• Nusantara
  • Unicef Dorong Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka dengan Jaminan Keamanan

Unicef Dorong Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka dengan Jaminan Keamanan

Unicef dan WHO melihat penutupan sekolah tidak hanya berdampak terhadap pembelajaran, tetapi juga terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.

Anak-anak SMP Pasundan 1 menjalankan protokol cuci tangan sebelum mengikuti simulasi pelaksanaan belajar tatap muka di Bandung, Senin (7/6/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana15 September 2021


BandungBergerak.idHampir 18 bulan berlalu sejak sekolah-sekolah di Indonesia ditutup dalam upaya menekan laju penularan Covid-19. Kini, United Nations Children's Fund (Unicef) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong agar semua sekolah di seluruh Indonesia dibuka kembali dengan aman dan agar pembelajaran tatap muka (PTM) dilanjutkan bagi semua anak sesegera mungkin.

Unicef mengungkapkan, lebih dari 60 juta murid di Indonesia terdampak penutupan sekolah yang dilakukan sejak Maret 2020. Saat ini, baru 39 persen sekolah yang telah kembali dibuka dan menyelenggarakan PTM terbatas sejak 6 September 2021, sejalan dengan panduan nasional dari pemerintah.

Dalam siaran pers yang diterima BandungBergerak.id, Rabu (15/9/2021), Unicef menyatakan mengingat tingkat penularan virus varian delta yang tinggi, protokol kesehatan sangat penting ditegakkan untuk menurunkan penularan komunitas di semua lingkungan, termasuk lingkungan sekolah.

Di wilayah dengan angka kasus COVID-19 yang tinggi sekalipun, WHO tetap menyarankan agar sekolah kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan. Dengan aturan kesehatan yang ketat, sekolah dapat menawarkan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak dibandingkan dengan keadaan di luar sekolah.

“Saat hendak membuka kembali sekolah, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah cara menerapkan protokol kesehatan yang esensial, seperti menjaga jarak minimal satu meter dan memastikan murid dapat mencuci tangan dengan sabun dan air secara teratur. Namun, kita pun harus ingat bahwa sekolah tidak berada di ruang vakum. Sekolah adalah bagian dari masyarakat,” ujar Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia.

Dengan demikian, lanjut Paranietharan, saat memutuskan membuka sekolah, maka perlu memastikan bahwa penularan Covid-19 di masyarakat sekitar sekolah dapat dikendalikan.

Penutupan sekolah tidak hanya berdampak terhadap pembelajaran, tetapi juga terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak yang sedang berada di dalam tahap penting perkembangannya, serta dengan konsekuensi jangka panjang.

Dalam survei yang dilakukan baru-baru ini oleh Kementerian Kesehatan RI dan Umocef, ditemukan bahwa 58 persen dari 4.374 puskesmas di 34 provinsi melaporkan kesulitan menyediakan layanan vaksinasi di sekolah.

Anak di luar sekolah juga lebih berisiko menjadi korban eksploitasi ataupun kekerasan fisik, emosional, dan seksual. Indonesia telah mencatat kenaikan yang memprihatinkan dari angka perkawinan usia anak dan kekerasan sejak pandemi bermula. Di pengadilan-pengadilan agama, permohonan dispensasi nikah naik tiga kali lipat dari 23.126 pada tahun 2019 menjadi 64.211 pada tahun 2020.

Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan berbagai cara untuk mendukung pembelajaran jarak jauh. Meskipun sebagian di antaranya terbukti efektif, tak sedikit anak yang masih menghadapi hambatan signifikan dalam belajar.

Pada survei yang dilakukan pada kuartal terakhir tahun 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten/kota, lebih dari separuh (57,3 persen) rumah tangga dengan anak usia sekolah menyebutkan koneksi internet yang andal sebagai kendala utama. Sekitar seperempat orang tua yang disurvei juga menyatakan mereka tidak memiliki waktu ataupun kemampuan untuk mendampingi anak melakukan pembelajaran jarak jauh. Sementara itu, tiga dari empat orang tua menyatakan khawatir bahwa anak akan mengalami kehilangan kompetensi.

“Bagi anak-anak, makna sekolah lebih dari sekadar ruang kelas. Sekolah adalah lingkungan tempat belajar, berteman, mendapatkan rasa aman, dan kesehatan,” kata Perwakilan Unocef, Debora Comini.

“Semakin lama anak berada di luar sekolah, semakin lama pula mereka terputus dari bentuk-bentuk dukungan penting ini. Jadi, seiring dengan pelonggaran pembatasan mobilitas karena Covid-19, kita pun harus memprioritaskan pembukaan kembali sekolah dengan aman agar jutaan murid tidak perlu menanggung kerugian pembelajaran dan potensi diri seumur hidupnya,” papar Debora Comini.

Sejalan dengan persiapan sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kembali PTM di Indonesia, dibutuhkan pula langkah-langkah pengamanan yang komprehensif untuk meminimalkan dampak penutupan sekolah yang berkepanjangan terhadap kehidupan seorang anak. Unicef dan para mitranya menyarankan tiga langkah prioritas berikut:

Mengadakan program dengan sasaran khusus untuk mengembalikan anak dan remaja ke sekolah dengan aman, tempat mereka dapat mengakses pelbagai layanan yang memenuhi kebutuhan belajar, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lain dari anak;

Merancang program remedial atau program belajar tambahan untuk membantu murid mengejar pembelajaran yang hilang sambil membantu mereka memahami materi-materi baru; Mendukung guru agar dapat mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital.

Baca Juga: Keputusan Pembelajaran Tatap Muka seharusnya Melibatkan Anak-anak
Sekolah Tatap Muka di Bandung di Tengah Kekhawatiran Penularan Covid-19

PTM di Bandung

Di Bandung, hari pertama PTM terbatas diikuti 330 sekolah. PTM ini dimulai 8 September 2021. Sekolah di Bandung lainnya masih harus diverifikasi agar dapat menggelar PTM. Bandung sempat menggelar uji coba PTM pada Juni lalu, namun dihentikan karena melonjaknya jumlah kasus penularan Covid-19.

Salah seorang siswa SMP PGII yang melaksanakan PTM, Azka Saniy, mengakui ada banyak perbedaan mendasar antara PTM dan pembelajaran jarak jauh di rumah. Ketika mengikuti PTM ia merasa bisa lebih bisa menangkap pelajaran dari guru. 

"Bedanya kalau online, bisa malas-malasan. Kan bisa saja tidak menyalakan kamera, kita tiduran. Sedangkan di kelas tidak bisa. Lebih bisa menangkap (pelajaran) juga kalau ketemu langsung," ucap Azka yang saat ini berada di Kelas 9, mengutip siaran pers Pemkot Bandung.

Azka sebelumnya mengikuti PTM terakhir saat kelas 7. Menurut Azka, orang tuanya menyetujui untuk mengikuti PTM. Ia pun membawa bekal untuk makan, hand sanitizer dan memakai masker sebagai alat pelindung diri saat pandemi Covid-19 ini.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//