• Berita
  • Menunggu Respons Bupati Bandung atas Laporan Dugaan Pelanggaran HAM dalam Revitalisasi Pasar Banjaran

Menunggu Respons Bupati Bandung atas Laporan Dugaan Pelanggaran HAM dalam Revitalisasi Pasar Banjaran

Sejumlah pedagang masih ada yang menolak revitalisasi Pasar Banjaran yang melibatkan swasta. Kondisi perdagangan mereka pun sepi pembeli.

Seorang pemuda Banjaran menjadi pocong dengan spanduk penolakan swastanisasi Pasar Banjaran di dada, di Gedung DPRD Jabar, Bandung, Senin (31/7/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul23 November 2023


BandungBergerak.idPedagang Pasar Banjaran yang menolak revitalisasi pasar dengan skema pengelolaan pihak ketiga (swasta) melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Para pedagang menyatakan, ada dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam proses revitalisasi pasar di Bandung selatan tersebut.

Komnas HAM merespons laporan tersebut dengan mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada Bupati Bandung, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bandung, dan Kepala UPTD Pasar Banjaran. Sayangnya, hingga tenggat masa waktu 30 hari, ketiga pihak tersebut belum menyampaikan klarifikasinya.

Pedagang Pasar Banjaran yang menjadi pelapor ke Komnas HAM Deri Hermansyah menyesalkan sikap Bupati Bandung dan dua pihak lainnya yang tidak merespons permintaan klarifikasi. Ia menilai Bupati tidak patuh dalam menjalankan kewajibannya untuk memenuhi perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia sebagaimana diatur oleh undang-undang.

“Padahal kami ingin tahu, poin-poin klarifikasi Bupati, perusahaan serta pihak lainnya, sesuai tidak dengan pelaksanaannya di lapangan,” terang Dery Hermansyah, Senin, 20 November 2023, sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima BandungBergerak.id.

Ketika dihubungi BandungBergerak.id, Dery mengungkapkan bahwa sebelumnya sejumlah pedagang pasar Banjaran sudah dua kali melaporkan dugaan pelanggaran HAM kepada Komnas HAM. Pelaporan pertama pada 24 Juli disampaikan secara langsung. Pelaporan kedua disampaikan melalui surel pada 19 Agustus.

Selanjutnya, pada 17 Oktober Komnas HAM mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada bupati Bandung dan pihak terkait lainnya dengan tenggat waktu selama 30 hari.

“Sampai saat ini tanggal 17 kemarin belum ada balasan klarifikasi dari pihak Bupati dan Disperdagin. Harusnya itu sudah ada (balasan klarifikasi) kan batas waktunya 30 hari,” terang Dery melalui sambungan telepon.

Pedagang Pasar Banjaran menilai, pengabaian permintaan klarifikasi menguatkan adanya dugaan pelanggaran HAM selama proses revitalisasi Pasar Banjaran. Para pedagang juga menilai ketiga pihak tersebut menganggap enteng permintaan lembaga negara independen yang bertugas menegakkan HAM di Indonesia.

Dery menyebut, Komnas HAM akan memberikan surat permintaan klarifikasi yang kedua. Jika surat kedua masih diabaikan oleh ketiga pihak, ia berharap Komnas HAM dapat bertindak tegas dengan menerbitkan surat rekomendasi penghentian pembangunan hingga hak-hak pedagang terpenuhi.

Dery melanjutkan, selain klarifikasi Komnas HAM juga bersedia memediasi antara seluruh pihak terkait persoalan dugaan pelanggaran HAM. Namun, jika langkah ini tak membuahkan hasil sesuai yang diharapkan, para pedagang akan melakukan langkah selanjutnya yaitu melakukan pelaporan kepada Ombudsman RI.

“Harus satu per satu, diberesin dulu yang komnas HAM terus baru ke Ombudsman. Misal bupati sekarang nih gak ada tanggapan sama sekali, tindak lanjutnya pihak Komnas HAM akan memberikan surat klarifikasi yang kedua. Kalau misalkan bupatinya sedia, lanjut mediasi,” terang Dery.

Spanduk penolakan swastanisasi Pasar Banjaran tergantung di Pasar Banjaran, Kabupaten Bandung, Rabu (14/6/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Spanduk penolakan swastanisasi Pasar Banjaran tergantung di Pasar Banjaran, Kabupaten Bandung, Rabu (14/6/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Kondisi Pedagang Pasar Banjaran

Persoalan penolakan pedagang Pasar Banjaran sudah berlangsung sejak Mei 2023. Berbagai upaya dilakukan oleh pedagang menolak revitalisasi Pasar Banjaran dengan skema Bangun Guna Serah (BGS), mulai aksi, malam nyanyian, ronda malam, hingga upaya hukum di pengadilan dan Komnas HAM.

Di tengah jalan, sikap pedagang terpecah. Ada yang menerima revitalisasi namun ada juga yang tetap menolak swastanisasi pasar. Di sisi lain, revitalisasi Pasar Banjaran jalan terus yang dimulai dengan ground breaking (Pencanangan Tiang Pancang), Selasa, 15 Agustus 2023.

