Menyelamatkan Harimau dan Cendrawasih melalui Film Dokumenter
Indonesia terancam kehilangan harimau Sumatra dan burung cendrawasih Papua yang didesak deforestasi dan perburuan.
Penulis Awla Rajul26 Desember 2023
BandungBergerak.id - Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan burung cendrawasih (Paradisaeidae) merupakan dua satwa endemik asal Indonesia. Permintaan pasar yang tinggi dan pembalakan hutan (deforestasi) membuat kedua hewan ini terancam punah.
Film dokumenter Derap Tobat dan Jerat Terakhir diharapkan menjadi medium kampanye dan edukasi yang membentuk kesadaran masyarakat dalam melestarikan harimau sumatera dan cendrawasih. Dua film ini ditayangkan pada kegiatan Screening Film Derap Tobat dan Jerat Terakhir dan didiskusikan dengan tajuk “Peran Komunikasi Lingkungan dalam Efektivitas Konservasi” di Auditorium Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjadjaran (Unpad), Senin, 4 Desember 2023.
Film Derap Tobat dan Jerat Terakhir merupakan besutan Garda Animalia dengan kolaborator dari program Bela Satwa Project. Derap Tobat mengambil kisah tentang Alvian dan Maurits, mantan pemburu burung cendrawasih di Papua yang kini bekerja untuk melestarikan satwa endemik di pulau paruh burung itu.
Satu lagi, film Jerat Terakhir mengisahkan Datuk Mawi (74 tahun), seorang mantan pemburu harimau sumatera legendaris yang berburu sejak 1972. Datuk Mawi memutuskan bertobat pada tahun 2017 dan berkomitmen untuk menyelamatkan harimau. Ia kini juga berperan mengajak pemburu-pemburu lain untuk berhenti memburu harimau.
Harimau sumatera merupakan satwa dilindungi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor: P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018. Adapun status konservasi International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) terhadap jenis ini adalah terancam kritis (Critically Endangered).
Datuk Mawi berasal dari Musi Rawas, Bengkulu, Sumatera Selatan. Dia dikenal karena sepak terjangnya yang telah memburu ratusan harimau. Ia dikenal sebagai pemburu nekat karena pernah melewati fase berburu menggunakan balok kayu, senapan, hingga menggunakan jerat. Metode jerat ia pakai ketika kondisi fisiknya tak seoptimal dulu.
Setelah bertobat memburu harimau, Datuk Mawi fokus mengajak pemburu-pemburu lain berhenti. Datuk melakukan pendekatan dengan cara persuasif, dengan bujukan dan rayuan. Selain itu, setiap kali berpatroli ke hutan dan menemui jerat harimau, ia melepaskannya dan dibawa pulang.
“Percuma dia berburu, percuma. Sedangkan Datuk sudah berhenti. Ke mana dia pasang jerat, kita ambil, di mana pun kita ambil,” ungkap Datuk, dengan logat khas bertempo lambat namun tegas, pada sesi diskusi.
Datuk menyadari bahwa menjadi pemburu tak akan ada ujungnya. Pemburu tidak akan bisa kaya dengan buruannya. Memburu satwa liar malahan berdampak hilangnya satwa di hutan, juga membawa dampak negatif pada alam. Hewan diibaratkan oleh Datuk sebagai hiasan. Jika hiasan itu di masa mendatang tidak ada lagi, maka hutan atau suatu ekosistem juga tidak lagi indah.
“Lebih baik sekarang (kondisi populasi harimau). Yang setau Datuk tidak ada lagi (pemburu). Kalau seandainya ada isu-isu Datuk datangi, di mana pun harus berhenti,” ungkap Datuk.
Baca Juga: Film Spesies Liar, Suara Keprihatinan atas Penyiksaan Satwa Liar yang Melonjak selama Pagebluk
IPB Kembangkan Teknologi Artificial Intelligence untuk Tanggulangi Perburuan Satwa Liar
Membela Kesejahteraan Satwa di Tengah Konflik Aset Kebun Binatang Bandung
Ajakan Persuasif dan Kompleksitas Perburuan
Di balik kisah Datuk Mawi yang berhenti menjadi pemburu harimau, ada sosok Iswadi, Ketua Lingkar Inisiatif yang melakukan upaya persuasif agar pemburu harimau seperti Datuk Mawi berhenti berburu. Lingkar Inisiatif merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang konservasi satwa liar di Sumatera.
