Menilik Peran Komunitas E-waste Bandung dalam Mengelola Limbah Elektronik
Limbah elektronik belum memiliki penanganan sesuai standar dan serius di Indonesia. Padahal limbah elektronik membahayakan lingkungan dan kesehatan.
Aulia Nur Afifah
Mahasiswa di Bandung
7 Desember 2023
BandungBergerak.id – Memiliki peralatan elektronik rasanya sudah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat. Pernahkah terbesit di pikiran kalian, apa dampak dari limbah elektronik dalam kehidupan dan ke mana perginya sampah elektronik tersebut?
Pesatnya perkembangan teknologi tidak terpaut jauh dari barang elektronik yang menjadi kebutuhan manusia. Dilansir dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, timbunan sampah elektronik di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 2 juta ton. Pulau Jawa lebih mendominasi penghasil limbah elektronik dengan persentase 56%.
Tanpa disadari penggunaan barang elektronik yang tidak lagi terpakai akhirnya menjadi limbah elektronik yang biasa disebut dengan electronic waste atau e-waste. Barang e-waste mudah ditemukan dalam kehidupan sehari hari contohnya laptop, handphone, peralatan rumah tangga seperti televisi, radio, kipas angin, setrika, dan masih banyak lagi.
Dewasa ini, terdapat banyak gerakan inisiatif yang berfokus pada kepedulian terhadap lingkungan untuk menangani permasalahan sampah. Banyaknya kegiatan pengumpulan sampah, mayoritas hanya menaruh perhatian pada daur ulang sampah organik dan anorganik. Meskipun demikian, masih terbatas jumlah gerakan atau usaha yang sungguh-sungguh yang memiliki fokus dalam menangani permasalahan sampah elektronik di Indonesia.
Baca Juga: Bandung Belum Bebas dari Krisis Sampah
Tragedi Ledakan Sampah yang Berulang
Ancaman Berlapis Krisis Sampah Bandung bagi Perempuan
Komunitas E-waste Bandung
Salah satu komunitas yang bergerak dalam menangani limbah elektronik di Indonesia yaitu komunitas e-waste Bandung. Kita dapat menilik komunitas ini di daerah Cigadung Raya Timur nomor 56. Komunitas ini berada di bawah naungan Bang Amin IT yang merupakan perusahaan startup bergerak di bidang service gadget, jual beli, recovery data dan pengolahan sampah elektronik. Komunitas ini memiliki tujuan sebagai wadah limbah elektronik yang sudah tidak terpakai kemudian akan dipilah barang yang dapat dimanfaatkan atau diberikan kepada pengolahan limbah elektronik yang sudah memiliki izin.
Komunitas e-waste Bandung memberi kesempatan kepada khalayak ramai, baik dari kota Bandung maupun luar kota Bandung untuk dapat menghasilkan cuan dari alat elektronik yang dihasilkan. Mereka mengangkat slogan “daripada sempit mending jadi duit”. Hasil dari pengelolaan sampah elektronik nantinya akan didonasikan kepada pihak yang membutuhkan.
Bagi komunitas e-waste Bandung visi mereka akan tercapai apabila di Bandung sampah elektronik dapat terpisah dari sampah organik dan anorganik. Namun sering kali kita hanya menemui pemilahan sampah organik dan anorganik saja, padahal sampah elektronik juga seharusnya memiliki tempat pembuangan yang terpisah supaya dapat diolah oleh pihak yang berwenang. Berdasarkan The Global E-waste Monitor yang dimuat dalam data statistik pada tahun 2019 bahwa negara Indonesia telah memasuki 10 besar negara penghasil limbah elektronik terbanyak, tepatnya pada peringkat ke-7 dengan menghasilkan 1,6 juta ton metrik. Sayangnya limbah elektronik belum memiliki penanganan sesuai standar dan serius di Indonesia. Padahal limbah elektronik memiliki sejumlah bahaya serius bagi masyarakat terutama bagi lingkungan dan kesehatan.
Kalian tau nggak? Baru-baru ini terdapat berita tumpukan sampah bisa meledak lho. Penyebabnya tidak lain karena dalam tumpukan sampah tersebut terdapat gas metana. Lalu bagaimana ya hal itu jika terjadi pada sampah elektronik yang dibuang secara sembarangan?
Maraknya pembakaran sampah elektronik mampu mengemisikan gas dioksin, timbal, dan gas hidrokarbon yang merupakan pembentuk efek rumah kaca ke udara sebagai polutan. Gas ini berpotensi mencemari udara, tanah, dan air hingga akhirnya akan berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia dan hewan. Di sisi lain, pembakaran sampah elektronik dapat menghasilkan senyawa baru yang lebih berbahaya, yang kemudian bercampur dengan udara dan berpotensi merugikan kesehatan manusia.
Membangun Kesadaran
Limbah elektronik tidak boleh dibuang secara sembarangan karena memiliki kandungan logam berat, pvc, zat kimia berbahaya dan kandungan berbahaya lainnya. Oleh karena itu, pengelolaan e-waste tidak sembarangan karena pihak pengelola harus memiliki izin.
Banyaknya hasil timbunan e-waste menjadi sebuah tantangan global. Limbah sampah elektronik kurang menjadi perhatian khusus bagi masyarakat maupun pemerintah setempat, hal ini dibuktikan dengan minimnya kesadaran masyarakat terkait edukasi e-waste. Komunitas ini memiliki peranan penting dalam mengedukasi e-waste melalui media sosial utamanya dalam platform instagram @komunitasewastebandung membagikan konten edukasi e-waste yang dikemas secara apik. Ada pun berbagai kegiatan lain seperti seminar dan pembuatan karya seni e-waste yang dilakukan dengan mengajak sekelompok anak-anak sekolah, mahasiswa, hingga masyarakat luas. Selain itu, komunitas ini juga melakukan pelatihan kerja dengan merekrut anggota sebagai freelancer yang bertugas dalam mengkampanyekan e-waste, nantinya mereka akan mendapatkan komisi.
Pada hari Senin, 6 November 2023, Pimpinan komunitas e-waste Bandung, Fahruq (28 tahun) menyampaikan pesannya dalam mengajak masyarakat untuk dapat memiliki satu empat sampah khusus yang digunakan untuk membuang sampah elektronik yang notabene harus terpisah dari sampah organik dan anorganik. Selain itu, beliau juga mengungkapkan pesan untuk pemangku pemerintah yaitu dengan satu kata yaitu “bergerak,” ujarnya dengan tegas. Kata bergerak memiliki makna mendalam untuk menyoroti peran pemerintah agar lebih tanggap dalam mengatasi permasalahan limbah elektronik di negara Indonesia.
Dengan demikian, secara keseluruhan, peran masyarakat dan pemerintah sangat krusial dalam mengelola sampah elektronik. Masyarakat berperan penting dalam praktik konsumsi yang bertanggung jawab, seperti mendaur ulang perangkat elektronik yang tidak terpakai dan melakukan pemilahan limbah elektronik. Sedangkan pemerintah perlu menciptakan solusi berkelanjutan dalam mengelola e-waste.