Peacetival 2023: Kita sama-sama Manusia
Apa pun latar belakang kita, Peacetival 2023 mengingatkan bahwa kita adalah sama, yaitu manusia. Kemanusiaan mesti dikedepankan dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis Fitri Amanda 14 Desember 2023
BandungBergerak.id - Beragam bentuk praktik baik yang mengusung nilai-nilai keberagaman dan perdamaian hadir dalam “Peacetival 2023” di Gedung Bumi Silih Asih, Bandung, Selasa, 12 Desember 2023. Festival ini menunjukkan ada banyak cara dan media untuk menjalin kerukunan, mulai dari musik angklung, permainan papan (boardgame), pameran komunitas lintas iman, dan dialog yang bergizi.
Peacetival 2023 yang dihelat PeaceGeneration Indonesia bekerja sama dengan Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), UIN SGD Bandung, dan JISRA diikuti peserta dari beragam latar belakang agama, budaya, dan usia. Mereka disuguhi penampilan musik angklung yang dibawakan Perkumpulan Perempuan Garuda Ceria (PPGC).
Peserta kemudian bisa menjajal permainan papan yang menjadi medium pendidikan perdamaian bagi kalangan generasi muda. Permainan berbentuk simulasi situasi dan tantangan kehidupan nyata, mendorong pemain untuk merasakan empati, bekerja sama, dan berpikir kritis.
Tak hanya sebagai bentuk hiburan bagi para peserta, permainan papan menjadi sarana edukatif yang memberikan pengalaman praktis. Para peserta diajak menghadapi situasi yang menggambarkan kompleksitas keberagaman, membangun keterampilan resolusi konflik, dan menumbuhkan sikap positif terhadap perbedaan agama, klutur, suku, dan nilai-nilai primordial lainnya.
Pameran komunitas dan lembaga juga menjadi salah satu sorotan dalam festival perdamaian Peacetival 2023. Komunitas-komunitas dan lembaga-lembaga seperti Jakatarub, Sekodi, Institute Mosintuwu, Institute DIan (Interfidei), dan Fahmina Institute menampilkan beragam inisiatif dan program yang berfokus pada keberagaman dan perdamaian. Pameran ini memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk lebih mengenal peran serta kontribusi positif dari berbagai entitas dalam membangun kerukunan sosial.
Kita sama-sama Manusia
Isu identitas menjadi sorotan dalam sesi diskusi Peacetival 2023. Bambang Sugiharto selaku guru besar filsafat UNPAR mengatakan, identitas hanya relevan dalam konteks tertentu, tidak harus diumbar dalam setiap konteks kehidupan. Sebaliknya, setiap orang harus saling menghargai keberagaman.
Identitas bersifat plural dan kontekstual, di mana aspek agama hanyalah salah satu dari berbagai aspek identitas yang dimiliki setiap manusia.
“Identitas-identitas itu sebenarnya kontekstual dan itu hanya relevan di dalam konteks-konteks yang masing-masing, tapi selebihnya yang pada sisi itu dalam ranah pengalaman tadi memang lebih masuk akal kalau kita lebih memprioritaskan sama-sama manusia,” ungkap Bambang yang menjadi narasumber diskusi Peacetival 2023 bertajuk “Agama dan Filsafat Budaya untuk Kemanusiaan dan Perdamaian”.
Topik lain yang menjadi bahasan adalah soal radikalisasi. Setiap individu baik anak muda maupun orang tua, rentan terhadap proses radikalisasi. Solusi untuk mengatasi radikalisasi adalah kerja sama dari berbagai kelompok usia. Pencegahan dan pemahaman radikalisasi perlu menyentuh seluruh kelompok usia.
Orang muda memiliki peran penting dalam menghadapi radikalisasi. Posisi mereka dapat membentuk dan mempengaruhi perubahan sosial. Orang muda bisa menjadi agen perdamaian yang kuat.
“Jadi semua (kalangan) rentan. Tapi kalau ngomongin power ada di mana, di anak muda. Karena kita punya mindset anak muda, punya skill set nya, punya toolset nya, punya semuanya. Salah satunya yang tadi dimainkan, boardgame itu toolset yang ngajarin tentang skill set dan mindset perdamaian. Jadi ini kita perlu melihat anak muda ini sebagai opportunity instead of ancaman atau kelemahan,” ucap Irfan Amali, Direktur Ekstekutif PeaceGeneration Indonesia.
Narasumber lainnya, Wahyuni Della dari Gusdurian Indonesia menyoroti tentang upaya merawat hubungan lintas identitas. Menurutnya untuk merawat hubungan ini penguatan perspektif inklusivitas dan penerimaan. Ia menekankan meski ruang pertemuan adalah aspek yang penting, namun esensi yang sebenarnya adalah terletak pada pembentukan sudut pandang yang inklusif dalam menerima perbedaan.
Wahyuni mengingatkan, dalam dialog lintas iman ada dua hal yang sama-sama memiliki peran penting, yaitu berbicara dan mendengarkan. Namun soal mendengarkan ini memiliki makna tersendiri. Mendengar merupakan fokus dalam merawat hubungan lintas identitas. Mendengar tidak hanya sekedar menerima kata-kata, tetapi juga melibatkan pikiran dan hati yang terbuka.
“Ketika melakukan proses mendengar itu pasti juga akan ada voice-voice yang datang. Kemudian Kalau kita fokus pada voice itu, itu yang biasanya membuat perspektif kita jadi tertutup. Ada voice of judgment, sinis, rasa takut, voice of fear. Itu yang pengen kita sama-sama pelajari dan kita fokus untuk openness. Open mind, open heart, open will,” ungkap Wahyuni.
Baca Juga: Data Keberagaman Jenis Kesenian di Kota Bandung 2021: Seni Tradisional Sunda Terbanyak
Mengurangi Konflik Keberagaman di Bandung dengan Dialog dan Mendengarkan
Mengenal Toleransi dan Keberagaman di Griya Seni Popo Iskandar
Menutup rangkaian acara, Peacetival 2023 menyajikan pertunjukan seni dan budaya yang memperkaya pengalaman para peserta. Antara lain, penampilan bela diri Wushu dari Indira Tamaya, Viola Kinanti, dan Jovita Almira; tari kontemporer dari Tyoba Bond; dan penampilan musik dari D’Onors dan Panji Sakti bersama kawan-kawannya.
Peactival 2023 menciptakan momentum yang positif dengan menyatukan seni dan dialog, memberikan pemahaman bahwa keberagaman bukanlah menjadi sebuah penghalang, melainkan kekuatan dalam mencapai perdamaian.
Hal tersebut dirasakan oleh salah satu peserta Peacetival 2023, Gia (23 tahun). Gia menyampaikan pandangannya tentang keberagaman sebagai suatu kekayaan yang perlu dihargai, ia juga menyatakan bahwa kita semua, meski berbeda suku, umur, atau status tingkatan, harus saling menghargai karena pada dasarnya kita adalah sesama manusia.
Merujuk pada semboyan nasional "Bhinneka Tunggal Ika," Gia menegaskan bahwa keberagaman seharusnya menjadi perekat, bukan pemisah.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan Fitri Amanda, atau artikel-artikel lain tentang Keberagaman dan Perdamaian