Sejak 2013 Lingkar Inisiatif sudah melakukan beberapa pendekatan untuk menyelamatkan harimau, seperti edukasi, sosialisasi ke sekolah, pendekatan melalui fatwa MUI, dan penegakan hukum. Namun upaya penegakan hukum tidak maksimal. Banyak pemburu yang ditangkap dan ditahan namun kembali berburu ketika mereka keluar dari tahanan.
Deki, demikian Iswadi kerap dipanggil merasa perlu melakukan strategi lain yang lebih efektif dalam mencegah perburuan satwa liar.
“Kita berpikir butuh pendekatan baru, sehingga kita memutuskan untuk pemburu ini kita temani, berkawan, rutin berkunjung, masuk ke hutan sama-sama. Kita bicara soal berhenti (berburu) nanti tapi kita lakukan dulu pendekatan psikologis juga dengan keluarga dan saudara-saudaranya,” terang Iswadi.
Cara ini memang membutuhkan waktu yang lama tapi berhasil. Buktinya adalah Datuk Mawi yang sportif usai bertobat, ia antusias turut mengajak pemburu lainnya di Musi Rawas dan Musi Utara untuk berhenti dan menyelamatkan harimau sumatera. Sayangnya yang menjadi tantangan adalah pekerjaan pengganti bagi pemburu yang sudah “bertobat”.
“Hambatan terbesar soal exit strategi pasca-dia berhenti menjadi pemburu itu apa. Mesti dipikirkan betul itu,” terang Deki.
Sebab sebenarnya banyak pilihan-pilihan pekerjaan bagi mantan pemburu. Dengan potensi yang dimiliki oleh mantan pemburu yang paling tahu medan hutan, seharusnya mereka bisa dilibatkan dan atau bekerja sebagai mitra Polhut, di UPT-UPT BKSDA atau sebagainya. Sayangnya ketika didiskusikan dengan pemerintah belum ada solusi yang signifikan untuk persoalan ini.
Dosen Pusdikomling Unpad Herlina Agustin menyebut bahwa persoalan perburuan satwa liar tidak sesederhana hanya karena persoalan ekonomi saja. Memang ada persoalan penegakan hukum yang rendah. Sayangnya persoalan ini kompleks dan berkelindan. Ada persoalan rendahnya penegakan hukum, deforestasi, persoalan ekonomi, mindset manusia yang dominan, maupun persoalan lainnya.
“Jadi itu bukan sekadar masalah ekonomi, bukan juga hukumnya, tapi mindset bahwa manusia itu merasa lebih dominan dari buruannya,” ungkap mantan aktivis Profauna ini.
Kampanye Pelestarian Satwa dengan Dokumenter
Film dokumenter Derap Tobat diharapkan menginspirasi masyarakat khususnya para pemburu agar bertobat. Sutradara Dicky Nawazaki mengatakan, dalam penggarapannya tim harus datang ke Papua dan melihat langsung bentang alam dan kekayaan satwanya.
“Dan ternyata ketika melihat satwa di alam itu lebih indah, paling indah. Memang satwa itu lebih indah di alam, terutama satwa liar,” ungkap pada Dicky.
Dicky menyinggung peran orang muda yang memiliki posisi penting untuk mengkampanyekan lingkungan di media sosial. Mereka mesti mengkampanyekan pelestarian lingkungan dan satwa liar dengan bijak, alih-alih hanya sekedar me-review-nya.
Adapun saat ini berdasarkan data IUCN, burung cendrawasih dikategorikan ke dalam status beresiko rendah, sedangkan menurut CITES termasuk ke dalam Apendiks II. Artinya cenderawasih masuk dalam daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Satwa Liar