• Cerita
  • Jerit PKL di atas Mati Surinya Teras Cihampelas

Jerit PKL di atas Mati Surinya Teras Cihampelas

Teras Cihampelas atau Skywalk Cihampelas pernah menjadi kebanggaan Kota Bandung karena konstruksinya yang dianggap unik. Kini ditinggalkan PKL maupun pejalan kaki.

Kios-kios tutup di Teras Cihampelas, Bandung, Jawa Barat, Selasa (10/5/2022). Teras Cihampelas kini semakin sepi, tak terawat, dengan kios-kios bangkrut yang ditinggal pedagang. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau16 Mei 2022


BandungBergerak.idBola mata Ira Rahayu (46) mulai memerah dan berkaca-kaca ketika mengenang sang suami yang menjadi korban Bom Bali tahun 2002 silam. Waktu itu anak keduanya masih berusia kurang dari 6 bulan. Seketia ia menjadi ibu tunggal. Perempuan asal Klaten, Jawa Tengah, ini lalu memutuskan memulai lembaran baru dengan berjualan di Jalan Cihampelas, Kota Bandung.

Ira mengadu nasib menjadi pedagang oleh-oleh kaos Bandung di jalan yang terkenal dengan fesyen jeans itu. Dari hasil penjualan kaos tersebut ia menghidupi kedua anaknya. Ketika Teras Cihampelas mulai beroperasi pada 4 Februari 2017 lalu, Ira menjadi salah satu PKL yang mendapat kios yang melayang di atas Jalan Cihampelas.

Peresmian pedestrian dengan nama keren Skywalk Cihampelas waktu itu cukup gempita, dipimpin Wali Kota Bandung Ridwan Kamil (kini Gubernur Jabar). Ridwan Kamil sangat membanggakan Teras Cihampelas dan mengklaim fasilitas bagi pejalan kaki ini yang pertama di Indonesia. Sementara di dunia, konstruksi teras baru ada di Korea Selatan dan New York, Amerika Serikat. Itu pun tidak sama dengan yang ada di Bandung.

“Di Korea, banyak yang seperti ini, tapi nggak ada yang sehebat teras Cihampelas, kata orang Korea-nya, karena belanja sambil kiri-kanan pohon hanya (ada) di Kota Bandung. Saya boleh klaim, ini pertama di Indonesia, pertama juga yang bentuknya seperti ini. Di dunia yang pertama ada di New York, tapi bentuknya berbeda yang kiri kanannya pohon dan ada dagangnya hanya di Indonesia,” ujar Ridwan Kamil, saat peresmian.

Tahun pertama berjalan, Teras Cihampelas banyak menuai pujian, warga dan pejabat asyik melakukan swafoto di atas infrastruktur baru. Teras ini digadang-gadang sebagai destinasi favorit bagi wisatawan. Bahkan Teras Cihampelas masuk nominasi Anugerah Pesona Indonesia 2017. Jalur pedestrian melayang yang menampung hampir 200 PKL Jalan Cihampelas itu menjadi salah satu nominator pada kategori Tujuan Wisata Baru Terpopuler (Most Popular New Destination).

Melambungnya citra Teras Cihampelas berbanding lurus dengan biaya pembangunannya. Infrastruktur ini bisa dibilang salah satu megaproyek yang digarap Pemkot Bandung. Walaupun dalam proses pembangunannya sempat tersendat. Sebelum diresmikan, proyek pembangunan Teras Cihampelas mengalami molor beberapa pekan.

Konstruksi pertama Teras Cihampelas berupa jembatan baja sepanjang 450 meter dan lebar 9 meter yang menyedot dana APBD sebesar Rp 48 miliar. Kemudian proyek pembangunan tahap kedua sempat gagal lelang pada tahun 2017. Pemkot Bandung mengalokasikan dana Rp 23 miliar untuk mengerjakan proyek pembangunan skywalk Cihampelas tahap kedua.

Pembangunan Teras Cihampelas dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan di Jalan Cihampelas yang setiap harinya dilintasi lautan kendaraan. Situasi padat lalu lintas ini ditambah dengan maraknya PKL yang bersinggungan dengan pejalan kaki. 

Hari berganti tahun di Teras Cihampelas. Perubahan jelas dirasakan para PKL yang mendiami jalan layang pedestrian tersebut. Menurut Ira Rahayu hanya tiga tahun Teras Cihampelas ramai oleh pengunjung. Selama itu pula para PKL pun cukup senang karena omzet cukup stabil. Tetapi setelah itu, omzet mereka turun drastis. Teras Cihampelas mulai ditinggalkan pejalan kaki. PKL semakin nelangsa karena sepi.

Ketika ditemui BandungBergerak, Jumat (13/5/2022) pagi menjelang siang, tatapan Ira terlihat lebih banyak kosong dan penuh harap. Di hadapannya menumpuk suvenir kaos jualannya yang tak sekali pun disentuh calon pembeli. Karena ta kada pembeli.

