Perjalanan Panjang Mendapatkan Surat Keterangan Disabilitas bagi Orang dengan Autisme dan ADHD Dewasa
Untuk mendapatkan surat keterangan disabilitas, saya harus melalui klinik pratama, ke klinik jiwa, lalu ke RSJ Provinsi Jawa Barat. Namun tidak membuahkan hasil.
Rhaka Katresna
Anggota Jaringan Anak Muda untuk Kerja Layak dan Inklusif (Jarum Kayu)
26 Maret 2023
BandungBergerak.id - Perjalanan ke Jakarta pada Sabtu, 7 Januari 2022 lalu, istimewa bagi saya. Ini adalah upaya terakhir saya untuk memperoleh surat keterangan disabilitas. Perjalanan ini saya lakukan setelah saya mendapatkan diskriminasi dari seorang dokter psikiater sebulan sebelumnya, 25 Desember 2022. Saya sudah melaporkan kejadian diskriminasi tersebut melalui platform lapor.go.id dan sampai sekarang saya tidak tahu bagaimana tindak lanjut dari laporan saya.
Alasan saya membuat surat keterangan disabilitas adalah untuk memperoleh aksesibiltas di tempat saya bekerja di masa mendatang, melamar kuliah dan mendapatkan beasiswa, serta administrasi kependudukan. Saat saya terbuka tentang kondisi saya, komentar yang biasanya muncul adalah “tapi kamu kelihatan normal kok, gak kelihatan autis”. Saya biasa merespons, kamu akan merasakan perbedaannya saat kamu bekerja bersama saya.
Selama ini saya merasa tidak aman jika tidak ada jaminan dari pemberi kerja tentang inklusi disabilitas. Yang membuat saya merasa sedih adalah lowongan kerja untuk disabilitas didominasi oleh pekerjaan-pekerjaan kasar. Padahal ada, termasuk saya, orang dengan autisme dan ADHD (Attention-deficit hyperactivity disorder, istilah medis untuk gangguan mental impulsif dan hiperaktif) yang punya minat khusus dan mau bekerja sesuai dengan minat khususnya. Saya sendiri senang dalam pekerjaan konseling, pendidikan, dan pelatihan.
Aksesibilitas yang saya maksud adalah dukungan kebutuhan khusus yang disediakan tempat bekerja berdasarkan disabilitas yang saya miliki. Karena nama lengkap autisme adalah gangguan spektrum autisme, jadi gejala dan kesulitan yang dialami setiap penyandangnya berbeda. Seperti spektrum, seseorang punya warna perkembangannya masing-masing.
Saya memiliki keterbatasan dalam perkembangan komunikasi. Saat berkomunikasi dengan teman saya, misalnya, saya biasanya mengingatkan dia untuk bicara dengan kata yang sederhana dan sopan. Memberikan kode-kode yang biasanya ada di budaya, serta gestur-gestur untuk komunikasi kadang membuat saya bingung. Sederhana, karena saya gak ngerti dan butuh waktu lebih lama daripada orang biasa untuk beradaptasi.
Saya belum mengetahui bagaimana Perda Disabilitas Kota Bandung dapat memfasilitasi akomodasi kebutuhan khusus di tempat kerja, selain dibentuknya FKKADD (Forum Komunikasi Keluarga Anak dengan Disabiltas) yang dikelola oleh Dinas Sosial Kota Bandung.
Saya sudah mencoba menggunakan layanan BPJS untuk mendapatkan surat keterangan disabilitas. Langkah pertama yang saya lakukan adalah mengunjungi fasiltas kesehatan tingkat pertama. Di faskes satu, saya melampirkan surat keterangan dokter dari RSCM yang menyatakan bahwa saya sudah melakukan telekonsultasi selama dua kali di bulan Oktober 2022. Berdasarkan pemeriksaan tersebut saya didiagnosis hidup dengan autisme dan ADHD, serta memiliki kesulitan dalam memahami komunikasi kompleks.
“Kamu kelihatannya normal, kok,” begitu komentar dokter di FKTP (fasilitas kesehatan). Saya jelaskan kepada dokter, bahwa saya punya kesulitan komunikasi yang kadang membuat saya gak bicara atau menemukan kata-kata yang tepat, apalagi saat dalam tekanan.
Saya dirujuk ke Klinik Jiwa Grha Atma yang alamatnya berada di Jalan Riau 11. Saya dapat pelayanan dan dukungan yang baik. Psikiater membantu saya untuk mengalamatkan kesulitan komunikasi yang saya alami, kemudian saya dirujuk ke RSJ Provinsi Jawa Barat untuk membuat surat keterangan disabilitas. Kabar yang saya dapatkan dari klinik adalah surat keterangan disabilitas hanya bisa dibuatkan di RSJ Provinsi Jawa Barat.
