• Berita
  • Relokasi PKL Bandung Setengah Hati

Relokasi PKL Bandung Setengah Hati

Pemkot Bandung gencar melakukan relokasi PKL di sejumlah titik. Para PKL mengeluhkan penempatan yang tak sesuai dengan harapan.

Para pedagang PKL Basement Alun-Alun yang sedang berkumpul dan saling mengeluh tidak mendapatkan etalase maupun lapak, Senin, 11 Desembe 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul14 Desember 2023


BandungBergerak.idAwal tahun 2023 lalu menjadi harapan baru bagi para pedagang usai status darurat Covid-19 dicabut. Tidak demikian dengan pedagang kaki lima (PKL) yang harus menerima mimpi buruk penggusuran oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Sepanjang 2023, Satuan Tugas Khusus (Satgasus) PKL Kota Bandung telah “merelokasi” 1.036 PKL di 23 titik. Lokasi dagang baru yang “diberikan” pemerintah tak seramai lokasi sebelumnya.

Salah satu titik relokasi PKL Bandung ada di Jalan Gelap Nyawang. Kamis siang, 7 Desember 2023, BandungBergerak.id mendatangi titik baru PKL yang ditetapkan Pemkot Bandung. Tempat ini ditempati sekitar 100 PKL yang dulunya berdagang di sepanjang Jalan Ganesha ITB.

Situasi Jalan Gelap Nyawang tampak sepi, hal yang paling dihindari oleh PKL. Mereka berdagang tentu memburu suasana ramai, bukan sepi. Tenda-tenda maupun lapak-lapak PKL terlihat sama, sepi pelanggan.

Wajah muram itu terlihat dari Reni (50 tahun), pedagang makanan yang dulunya berlokasi di ujung Jalan Ganesha yang mengarah ke Babakan Siliwangi. Kondisi dagangannya di Jalan Gelap Nyawang sekarang tak seramai dulu. Meski begitu, mau tak mau ia harus tetap bertahan.

“Cuma dapat uang paling 150 (ribu rupiah) sehari, dipake anak sekolah juga habis. Cuma dapat segitu, paling gede dapat 200 (ribu rupiah). Kalau di sana kan dua juta,” terang Reni, sendu.

Siang itu Reni baru menjual tujuh porsi kepada pembeli. Ia biasa berjualan sejak pagi. Pemasukannya jelas berkurang drastis tak sebesar dulu saat berjualan di Jalan Ganesha. Untuk menambal anjloknya penghasilan ia terpaksa harus menjual beberapa perhiasan miliknya.

“Pengennya normal lagi kayak dulu-dulu. Tolong dihidupkan lagi supaya kita ke depannya bisa, minimal kehidupan sehari-hari tercukupilah, apalagi masih punya anak yang masih sekolah,” harap Reni yang baru menyekolahkan anaknya ke SMK.

Reni berjualan bersama sang suami, Ade Laksana (54 tahun). Ade mengungkapkan ketika awal pindah ke Jalan Gelap Nyawang, memang banyak mahasiswa yang datang membeli. Lantaran sebagian mahasiswa ITB yang memviralkan. Namun itu tak berlangsung lebih dari dua minggu.

Pada saat masih jualan di Jalan Ganesha, Reni dan Ade bisa menghabiskan 25 kilogram per hari. “Di sini tiga kilo juga gak habis, sampai itu juga dimakan sama keluarga,” terang Ade.

Kondisi penjualan bisa dibilang paceklik, entah kapan akan berangsung baik. Hal ini membuat Ade tak semangat jualan. Ia yang dulunya sejak pukul lima pagi sudah mulai masak-memasak, kini baru mulai sekitar pukul tujuh. Konsumen pun baru ramai di kisaran pukul setengah 12 siang hingga pukul satu, sisanya berangsur sepi.

“Katanya mau dibina, eh ujung-ujungnya dibinasakan. Memprihantinkan pokoknya jualan di sini, gak tahu ke depannya gimana,” kata Ade.

Kondisi relokasi PKL Jalan Gelap Nyawang, Kamis, 7 Desember 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Kondisi relokasi PKL Jalan Gelap Nyawang, Kamis, 7 Desember 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Semakin Jauh dengan Konsumen

Hal sama juga dikeluhkan Endi Rohendi (63 tahun) dan Iis Mariyati (49), keduanya sama-sama berdagang jus. Target Endi tidak muluk-muluk, ia hanya menargetkan minimal bisa menjual 50 cup jus dalam sehari. Sayangnya target itu baru tercapai beberapa kali selama berdagang di Jalan Gelap Nyawa.

