Pemkot Bandung Harus Tingkatkan Anggaran Pendidikan di Masa Pagebluk
Pemkot Bandung juga diminta meningkatkan pelacakan kontak 3T di seluruh sekolah yang melaksanakan PTM Terbatas.
Penulis Bani Hakiki28 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Sekolah-sekolah di Bandung yang kedapatan kasus positif Covid-19 terpaksa harus menjalani pendidikan jarak jauh (PJJ). Masalahnya, sudah terlalu lama para murid menjalani PJJ yang dinilai tidak efektif. PJJ banyak dikeluhkan guru maupun orang tua peserta didik.
Salah satu yang dikeluhkan ialah terbatasnya infrastruktur, mulai dari gawai hingga kurangnya penyediaan modul pelajaran dalam penerapan PJJ. Kendala ini membuat banyak peserta didik yang ketinggalan pelajaran.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung pun didesak agar bisa mengalokasikan dana bantuan demi mengoptimalisasikan sektor pendidikan dalam masa pagebluk.
Di sisi lain, keterbatasan infrastruktur PJJ di Kota Bandung dinilai mengherankan. Pegiat pendidikan sekaligus Direktur Yayasan Kalyamandira, Ben Satriana mengatakan, PJJ sudah dijalankan sekitar lebih dari 1,5 tahun lamanya. Namun masalah infrastruktur tak kunjung diatasi.
“Bicara di Kota Bandung, agak aneh kalau masih membicarakan permasalahan infrastruktur (PJJ) masih berkendala. Padahal sudah 1,5 tahun, berarti ada PR (pekerjaan rumah) yang tidak dikerjakan,” ungkap Ben Satriana, saat dihubungi Bandungbergerak.id, Selasa (26/10/2021).
Ben menyebut penganggaran untuk pendidikan di masa pagebluk yang dilakukan Pemkot Bandung belum optimal. Padahal pendidikan merupakan salah satu sektor fundamental yang perlu mendapat jaminan di segala kondisi.
Sejauh ini, Pemkot dinilai terlalu banyak menggelontorkan anggarannya untuk membangun infrastruktur di sektor yang tidak begitu krusial.
“Seharusnya beberapa hal bisa dihemat, ini soal alokasi dana. Pemerintah bisa mensubsidi bantuan pendidikan, bukan sibuk membangun taman, jembatan, dan sebagainya. Jangan lupa ini kondisi pendemi, artinya harus ada prioritas,” ujar Ben.
Bagi orang tua, Ben berharap mereka bisa memahami dan mengubah beban serta tekanan pembelajaran anaknya selama di rumah. Perbedaan beban antara PJJ dan Pendidikan Tatap Muka (PTM) cenderung membuat anak lebih abai terhadap pelajaran yang diterimanya.
Baca Juga: Unicef Dorong Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka dengan Jaminan Keamanan
Sekolah Tatap Muka di Bandung Terkendala Banyak ‘PR’
Setelah Sebulan Pembelajaran Tatap Muka
PJJ tidak hanya Daring
Merujuk Peraturan Kemendikbud Nomor 14 Tahun 2022, ada tiga jenis sistem PJJ yang secara sah dapat diterapkan oleh setiap sekolah dan kampus. Ketiganya didorong untuk memiliki kualitas pembelajaran yang sama.
Pertama, sekolah daring yang sepenuhnya menggunakan gawai dan jaringan internet di rumah masing-masing. Kedua, sistem hybrid di mana para peserta didik dapat mengakses pembelajaran tatap muka dan sebagian mengikutinya secara daring. Ketiga, sekolah luring (luar jaringan) di mana setiap peserta didik mendapat modul pembelajaran di luar PTM.
Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI), Iwan Hermawan, mendesak setiap penylenggara pendidikan dapat memanfaatkan kebijakan terkait. Pasalnya, penyamarataan sistem pelajaran secara daring justru membuat hak pendidikan bagi para pesertanya cenderung diskriminatif.
“Harusnya kita bisa belajar dari sekolah-sekolah terbuka yang sudah sejak dulu menerapkan PJJ. Setiap sekolah harus bisa menentukan mana muridnya yang bisa mengikuti daring dan tidak. Kebanyakan guru maunya cuma virtual,” tuturnya ketika dihubungi, Selasa (26/10/2021).
Sementara Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Kota Bandung menilai PTM terbatas di Kota Bandung masih menemukan sejumlah kendala terkait protokol kesehatan (prokes). Maka dari itu, Fortusis mendorong agar sistem PJJ dapat dimaksimalkan selama PTM dinilai belum menjamin sepenuhnya hak kesehatan setiap warga sekolah.
Ketua Fortusis, Dwi Subawanto menjelaskan bahwa desakan itu tak lain demi menjamin pencegahan Covid-19 yang masih sangat tinggi potensinya terjadi di lingkungan sekolah. “Terlepas dari teknologi, kesehatan itu segala-galanya,” hematnya kepada Bandungbergerak.id, Selasa (26/10/2021).
Tingkatkan 3T di Sekolah
Sebelumnya, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung, Minggu (24/10/2021), melaporkan ada 14 sekolah yang kembali menjalankan PJJ sepenuhnya. Di antaranya terdapat lima SD, dua SMP, dua SMA, empat SMK, dan satu SLB di Kota Bandung.
Temuan ini merupakan hasil tes PCR secara acak yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung di sejumlah sekolah sejak 23 Oktober 2021 lalu. Surveinya dilakukan kepada lebih dari 3.500 sampel, 2.511 di antaranya dinyatakan negatif dan masih menyisakan 864 sampel yang menunggu hasil. Hasilnya, ada 80 siswa dan 4 guru yang dinyatakan positif Covid-19 di lingkungan sekolah.
“Sesuai dengan ketentuan tindaklanjut surveillance, 14 sekolah tersebut harus kembali melaksanakan PJJ karena jumlah siswa/guru yang terpapar (Covid-19) berada pada presentase lebih dari 5 persen” papar Sekretaris Disdik Kota Bandung, Cucu Saputra, dalam siaran persnya.
Namun, sejumlah sekolah yang kembali menjalankan PJJ tersebut belum dapat dianggap sebagai kluster penyebaran Covid-19. Disdik Kota Bandung akan terlebih dahulu menunggu hasil entry test dan exit test yang sedang dilakukan oleh Dinkes.
Tetapi, Fortusis Kota Bandung mendesak agar Pemkot Bandung segera melakukan pemutakhiran strategi dalan upaya mencegah penyebaran Covid-19 selama penerapan PTM. Salah satu caranya adalah dengan mencari sumber penularan jika ada yang terbukti positif di lingkungan sekolah.
“Kita harus melacak dari mana sumber penularannya. Jangan nunggu minimal ada 5 persen (positif) Apakah penularannya benar terjadi di lingkungan sekolah atau dari luar? Satgas (sekolah) jangan sampai lengah,” tegas Dwi Subawanto.
Sementara itu, Iwan Hermawan menuturkan bahwa saat ini FAGI tengah mendesak Pemkot Bandung agar memperluas serta meningkatkan frekuensi pelacakan kontak 3T (testing, tracing, treatment) secara acak di setiap sekolah. Proses 3T yang dilakukan sejauh ini dinilai belum menggambarkan kondisi nyata.
“(Data) Yang kemarin kita tahu itu hanya sebagian (populasi) suveillance saja. Jumlahnya di lapangan bisa jadi lebih banyak. Kita, FAGI menuntut Pemerintah Kota Bandung untuk meningkatkan tes PCR di setiap sekolah” tegasnya.