dimensinya universal seperti hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, level nasional maupun internasional.

Kewajiban dan tanggung jawab tersebut dapat dilihat dalam tiga bentuk, yakni: tanggung jawab menghormati (berupa tidak semena-mena), tanggung jawab melindungi (berupa bertindak aktif untuk memberi jaminan perlindungan) dan tanggung jawab memenuhi (berupa kewajiban untuk mengimplementasikan pendidikan gratis pada tingkat dasar, kewajiban untuk menjamin aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lain-lainnya).

Namun secara implementatif, utamanya mengenai pemenuhan akses umum masih jauh dari harapan. Sampai kapan fasilitas-fasilitas yang ada menjadi rintangan dan hambatan. Sebab kiranya ketidakmampuan atau keterbatasan mereka itu disebabkan oleh lingkungan (baik itu akses fisik atau nonfisik) atau kebijakan yang tidak inklusif dan cenderung diskriminatif.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//