“Dengan 50 cup itu kebutuhan sehari-hari sudah tercukupi. Nah di sini belum, hampir tidak tercapailah selama lima bulan ini,” ungkap Endi.

Endi menyebutkan, 99 persen konsumennya adalah mahasiswa ITB. Tempat relokasi menjauhkan para pedagang dengan konsumen. Meski ia menilai masih ada harapan berjualan di Gelap Nyawang karena tempatnya yang juga banyak dikunjungi. Endi pun mengkritik program relokasi PKL pemerintah yang seharusnya menyediakan tempat relokasi yang layak sejak awal.

“Ibarat kita mau melihara ikan, bikin kolam dulu, isi air dulu baru masukan ikan, insya Allah hidup itu ikan. Nah ini gak seperti itu, ikannya dulu nih (yang dipindahkan),” ungkap Endi dengan tawa, getir. “Relokasi ini akhirnya menjadi sebuah luka yang pertolongan pertama kepada luka itu pun belum pernah diberikan.”

Endi menganalogikan pedagang yang luka-luka, ada yang bernanah, bahkan ada yang hingga diamputasi. Analogi itu menggambarkan keadaan pedagang yang sulit berjuang, konsumen tak banyak, pemasukan tak imbang dengan modal, hingga ada yang tidak berjualan lagi hampir sebulan lamanya.

“Harusnya segera mungkin diberi pertolongan pertama. Yang bapak maksud adalah segeralah di sini dibangunkan seperti pujasera yang tertata rapi, orang yang datang enak memandang,” harap Endi, pedagang usaha jus yang diberi nama Valanandara Juice.

Iis juga mengeluhkan hal yang serupa. Pembeli yang datang tak sebanyak dulu ketika berdagang di Jalan Ganesha. Dulunya Iis bisa laku menjual jus 150 hingga 200 cup perhari, sekarang rata-rata 50 cup. Saat dikunjungi menjelang pukul tiga, belum habis 50 cup jus yang laku terjual.

“Yang langganan ibu yang tadinya setiap minggu ada empat kali beli, sekarang enggak. Kadang udah sebulan baru sekali, kadang ada yang cuma seminggu sekali keliatan mukanya,” terang Iis sambil telaten membungkus pesanan jus konsumennya.

Pedagang jus Kedai Pasrah tersebut mengeluhkan lokasi jualan sekarang jauh dari mahasiswa. Di Jalan Ganesha mahasiswa mau menyempatkan waktu membeli dulu jus meski waktu masuk kelas sudah dekat, karena posisi warung jus yang sejalan sebelum masuk kampus. Posisi sekarang di Gelap Nyawang menjadi menjauh dengan kampus ITB. Konsumen otomatis menjauh dengan warung jus ini.

“Itu kalau pergi. Lalu kalau pulang sudah keburu capek (konsumennya untuk menjangkau warung jus),” ungkap Iis.

Air yang menggenang di lokasi penataan PKL Basement Alun-Alun, Senin, 11 Desembe 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Air yang menggenang di lokasi penataan PKL Basement Alun-Alun, Senin, 11 Desembe 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Data tak Sesuai, Bocor, Pedagang tak Bisa Berjualan

Persoalan tak kalah mirisnya terjadi di basement Alun-alun Bandung, Senin, 11 Desember 2023. Sepintas, PKL di ruang bawah tanah masjid Agung Bandung ini terlihat tertata rapi. Di salah satu bagian di dekat pintu masuk basement, etalase, meja, dan kursi terlihat baru. Etalase ditata rapi dan sejajar berhadap-hadapan, di bagian tengah diisi meja dan kursi untuk pengujung. Beberapa brand minuman ternama menjadi hiasan di etalase-etalase itu.

Tapi penampilan baru itu terlihat kentara di bagian yang lain. Beberapa pedagang sedang menyapu air yang menggenang di lantai. Beberapa pedagang lainnya sedang mengeluh karena belum mendapatkan etalase, ada yang belum mendapatkan kepastian tempat sama sekali.