Plastik pembungkus pakain sudah lusuh, telah lama barang-barang itu bertengger di kios kotak berukurang kurang dari setengah meter persegi itu. Telah lama pula ia tak membeli barang baru. Modalnya tak berputar.

Hingga menjelang pukul 15.00, tak ada satu orang pun pembeli barang dagangan Ira. Meski begitu, ia tetap tabah dan berharap akan ada pengunjung yang naik ke teras dan membeli dagangannya.

“PKL-nya juga enggak ada, sekarang kondisi gini weh neng sepi enggak ada pengunjung, kadang pelaris kadang enggak, kadang sehari ada yang beli, kadang nol. Hari ini belum, baju belum ada yang beli,” ungkap Ira.

Kondisi sepi di atas Teras Cihampelas ternyata sudah lumrah. Dagangan para PKL di sana setiap harinya hampir nihil pembeli. Sudah sejak pandemi Covid-19 menghantam sendi ekonomi masyarakat sejak Maret 2020 lalu, sejak itu pula pedagang di Teras Cihampelas merana. Banyak dari mereka terpaksa memutuskan kembali ke pinggir Jalan Cihampelas yang sibuk.

Dari sekira 192 kios pedagang yang ada, kini kurang lebih tinggal 5 pedagang saja, salah satunya Ira dengan suvenirnya, dan yang lainnya berjualan minuman kemasan dan makanan. Nasib jualan mereka sama-sama nestapa.

Ira tak punya pilihan selain tetap bertahan di atas teras. Jika turun ke jalan, ia tak lagi punya tempat berjualan. Ia juga tidak mau berurusan dengan Satpol PP yang kerap kali menertibkan para pedagang. “Ga berani ibu mah neng, paling males urusan sama Satpol PP,” ucap Ira.

Dulu, ketika masih berjualan di Jalan Cihampelas, omzet penjualan Ira per harinya bisa Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. Kini, untuk menjual 3 potong kaos per hari saja sulit. Tetapi Ira tak punya pilihan lain selain setia dan sabar menunggu pengunjung mendaki Teras Cihampelas.  

Baca Juga: Ruang Publik di Bandung Cenderung Kaku dan Berjarak
Peserta UTBK SBMPTN Unpad Wajib Membaca Ketentuan Berikut Ini
Wajah Murung Sungai Citarum

Kios-kios tutup di Teras Cihampelas, Bandung, Jawa Barat, Selasa (10/5/2022). Teras Cihampelas kini semakin sepi, tak terawat, dengan kios-kios bangkrut yang ditinggal pedagang. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Kios-kios tutup di Teras Cihampelas, Bandung, Jawa Barat, Selasa (10/5/2022). Teras Cihampelas kini semakin sepi, tak terawat, dengan kios-kios bangkrut yang ditinggal pedagang. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Omzet Merosot

Nasib serupa dialami Nining (48), penjual minuman di Teras Cihampelas. Sudah sejak pukul 9 pagi ia berjualan, hingga menjelang sore ia baru mengantongi Rp 30 ribu. Ketika dulu teras cukup ramai, dalam sehari ia bisa meraih Rp 1 juta. Namun masa jaya itu kini tinggal kenangan karena teras yang makin sepi, para pejalan kaki ogah naik ke teras.

Semakin banyak PKL yang kemudian meninggalkan Teras Cihampelas. Berbagai fasilitas teras pun banyak yang tak terurus. Besi-besi penyangga tangga mulai berkarat, lift tak lagi bisa berfungsi, vandalisme di tiap tiap kios, bahkan ada lampu yang menunggu jatuh ke jalan di bawahnya dan dikhawatirkan menimpa pengendara.

Di tengah keprihatinan dan suasana muram Teras Cihampelas, sudah lama para pedagang mengeluhkan air bersih. Fasilitas pipa ledeng tidak jalan. Namun Nining mau tak mau harus tetap bertahan. Meskipun jika bisa memilih ia ingin berjualan di bawah lagi.

“Kalau punya tempat di bawah mending ke bawah, ramai banyak tamu. Tamu ga pada naik ke sini, tamunya di bawah, ga mau naik soalnya lihat ke atas mungkin sepi,” katanya.

Nining juga mengeluhkan keamanan berjualan di Teras Cihampelas. Sudah empat kali ia mengalami kemalingan tabung gas. Kasus ini diperparah dengan maraknya pengrusakan fasilitas dan kios-kios.

Nining mempertanyakan tugas para pengurus Teras Cihampelas yang seharusnya bertanggung jawab mengelola keamanan dan kebersihan. Padahal sebelum pandemi, para pedagang diwajibkan membayar uang kebersihan dan air per harinya Rp 10 ribu untuk pedang kuliner dan Rp 7.500 untuk pedagang suvenir.

“Tapi ga tahu uangnya pada ke mana, sampai lift rusak, terus ini ledeng ga kebayar, sudah dicabut lama,” keluhnya.