Pedagang Pasar Banjaran menyebut bahwa peristiwa revitalisasi berdampak besar bagi kehidupan pedagang. Salah satu yang sering kali luput dari perhatian adalah trauma yang dialami para pedagang.

“Hal ini semakin memperburuk kehidupan mereka yang sudah terpinggirkan dan minim perlindungan hukum sebagai pelaku usaha sektor informal yang seharusnya jadi tanggung jawab pemerintah,” kata pedagang, dikutip dari siaran pers.

Pedagang menilai bahwa pemerintah seharusnya membuat musyawarah yang tulus, mencari kemungkinan alternatif selain penggusuran, memberikan pemberitahuan yang layak dan beralasan, melakukan konsultasi publik. Pemerintah juga harus melakukan penilaian terhadap dampak penggusuran secara holistik dan komprehensif.

“Wajib menunjukan bahwa tindakan penggusuran tidak dapat dihindari dan yang paling penting adalah wajib memastikan tidak ada warga yang mengalami penurunan kualitas hidup,” ungkap pedagang.

Dery menyampaikan bahwa kondisi pedagang di Pasar Banjaran kini berpisah dan berpencar-pencar. Pedagang yang menyetujui revitalisasi menempati lahan dan berdagang di lokasi relokasi.  Sedangkan yang masih menolak berdagang di depan pagar dan ada yang berdagang di depan Terminal Banjaran.

Karena kondisi tersebut, perdagangan di pasar jadi sepi dibandingkan sebelum revitalisasi. Dery senddiri berjualan di luar pagar seng Jalan Kiartasan bersama sekitar 100 pedagang lainnya. Ia seperti memulai jualan dari nol lagi.

“Untuk saat ini bisa disebutkan sangatlah sepilah. Dikarenakan pembelinya habis oleh yang berjualan di jalan provinsi itu, terminal, yang di depan,” terang Dery.

Penurunan omzet juga dikeluhkan oleh pedagang-pedagang lainnya. Pedagang juga menyebut tempat relokasi dianggap tidak representatif dan membuat sebagian pedagang memilih meninggalkan, berjualan di tempat lain, atau berjualan di rumah.

Dalam surat Komnas HAM tentang permintaan klarifikasi, Komnas HAM mengingatkan bahwa hak kesejahteraan terkait dengan tugas kepala daerah telah diatur dalam undang-undang.

“Maka klarifikasi Bupati Kab. Bandung Dadang Supriatna, merupakan perwujudan implementasi kewajiban pemerintah untuk perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia sebagaimana ketentuan pasal 28I ayat (4) UUD 1945 dan pasal 8 Jo. Pasal 71 UU HAM,” kata Komnas HAM. 

Baca Juga: Ketika Para Perempuan Pedagang Pasar Banjaran Menghalau Ekskavator
Proses Hukum Pasar Banjaran masih Berjalan, Revitalisasi Harus Dihentikan
Pasar Banjaran dalam Angka, Kebijakan yang tidak Memihak Rakyat akan Meningkatkan Angka Kemiskinan di Kabupaten Bandung

Revitalisasi atau Swastanisasi?

Meski revitalisasi Pasar Banjaran merugikan para pedagang, proses pembangunan yang menggandeng swasta ini jalan terus. Pada Selasa, 15 Agustus 2023 lalu dilakukan pencanangan tiang pancang (Ground Breaking) sebagai tanda revitalisasi dimulai.

Pasar Banjaran merupakan salah satu pasar milik Pemkab Bandung yang akan dibangun dan dikelola oleh PT. Bangun Niaga Perkasa selaku mitra Bangun Guna Serah (BGS) pembangunan dan pengelolaan Pasar Sehat Banjaran.

Bupati Bandung Dadang Supriatna menolak penyebutakn swastanisasi pada pembangunan dan pengelolaan Pasar Banjaran. Ia mengklaim pembangunan ini sebagai kolaborasi antara pemerintah, badan usaha, warga pedagang, para pembeli, aparat setempat dan warga masyarakat sekitar.

"Kolaborasi seperti ini telah sukses diterapkan di Pasar Baru Cicalengka dan Pasar Sehat Soreang, yang saat ini telah mendapatkan sertifikasi SNI Pasar Rakyat, bahkan untuk Pasar Sehat Soreang telah mendapatkan penghargaan sebagai pasar inspiratif dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Perdagangan. Saya berharap Pasar Banjaran ini juga dapat menjadi pasar berikutnya yang mendapatkan sertifikat SNI Pasar Rakyat dan menjadi pasar inspiratif, " beber Bupati, dalam pernyataan resmi.

Meski demikian, di lapangan kenyatannya berbeda. Para pedagang kini terpencar dan merasakan dampak merugikan karena revitalisasi.  

*Kawan-kawan bisa membaca reportase-reportase lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan lain Revitalisasi Pasar Banjaran

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//