Beberapa yang mengeluh di antaranya Entang (62 tahun) pedagang nasi goreng, mie baso, dan es campur; Ade Ulung (33 tahun) pedagang Warmindo, kopi, dan gorengan yang belum jelas lapaknya di mana berikut etalase dan meja kursi; dan Nia (47 tahun) pedagang baso, minuman, dan nasi goreng.

“Pengin segera dapat etalase, bangku, jadi kayak orang lainlah dapat gitu. Kita mau jualan kan, risiko di rumah kan harus kita tutupi. Kalau kita gak jualan gimana,” keluh Nia (47 tahun) kepada BandungBergerak.id, berapa-api.

Nia mengaku seharusnya mendapatkan tiga etalase. Namun hingga sore itu, ia belum mendapatkan kepastian. Ia mengeluh saat berbenah, para pedagang harus segera mengangkut dagangan dan roda tanpa biaya dari pemerintah. Lalu saat pedagang bersiap untuk berjualan kembali, kepastiannya tak ada.

Ia juga mengeluhkan etalase yang diberikan tak sesuai. Kebanyakan pedagang di basement Alun-Alun berjualan kuliner, sedangkan etalase yang datang merupakan etalase nonkuliner. “Kalau kita jualan bakso pake ini asa lucu atuh,” celetuk Nia.

Ada sekitar lima pedagang lainnya yang mengeluhkan hal yang sama. Mereka mempersoalkan kejelasan tempat, etalase, meja, dan kursi. Mereka juga mengeluhkan pemerintah yang menyuruh pedagang untuk membersihkan tempat segera, lalu mengangkut barang dagangan dan roda, tapi tak diberikan biaya. Pemerintah meminta cepat, tapi nyatanya waktunya diundur.

“Jangan hanya nyuruh orang pindah, perut manusia ada isinya juga penting. Kalau kek gini gak bisa jualan bisa gak pemerintah ngasih makan? Kedua nyuruh-nyuruh angkat barang ada gak ngasih uang mobilnya, apanya, sampe orang utang,” tegas Lubis.

Ketua Pedagang PKL Basemen Alun-Alun, Ishak Iskandar (74 tahun) menyebutkan, program penataan PKL sudah baik, tapi perlu mempertimbangkan banyak hal, seperti pendataan. Karena dari 120 PKL basement Alun-Alun, hanya 87 yang mendapatkan tempat. Angka itu belum disinkronkan dengan PKL Dalem Kaum yang juga akan direlokasi ke basement.

Gak cukuplah, ini kan banyak yang belum kebagi, yang ngeluh, kasian kan. Gak bakal masuk (Dalem Kaum). Memang hitungannya ada 140, tapi ini aja yang belum kebagian aja banyak, etalasenya aja habis,” ungkap Ishak kepada BandungBergerak.id.

Ishak berpendapat, pedagang yang tidak menemukan tempat dan etalase ditengarai karena program penataan ini dimulai saat pandemi Covid-19. Waktu itu banyak pedagang yang sedang tak berjualan, makanya tidak terdata. Ia mewanti-wanti agar pendataan dan penataan dilakukan bersama pedagang.

“Saya kalau untuk penataan boleh-boleh, ada bagusnya ya. Cuma kendala-kendalanya untuk anak-anak. Jadi harusnya jangan dulu ditata, anak-anak lagi gak ada, waktu itu kan awalnya pas lagi corona. Jadi waktu corona itu kan pada pulang, gerobaknya di sini, terus UMKM menata masuknya 87, padahal jumlahnya tidak 87, 120, pada balik,” ceritanya.

Ishak berterima kasih kepada pihak ketiga (perusahaan swasta) yang mau membantu penataan dan memberikan fasilitas kepada para pedagang. Namun begitu, ia juga mengeluhkan soal banyak persoalan yang belum teratasi, seperti halnya kebocoran yang menyebabkan air menggenang, listrik yang belum penuh, dan optimalisasi jadwal Alun-Alun Bandung.

PKL basemen Alun-Alun sangat bergantung kepada para pengunjung. Saat Alun-Alun ditutup, semakin sedikit penghasilan yang didapatkan. Beruntung belakangan hujan, sehingga banyak pengunjung yang berteduh di basement dan membeli jajanan. Sayangnya, pedagang tak bisa berharap hujan turun setiap hari karena akan muncul persoalan lainnya, yaitu bocor dan air menggenang.

