• Kolom
  • PAYUNG HITAM #18: Hari HAM Sedunia dan Refleksi Pelanggaran HAM di Indonesia

PAYUNG HITAM #18: Hari HAM Sedunia dan Refleksi Pelanggaran HAM di Indonesia

Isu hak asasi manusia di Indonesia masih menjadi sorotan pada peringatan 75 tahun Hari HAM Sedunia. Rawan diperdagangkan sebagai janji politik di tahun politik.

Fayyad

Pegiat Aksi Kamisan Bandung

Aksi Kamisan Bandung memperingati September Hitam di Taman Cikapayang, Bandung, Kamis (7/9/2023). (Foto: Virliya putricantika/BandungBergerak.id)

9 Desember 2023


BandungBergerak.id – Setiap tahun, tanggal 10 Desember diperingati sebagai Human Rights Day (Hari Hak Asasi Manusia Sedunia / Hari HAM Internasional) yang diadopsi berdasarkan  Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau yang kita kenal sebagai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang ditetapkan oleh United Nations (UN)/Majelis Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1948 di Paris, Prancis

UDHR/DUHAM ini merupakan suatu dokumen yang menjadi salah satu tonggak sejarah HAM di dunia. Isinya menyatakan terkait hak-hak yang dimiliki oleh setiap individu/orang sebagai manusia terlepas dari agama; bahasa; asal kebangsaan dan kelahiran; jenis kelamin; pandangan politik atau pendapat; ras; status sosial; warna kulit  kelahiran maupun status lainnya.

Pada tahun 2023 ini kita memperingati 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sekaligus Hari HAM Sedunia. Adapun tema yang diusung oleh PBB pada peringatan Hari HAM Sedunia 2023 ialah "Freedom, Equality and Justice for All" atau "Kebebasan, Kesetaraan dan Keadilan untuk Semua". Sedangkan menurut situs Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, tema yang diusung secara nasional pada Hari HAM 2023 bertajuk "Harmoni Dalam Keberagaman" dengan menyematkan tagar #BedauntukBersatu.

Kita harus sama-sama memahami terlebih dahulu bahwa pelanggaran hak asasi manusia (human rights violations) yaitu segala macam bentuk pelanggaran maupun kejahatan yang dilakukan oleh aparat negara (state actor) yang di mana kekuasaannya disalahgunakan (abuse of power), baik itu dengan tindakan langsung (by commission) ataupun dengan melakukan pembiaran (by ommission) terhadap pelanggaran HAM.

Baca Juga: PAYUNG HITAM #15: Dari Elos ke Ibukota Negara, Semangat Kami Semakin Membara
PAYUNG HITAM #16: Membayangkan Gelombang Protes Serangan Israel Menimpa Indonesia
PAYUNG HITAM #17: Yang Hilang dari Tamansari

Pelanggaran HAM di Indonesia

Kemudian apa saja tindakan pelanggaran hak asasi manusia yang pernah terjadi di Indonesia? Apabila merunut pada terbentuknya pemerintahan Orde Baru, setidaknya ada empat fase catatan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yakni: pertama, pembasmian besar-besaran orang-orang kiri dan nasionalis pasca G30S tahun 1965-1966; kedua, pembasmian organisasi-organisasi Islam penentang asas tunggal Pancasila seperti di Tanjung Priok, Jakarta 1984 dan Talangsari, Lampung 1989; ketiga, penahanan, pembunuhan hingga penghilangan paksa orang-orang penentang kebijakan pembangunan Orde Baru seperti Wiji Thukul; dan keempat, perang kotor Republik Indonesia di tanah Aceh, Papua, dan Timor Leste.

Apakah fase berikut pelanggaran HAM itu berhenti dan tidak terjadi lagi? Jawabannya, tentu saja tidak, dewasa ini justru negara masih aktif melakukan tindak pelanggaran HAM di berbagai titik di Indonesia. Seperti ancaman penggusuran dan kekerasan yang terjadi di Pulau Rempang; kriminalisasi terhadap 3 petani Pakel, masyarakat adat, juga Haris-Fatia; pembubaran dan penangkapan massa aksi secara sewenang-wenang pada berbagai demonstrasi; stigmatisasi dan diskriminasi terhadap berbagai kelompok rentan juga masih kerap kali terjadi; tragedi Kanjuruhan 2022, hingga ancaman serta penggusuran berikut kekerasan aparat di Dago Elos dan Tamansari di Bandung, dan banyak titik lain yang belum bisa disebutkan satu persatu. Keseluruhannya menjadi bukti bahwa negara tidak melakukan tugasnya dalam menghormati (to respect); melindungi (to protect); dan memenuhi (to fulfil) hak asasi manusia.

Maka ditegaskan kembali bahwa kejahatan dan/atau pelanggaran hak asasi manusia ini sudah jelas merupakan kegagalan negara dalam melakukan kewajibannya (obligation) serta tanggung jawabnya (responsibility) di bawah hukum hak asasi manusia internasional. Selanjutnya, pelanggaran hak asasi manusia ini juga terjadi ketika suatu produk hukum, kebijakan, atau bahkan praktik pejabat atau aparatus negara yang dengan secara sengaja melanggar, mengabaikan, maupun gagal memenuhi standar hak asasi manusia normatif.

Di tengah tahun politik seperti saat ini, isu hak asasi manusia kembali menjadi sorotan bahkan diperdagangkan sebagai janji politik. Namun bagi kami "Pemerintahan terus berganti, pelanggaran HAM terus terjadi" dan rebut kembali hak asasi kita!!!!

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//