• Narasi
  • Perasaan Positif yang Beracun

Perasaan Positif yang Beracun

Memaksa orang lain atau dirinya selalu berpikir positif dan menolak emosi negatif bisa mengganggu kesehatan mental seperti kecemasan (anxiety), stres, atau depresi.

Alda Agustine Budiono

Pemerhati Sejarah dan Pengajar Bahasa Inggris

Tangan petugas kesehatan di klinik kesehatan jiwa di Bandung, beradu dengan tangan pasien dalam suatu proses pemeriksaan kesehatan mental, Jumat (4/3/2022). (Foto Ilustrasi: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

19 Desember 2023


BandungBergerak.id – Kadang ketika kita sedih, marah, atau takut,  sering orang lain berkomentar, ”Kok begitu saja marah? Jangan sedih, yang gembira dong!” Atau, “Coba berpikir positif. Jangan takut, nggak ada apa-apa kok.”

Sering kali saya bingung karena nasehat-nasehat itu sangat susah untuk diikuti. Bagaimana cara untuk tidak sedih di saat sedang sedih? Bagaimana cara untuk tidak marah saat sedang emosi?  Apakah yang saya rasakan salah? Belakangan saya baru tahu kalau selalu berusaha menjadi positif bisa membahayakan kesehatan mental.

Situs Alodokter menulis bahwa toxic positivity atau rasa positif yang berlebihan adalah kondisi ketika seseorang menuntut orang lain atau dirinya sendiri untuk selalu berpikir dan bersikap positif dan menolak semua emosi negatif. Seseorang yang terjebak dalam kondisi ini akan selalu berusaha menghindari emosi negatif seperti sedih, marah, atau kecewa. Dalam jangka panjang, ini bisa mengakibatkan berbagai masalah mental seperti kecemasan (anxiety), stres, atau depresi.

Lalu, apa saja ciri-ciri toxic positivity? Orang-orang yang positif berlebihan biasanya sering memberi nasihat-nasihat positif kepada orang lain, padahal dia sendiri sedang sedih atau marah. Orang ini juga menyembunyikan perasaan, tidak mau menyelesaikan masalah, juga merasa bersalah ketika mengalami emosi negatif. Dia juga akan mencoba memberi semangat, tapi dengan nada meremehkan, seperti “Begitu saja kok tidak bisa?” Bisa saja ucapan-ucapan itu bertujuan baik, untuk memberi semangat. Namun harus diingat bahwa mengabaikan emosi negatif juga hanya akan berdampak buruk.

Baca Juga: Edukasi dan Masalah Kesehatan Mental pada Remaja
Tanda Bahaya Penanganan Gangguan Kesehatan Mental di Indonesia
Great Talk Membuka Ruang Aman untuk Kesehatan Mental

Hindari Membuat Orang Lain Tak Nyaman

Ada berbagai cara untuk menghindar dari toxic positivity dan tidak membuat orang lain merasa tidak nyaman karena kita bersikap positif berlebihan. Pertama, dengan belajar mengelola emosi negatif. Emosi, baik negatif atau positif, adalah bagian yang wajar dalam hidup manusia. Supaya tidak menjadi racun di tubuh, ungkapkanlah perasaan pada teman atau orang yang bisa dipercaya. Bisa juga dengan menulis buku harian.

Kedua, usahakan untuk tidak menghakimi orang yang sedang curhat. Cobalah  berempati. Emosi negatif bisa datang dari berbagai sumber seperti masalah keluarga, stres di pekerjaan, atau konflik dengan teman. Menghakimi orang yang hanya ingin jujur dengan perasaannya  malah akan membuat orang itu merasa bahwa dirinya tidak mampu mengatasi masalah. Hindari memberi komentar yang terkesan judgemental.

Terakhir, batasi melihat post orang lain yang hanya menunjukkan kegembiraan di sosial media. Unfriend orang-orang yang selalu membagikan cerita negatif atau memicu debat. Lebih baik menghabiskan waktu untuk kegiatan yang bermanfaat, misalnya mengikuti kursus online, belajar hal baru, membaca buku, atau merawat diri.

It’s OK not to be OK.

Tidak apa-apa kalau merasa tidak baik-baik saja. Tidak perlu selalu memasang muka bahagia di depan orang lain padahal di hati menangis seperti habis mengupas bawang bombai. Karena, kita hanya manusia yang penuh dengan kekurangan, seperti kata Christina Perri dalam lagunya, Human.

But I'm only human (Aku hanyalah manusia)
And I bleed when I fall down (Yang berdarah ketika jatuh)
I'm only human (Aku hanyalah manusia)
And I crash and I break down (Dan aku menabrak dan pecah berkeping-keping)
Your words in my head, knives in my heart (Kata-katamu terngiang di kepalaku, bagai pisau di hatiku)
You build me up and then I fall apart (Kau membangunku lalu aku jatuh)
'Cause I'm only human (Karena aku hanyalah manusia)

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan Alda Agustine Budiono, atau artikel-artikel lain tentang kesehatan mental.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//