• Berita
  • Pasar Banjaran dalam Angka, Kebijakan yang tidak Memihak Rakyat akan Meningkatkan Angka Kemiskinan di Kabupaten Bandung

Pasar Banjaran dalam Angka, Kebijakan yang tidak Memihak Rakyat akan Meningkatkan Angka Kemiskinan di Kabupaten Bandung

Swastanisasi berkedok revitalisasi Pasar Banjaran merupakan kebijakan yang tidak memihak kepada para pedagang.

Spanduk penolakan swastanisasi Pasar Banjaran tergantung di Pasar Banjaran, Kabupaten Bandung, Rabu (14/6/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana11 Juli 2023


BandungBergerak.idPasar Banjaran adalah jantung perekonomian warga Banjaran, Kabupaten Bandung. Sebagai pasar tradisional atau pasar rakyat, Pasar Banjaran bukan hanya ruang ekonomi melainkan sebagai tempat tumbuhnya nilai-nilai sosial yang tak ada di pasar-pasar modern. Swastanisasi berkedok revitalisasi Pasar Banjaran oleh Pemkab Bandung akan mencerabut nilai-nilai sosial ekonomi tersebut.

Seperti ramai diberitakan, Pemkab Bandung menggandeng swasta (pengusaha) keuekuh mau menata ulang (revitalisasi) Pasar Banjaran dengan tajuk terkesan manis, “Pasar Sehat Banjaran”. Pasar tradisional selama ini dipandang kotor, bau, harga tidak menentu, dan cap negatif lainnya. 

Arifin dalam Jurnal Lentera menjelaskan, pasar tradisional berjalan berdasarkan cara-cara tradisional, buka hanya pada pagi hingga siang hari, cara penataan barang yang masih sangat tradisional sehingga terlihat kotor, berdesak-desakan. Namun dengan kondisi tradisional ini, pasar tradisional tetap penopang perekonomian utama bagi masarakat terutama kelas menengah ke bawah.

Selain sebagai media pertemuan antara penjual dan pembeli, tulis Arifin, pasar rakyat sekaligus juga berfungsi sebagai media penciptaan lapangan kerja, pemasok berbagai kebutuhan penduduk, jasa angkutan barang-barang dagangan dan barang-barang belanja, jasa keuangan (bank, koperasi), dan berbagai lapangan kerja lainnya, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.

“Berdasarkan hasil pengamatan, masih banyak anggota masyarakat yang lebih suka berbelanja di pasar-pasar rakyat, tidak saja mereka yang dari golongan bawah tetapi juga dari golongan menengah bahkan golongan atas,” papar M. Arifin, diakses Selasa (11/7/2023).

Ada beberapa pertimbangan yang menyebabkan mereka masih menggunakan pasar rakyat sebagai tempat belanja, seperti harga relatif lebih murah, lebih banyak pilihan, bisa menawar, sarana interaksi sosial budaya masyarakat yang sudah berlangsung sejak lama dan barang yang dicari tidak tersedia di pasar swalayan. “Ini merupakan beberapa keunggulan dan kekuatan yang dimiliki oleh pasar rakyat,” lanjut M. Arifin.

Arifin mencatat, dalam kondisi krisis pasar tradisional terbukti tetap bertahan dan mampu melayani kebutuhan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat luas. Pasar tradisional telah menyumbangkan lapangan kerja dan memberikan kehidupan bagi banyak orang. Dari seluruh pasar rakyat yang di Indonesia, terdapat sedikitnya 12,6 juta pedagang, belum termasuk para pemasok barang serta pengelola pasar.

Apa yang Terjadi di Pasar Banjaran?

Pemkab Bandung memang berencana melakukan revitalisasi, namun mendapat penolakan serius dari pedagang Pasar Banjaran. Pedagang bukan menolak revitalisasi ini karena dilakukan oleh swasta, bukan oleh Pemkab Bandung sendiri. Jika revitalisasi diserahkan pada swasta, maka hal ini merugikan bagi pedagang. Sebab swasta atau pengusaha cenderung akan mengutamakan keuntungan daripada kesejahteraan pedagang Pasar Banjaran.

Para pedagang Pasar Banjaran terus menyuarakan aspirasinya agar revitalisasi dilakukan oleh Pemkab Bandung tanpa melibatkan swasta. Menurut para pedagang, revitalisasi seharusnya menggunakan dana APBD, bukan dari duit pemodal.

Mencermati gejolak di Pasar Banjaran, maka menarik memotret data-data penting terkait Kecamatan Banjaran, umumnya Kabupaten Bandung. Menurut dokumen BPS Kabupaten Bandung dalam Angka 2021, Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang dikelilingi pegunungan selatan dengan ketinggian antara 500 meter sampai 1.800 meter dpl.

Luas Kabupaten Bandung 1.762,4 kilometer persegi, terdiri dari 31 kecamatan dengan Kecamatan Banjaran di dalamnya. Luas Banjaran 18 kilometer persegi (2,44 persen dari total luas Kabupaten Bandung). Jarak Kecamatan Banjaran ke ibu kota Kabupaten Bandung di Soreang di bawah 10 kilometer.