Perjalanan sekitar hampir satu jam saya tempuh dari Bandung menuju RSJ Provinsi Jawa Barat di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Saya datang dengan optimisme bahwa saya akan mendapatkan dukungan yang tepat dan layak. Saya mengikuti alur administrasi dan sebagainya. Lalu saya masuk ke ruang anamnesa dan diwawancarai oleh perawat. Saya kemudian menanyakan kepada perawat apa surat keterangan disabilitas itu tersedia. Perawat menjawab bahwa surat keterangan disabilitas yang saya maksud belum pernah dibuat sebelumnya di RSJ Provinsi Jawa Barat. Bahkan, petugas administrasinya meminta contoh formatnya dari saya. Saya ambil contoh format lewat mesin penelusuran. Beberapa kali saya bolak balik ke ruang administrasi untuk menjelaskan surat tersebut. Mereka berkata bahwa surat seperti itu belum pernah dibuat di RSJ Provinsi Jawa Barat.
Mendapatkan Diskriminasi
Tidak hanya di situ, saya mendapatkan diskriminasi dari dokter psikiater di sana. Ia mewawancarai saya dan kemudian merujuk saya untuk mengambil tes MMPI yang terkenal digunakan untuk memeriksa kepribadian dan kerentanan gangguan jiwa. Saya mengambil tes tersebut, kemudian hasilnya keluar dan dokter psikiater menyampaikan hasilnya kepada saya.
“Hasilnya bagus, kamu normal dan gak ada masalah. Malah bagus punya pribadi yang rasa tanggung jawabnya kuat. Kamu bukan disabilitas dan saya gak akan buatkan surat keterangan disabilitas untukmu,” kata psikiater tersebut.
Saya mau bilang menyangkal, tetapi dengan pernyataan dokter psikiater yang seperti itu membuat saya kecewa. Keterangan dan hasil asesmen yang saya berikan tidak diperiksa sama sekali. Kesulitan komunikasi saya pun diabaikan. Psikiater pun tidak memberikan saya rujukan untuk terapi dukungan. Saya segera pulang, setelah psikiater meminta saya pulang.
Baru setelah satu jam kemudian, saya baru menyadari bahwa saya menjadi korban diskriminasi oleh seorang psikiater di RSJ Provinsi Jawa Barat. Saya menghubungi beberapa teman dari berbagai organisasi dan jaringan terkait kesehatan jiwa dan disabilitas. Saya mendapatkan dukungan dan pemahaman bahwa yang saya alami adalah diskriminasi dan oleh karena itu, saya perlu melanjutkan advokasi saya dengan mengajukan surat keterangan disabilitas ke RSCM.
Lanjut di keesokan harinya, saya punya cukup tenaga untuk melaporkan kasus diskriminasi ini lewat situs lapor.go.id. Karena keterbatasan bahasa, saya menuliskan bahwa saya tidak mendapatkan dukungan dan pelayanan surat keterangan disabilitas. Ini menyedihkan karena regulasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 15 Tahun 2019 sudah disahkan, tetapi akomodasi untuk orang dengan autisme dan ADHD tidak tersedia. Seorang teman memberitahukan bahwa akomodasi baru tersedia hanya untuk orang dengan disabilitas fisik, serta banyak profesional kesehatan yang berasumsi bahwa disabilitas itu hanya yang termasuk disabilitas fisik.
Baca Juga: Transpuan, Penyandang Disabilitas, dan Persma Berbicara: Jurnalis Mendengarkan
Menonton Bioskop Bersama Teman Difabel Bandung, Berharap Fasilitas Publik yang Ramah Disabilitas
Kapan Penyandang Disabilitas Bisa Mudah Mengakses Pelayanan Administrasi Pemkot Bandung?
Pelayanan RSCM
Pelayanan yang saya terima di RSCM, Jakarta, jauh lebih baik daripada yang saya dapatkan di Bandung. Saya tiba pukul delapan pagi di RSCM, ditemani oleh teman dari Jarum Kayu (Jaringan Anak Muda untuk Kerja Layak dan Inklusif). Reservasi secara daring sudah dilakukan, saya tinggal melakukan pendaftaran melalui pindai kode dari gawai. Kami berjalan ke lantai dua dan disambut oleh perawat yang jaga. Saya akan periksa pukul 13 dan kami beristirahat di kedai kopi sampai waktunya tiba. Saat saya sedang mencari makan pukul 11, saya mendapatkan telepon bahwa psikiater neuroscience yang saya reservasi merujuk saya ke dokter psikiater perkembangan anak dan remaja. Saya segera berjalan ke RSCM untuk pemeriksaan.