“Kalau tamannya dibuka mungkin ini ada lah sedikit, kalau taman ditutup udah orang hilang. Saya mohon sampai jam 10, sudah mohon saya ke Pemda. Yang penting dagangan laku. Saya juga berterima kasih ke sponsor itu ditata begini, tolong tempatnya diselesaikan dulu, etalasenya udah pada lengkap baru pindah” terang Ishak.

Baca Juga: PKL Dalem Kaum Menolak Relokasi dan Menuntut Diizinkan Berjualan Kembali
PKL ITB Merugi Kiosnya Dibongkar, Diangkut, dan Khawatir tidak Bisa Jualan Lagi
Jerit PKL di atas Mati Surinya Teras Cihampelas

Kondisi relokasi PKL Jalan Gelap Nyawang, Kamis, 7 Desember 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Kondisi relokasi PKL Jalan Gelap Nyawang, Kamis, 7 Desember 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Pemkot Bandung “Merelokasi” 23 Lokasi dan 1.036 PKL

Melalui Satuan Tugas Khusus (Satgasus) PKL Kota Bandung, Pemkot Bandung telah “merelokasi” 1.036 Pedagang Kaki Lima (PKL) di 23 lokasi. Adapun PKL yang direlokasi di antaranya adalah 23 PKL di Jalan Prof Eickman, 101 PKL Jalan Ganesa yang direlokasi ke Jalan Gelap Nyawang.

Lalu 547 PKL Kawasan Tegalega yang direlokasi ke dalam area perkerasan taman, 18 PKL Jalan Sumatera, 19 PKL basemen Kings Shoping Center, 35 PKL Tamansari Food & Fest, 140 PKL Basemen Alun-Alun, 38 PKL Jalan Cijagra, 44 pedagang di Jl. Suryani, serta reaktivasi PKL Teras Cihampelas.

Kepala Dinas KUMKM Kota Bandung Atet Dedi Handiman menyebut, terdapat kendala yang dihadapi Satgasus dalam upaya merelokasi PKL di Kota Bandung, seperti masih banyak PKL yang berjualan di zona merah, terbatasnya tempat relokasi PKL, dan adanya PKL yang ber-KTP non kota Bandung.

“Selain itu, terdapat PKL yang masih berjualan tidak sesuai dengan ketentuan, selanjutnya adanya PKL yang merubah bentuk sarana berjualan di lokasi penataan. Lalu, terjadi praktek jual beli sewa menyewa lapak dan praktek premanisme,” kata Atet yang juga Sekretaris Satgasus PKL, dikutip dari siaran pers Pemkot Bandung, Senin, 4 Desember 2023.

Kepala Satpol PP Kota Bandung Rasdian Setiadi menyebutkan, penataan Pemkot Bandung sudah sejalan dengan regulasi. Misalnya PKL kawasan Jalan Dalem Kaum yang merupakan zona merah, artinya dilarang berjualan. PKL kawasan ini pun direlokasi ke Basement Alun-Alun.

Ia juga menyebutkan penataan PKL juga terkait aspek administrasi yang sudah dilakukan Pemkot Bandung. Hal tersebut dimaksudnya, kalau pemkot sudah memberikan solusi terkait lokasi relokasi. Seperti PKL Dalem Kaum yang dipindahkan ke Basemen Alun-Alun Bandung yang sudah ditata mana area kuliner dan non-kuliner.

“Kami bukan melarang. Silakan saja para PKL berjualan, tetapi berjualanlah di lokasi yang ditentukan. Kami sosialisasikan juga kepada masyarakat (pengunjung kawasan Alun-alun), jika ingin berbelanja, silakan berbelanja di area yang ditentukan (area basemen). Dengan begitu, pengunjung dan pedagang bertransaksi di tempat yang lebih nyaman, estetika kota terjaga, regulasi pun tidak dilanggar,” bebernya dikutip dari siaran pers Pemkot, Kamis, 7 Desember 2023

Sayangnya, upaya penataan dan pembinaan PKL yang dilakukan oleh pemkot Bandung tak sepenuhnya berjalan mulus dan seperti setengah hati. Belum genap seminggu, PKL Dalem Kaum melakukan demonstrasi di Balai Kota menolak relokasi ke Basemen Alun-Alun Bandung dan menuntut agar tetap bisa berjualan di Dalem Kaum.  

*Kawan-kawan bisa membaca reportase-reportase lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan lain tentang Pedagang Kaki Lima

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//