Selain mengandalkan pertanian, penduduk Kabupaten Bandung juga berdagang. BPS Kota Bandung mencatat, perdagangan di Kabupaten Bandung terbagi ke dalam tiga jenis sarana, yaitu pasar, toko, kios, dan warung. Pada tahun 2020, sarana perdagangan di wilayah Kabupaten Bandung terdapat 20 unit pasar. Barangkali Pasar Banjaran masuk ke dalam kategori pasar ini.

Penduduk Kabupaten Bandung

BPS Kabupaten Bandung mencatat pada 2021 penduduk Kabupaten Bandung sebanyak 3.666.156 jiwa. Jumlah ini terdiri atas 1.869.009 jiwa laki-laki (50,98 persen) dan 1.797.147 jiwa perempuan (49,02 persen). Komposisi penduduk kabupaten Bandung didominasi olah penduduk usia kerja (15 - 64 tahun) yang mencapai 68,77 persen. Dengan luas wilayah Kabupaten sebesar 1.762,40 kilometer persegi, rata- rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bandung sebesar 2.080 jiwa per kilometer persegi.

Dilihat dari sisi ketenagakerjaan, lebih dari setengah penduduk Kabupaten Bandung yang bekerja adalah seorang laki-laki. Hal serupa juga terjadi pada penduduk Kabupaten Bandung yang jenis kegiatan selama seminggu terakhirnya adalah pengangguran terbuka. Kemudian dari segi pendidikan tertinggi yang ditmatkan, lebih dari seperempat angkatan kerja di Kabupaten Bandung merupakan lulusan SMA/sederajat.

Kecamatan Banjaran merupakan wilayah yang dihuni 133.989 jiwa. Dengan kata lain, 3,65 persen penduduk di Kabupaten Bandung ada di Banjaran. Penduduk tersebut tersebar di 11 desa. Luas Banjaran sendiri 42,92 kilometer persegi.

Salah satu masalah yang dihadapi Kabupaten Bandung adalah kemiskinan. Dalam delapan tahun terakhir, angka kemiskinan di kabupaten yang dipimpin Dadang Supriatna dan Syahrul Gunawan ini cenderung naik (BPS 2014–2021). Pada 2014, jumlah warga miskin Kabupaten Bandung sebesar 266.800 jiwa dengan garis kemiskinan 264.129 rupiah. Artinye, penghasilan keluarga miskin pada 2014 hanya sebesar 264.129 rupiah per bulan.

Dari tahun tersebut, angka kemiskinan terus naik hingga 2021 sebanyak 269.200 warga miskin (7,15 persen) dengan garis kemiskinan 378.819 rupiah. Angka kemiskinan ini dikhawatirkan terus naik jika Pemkab Bandung membuat kebijakan yang tidak berpihak kepada warganya. Salah satu kebijakan yang tidak berpihak kepada warga adalah swastanisasi berkedok revitalisasi Pasar Sehat Banjaran.

Baca Juga: Menolak Penggusuran Pasar Banjaran, Warga Gelar Longmars dan Doa Bersama
Proses Hukum Pasar Banjaran masih Berjalan, Revitalisasi Harus Dihentikan
Penolakan Dibalas Intimidasi, dari Pemagaran hingga Pengerahan Alat Berat di Tengah Kisruh Revitalisasi Pasar Banjaran

Revitalisasi Seharusnya Menguntungkan Pedagang Pasar

Pasar tradisional seperti Pasar Banjaran jelas memiliki peranan yang strategis. Namun pasar rakyat ini juga mempunyai berbagai tantangan dan permasalahan, yaitu menjamurnya pasar modern (supermarket, minimarket, mall, dll.) yang menawarkan tempat berbelanja yang nyaman, aman, dan bersih. Pasar-pasar modern bahkan menyediakan tempat rekreasi bagi masyarakat, hal ini yang tidak ditawarkan pasar tradisional.

“Peningkatan selera konsumen yang menginginkan pasar yang bersih, aman dan nyaman merupakan permasalahan yang dihadapi oleh pasar rakyat. Hal ini menyebabkan penurunan omset penjualan di pasar rakyat yang juga berdampak terhadap penurunan kesejahteraan pedagang pasar,” tulis Arifin.

Keberadaan pasar tradisional yang kini semakin terhimpit dari pesatnya pertumbuhan pasar modern menjadi penting untuk segera diselamatkan. Salah satunya yakni melalui program revitalisasi pasar tradisional.

“Maka peran pemerintah sangat diharapkan. Artinya perlu dilakukan penataan terhadap pasar-pasar rakyat agar keberadaannya dapat memenuhi harapan masyarakat dengan menggunakan model penataan yang memadukan harapan konsumen dan kemampuan produsen dalam hal ini para pedagang di pasar rakyat,” ungkap Arifin.

Arifin mengingatkan revitalisasi tersebut harus mempertimbangkan aspek sosial ekonomi pedagang dan pembeli di pasar tradisional. Tidak dapat dipungkiri sebagian pasar rakyat setelah dilakukan revitalisasi tidak sesuai dengan harapan atau indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, misalnya pasar menjadi sepi.

Revitalisasi Pasar Banjaran oleh swasta yang ditolak para pedagang menjadi peringatan bagi Pemkab Bandung terkait keberhasilan revitalisasi ini nantinya.  

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//