Saya mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan berupa pemeriksaan menyeluruh mengenai kondisi disabilitas saya. Hal yang ditanyakan saat konsultasi termasuk perkembangan emosi, bahasa, perhatian, dan konsentrasi, gejala awal perkembangan, keterampilan manajemen perilaku, strategi koping, dan sebagainya. Dari hasil pemeriksaan sebelumnya, saya dianjurkan oleh psikiater untuk rutin berlatih percakapan dengan satu orang, supaya saya bisa belajar gaya bicara dan bagaimana menanyakan umpan balik. Di RSCM kali ini, saya mendapat tambahan pekerjaan rumah untuk mengadakan grup obrolan dengan dua orang. Saya diminta untuk mencoba memperhatikan bagaimana dinamika percakapan dengan lebih dari satu orang sekaligus. Saya menjadi sadar bahwa saya punya kesulitan untuk memahami komunikasi yang kompleks. Seperti yang saya jelaskan di awal bahwa gestur-gestur dan kias-kias membuat saya bingung karena tidak mengerti maksudnya.
Kepada psikiater di RSCM saya sampaikan kebutuhan saya untuk membuat surat keterangan disabilitas. Psikiater tersebut menawarkan akan membuatkan resume medis dan juga rekomendasi untuk dukungan kebutuhan khusus di tempat kerja. Namun, itu bukan yang saya butuhkan. Saya lantas memberikan contoh surat keterangan disabilitas yang dimaksud.
Namun psikiater tersebut mengatakan, psikiatri RSCM belum pernah membuat surat keterangan disabilitas dan karenanya psikiater akan mengadvokasikan ini ke RSCM Pusat. Ini adalah pengalaman puncak bagi saya, karena pada akhirnya saya bertemu dengan orang yang sama-sama punya perhatian yang sama soal disabilitas.
Saya menceritakan pengalaman sebelumnya bahwa saya mendapatkan diskriminasi di RSJ Provinsi Jawa Barat. Psisikater menjawab bahwa kondisi disabilitas mental itu berbeda dengan disabilitas perkembangan. Meskipun hasil MMPI saya bagus dan menunjukan hasil kondisi kesehatan jiwa yang baik, memang itu benar, tetapi saya memiliki kesulitan yang disebabkan oleh kondisi autisme dan ADHD saya. Itulah yang harus diperhatikan oleh kita bersama.
Pengalaman suportif yang saya dapatkan di RSCM adalah berharga. Setelah saya konsultasi dengan dokter, saya didukung oleh perawat. Kami merencanakan langkah-langkah yang bisa saya lakukan untuk mengatasi kesulitan saya ke depannya. Salah satu di antaranya adalah terapi wicara. Secara administrasi, psikiater akan merujuk ke bagian rehabilitasi medik. Kemudian saya akan melalui pemeriksaan dan mendapatkan jadwal terapi rutin. Saya berpikir bahwa ini adalah hal yang tepat saya butuhkan.
Perawat menyebutkan bahwa RSCM sebelumnya sudah pernah membuatkan surat keterangan disabilitas untuk orang dengan disabilitas fisik. Saya pun menyampaikan harapan melalui perawat untuk disampaikan dalam rapat dengan RSCM pusat, bahwa akses surat keterangan disabilitas dan terapi suportif untuk autisme dan ADHD dewasa agar tersedia di Jawa Barat juga. Ya, supaya saya tidak menabung banyak dan jauh-jauh pergi ke Jakarta. Yang saya ketahui, terapi suportif untuk orang autisme dan ADHD melalui BPJS di Kota Bandung hanya tersedia untuk pasien anak. Selain dari BPJS, sebenarnya banyak pilihan melalui layanan psikolog perkembangan, tetapi biayanya sangat tinggi bagi saya. Saya berpikir mungkin ada baiknya jika ada psikolog perkembangan yang mengembangkan pelayanan berdasarkan bisnis sosial supaya orang dewasa dengan autisme dan ADHD bisa terdukung. Akan lebih baik lagi jika BPJS menanggung pelayanan psikologi ini.
Setelah periksa di RSCM, saya membagikan pengalaman pemeriksaan saya dengan rekan dari Jarum Kayu. Ini adalah pengalaman pertama bagi Jarum Kayu dalam pendampingan surat keterangan disabilitas. Merupakan hal baru bagi rekan saya bahwa ternyata aksesibilitas untuk orang kebutuhan khusus di tempat kerja bisa diupayakan. Namun, saya belum tahu apakah ada regulasi yang benar-benar mengakomodasi kebutuhan khusus dan keterlibatan orang dengan disabilitas.
Tidak hanya di tempat kerja, universitas pun perlu mempertimbangkan aksesibilitas untuk orang dengan autisme dan ADHD. Ada stigma soal orang autis dan ADHD hanya bisa mengambil jurusan seni. Padahal ada loh orang dengan autisme dan ADHD yang punya minat khusus pada jurusan-jurusan kuliah tertentu. Itu perlu diakomodasi juga. Karena kita sebagai warga negara, ingin berkontribusi juga dalam pekerjaan dan masyarakat.