Cobaan paling berat dirasakan Nining muncul pada awal pandemi bersamaan dengan anak keduanya yang harus membayar biaya kuliah Rp 13 juta. Karena penjualannya tak menentu, terpaksa anaknya harus berhenti kuliah.

Nining yang juga ibu tunggal, harus membiayai empat orang anaknya dari hasil menjual minuman di Teras Cihampelas. Anak ketiganya masih duduk di bangku SMP, dan si bungsu kelas 5 sekolah dasar. Semuanya harus dibiayai.

Kembali ke Jalan Cihampelas

Sulit bagi para PKL bertahan di tengah sepinya Teras Cihampelas. Sementara di bawah, pengunjung Jalan Cihampelas terus mengalir, lalu lintas ramai, wisatawan berdatangan, tapi mereka tak seorang pun mau repot-repot naik ke Teras Cihampelas. Situasi itu memaksa Tajudin (50), penjual topi dan mainan anak, memaksa untuk turun berjualan di Jalan Cihampelas.

Tajudin tak punya pilihan lain karena berjualan menjadi satu-satunya tumpuan untuk membiayai empat orang anak dan istrinya. Menurutnya pada awal-awal Teras Cihampelas beroperasi memang cukup ramai. Sayangnya, keramaian itu tak berdampak banyak baginya sebagai pedagang mainan anak. Meski banyak pengunjung, omzet penjualannya tetap rendah. Berbeda ketika ia berjualan di bawah teras.

“Sebetulnya kalau ramai, ramai di bawah. Kalau dulu di atas ramai orang, cuma ramai orang saja, tapi kurang (yang beli),” ucap Tajudin.

Pedagang lainnya yang memilih berjualan di bawah teras, Entri Subagja (37), punya keluhan lain. Penjual oleh-oleh peuyeum Bandung dan aksesoris ini mengaku tak kebagian kios di Teras Cihampelas. Selama ini, ia berjualan di Teras Cihampelas dengan menyewa kios milik pedagang lain.

Entri sudah berdagang hampir 13 tahun di Jalan Cihampelas, merasa tak mendapat keadilan dari pemerintah. Seharusnya, kata dia, pemerintah mendahulukan pedagang dan warga sekitar.

Hal lain yang dikeluhkan Entri adalah faslilitas penunjang Teras Cihampelas yang minim dan banyak yang rusak. Ia mau jika disuruh pindah lagi ke Teras Cihampelas asal semua fasilitas diperbaiki. Selama ini, para pedagang mengeluhkan kepanasan jika cuaca terik dan kehujanan jika musim hujan. Tidak ada pelindung dari perubahan iklim alami.

“Dikeluhkan mah hujan, pertama, kepengurusannya. Ya seperti tangga, gelap susah cari orang karena naik ke atas, sedangkan orang kan zaman sekarang pengennya singkat, cepat. Banyak sih, tapi sekarang sudah mulai diterang, tapi sudah diterangin dibiarin, tangga juga sudah terang sekarang. Kalau dulu mah gelap,” ceritanya.

Pengunjung di Teras Cihampelas, Bandung, yang lengang, Selasa (10/5/2022). Teras Cihampelas kini semakin sepi, tak terawat, dengan kios-kios bangkrut yang ditinggal pedagang. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Pengunjung di Teras Cihampelas, Bandung, yang lengang, Selasa (10/5/2022). Teras Cihampelas kini semakin sepi, tak terawat, dengan kios-kios bangkrut yang ditinggal pedagang. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Revitalisasi Teras Cihampelas

Pemerintah Kota Bandung sebelumnya telah beberapa kali merencanakan revitalisasi Teras Cihampelas. Terakhir pada pagu anggaran tahun 2021, di tengah pandemi Pemkot Bandung menggulirkan lelang proyek pemeliharaan Skywalk Cihampelas Tahap II dengan alokasi anggaran bersumber APBD senilai Rp 4 miliar.

Lalu, 1 April 2022 Pemerinta Kota Bandung melalui Sekretaris Daerah, Ema Sumarna sempat meninjau lokasi Teras Cihampelas. Pihaknya menargetkan akan melanjutkan langkah revitalisasi Teras Cihampelas tahun ini. Ema menilai untuk sarana prasarana Teras Cihampelas sudah memadai.

“Tinggal bagaimana mereaktivasi ini agar para PKL konsisten menjalankan kegiatan usahanya di sini," ungkap Ema, dalam siaran persnya.

Selain fasilitas, ada sekira 12 akses jalan tangga dan lift yang akan kembali diperbaiki. Tak hanya itu, Pemkot berencana akan menggandeng Kelompok Pemuda Kreatif Rotor untuk menghidupkan Teras Cihampellas.

Terkait rencana pemeliharaan Teras Cihampelas ini, BandungBergerak.id telah berupaya menghubungi Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bandung Didi Ruswandi, namun hingga berita ini ditulis, tak kunjung ada balasan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//