• Berita
  • Membela Kesejahteraan Satwa di Tengah Konflik Aset Kebun Binatang Bandung

Membela Kesejahteraan Satwa di Tengah Konflik Aset Kebun Binatang Bandung

Konflik memperebutkan aset Kebun Binatang Bandung antara Pemkot Bandung dan Yayasan Margasatwa Tamansari kian runcing. Kesejahteraan satwa dikorbankan.

Pengunjung memberi makan jerapah di Bandung Zoo atau Kebun Binatang Bandung yang sedang ada di pusaran konflik kepemilikan lahan, Selasa (19/6/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana20 Juni 2023


BandungBergerak.id - Satwa-satwa di Kebun Binatang Bandung berada dalam pusaran konflik perebutan aset antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dan Yayasan Margasatwa Tamansari. Konflik antarmanusia ini dikhawatirkan akan mengorbankan sekitar 680 ekor hewan yang seharusnya memperoleh perlindungan dan jaminan kesejahteraan di sebuah lembaga konservasi.

Konflik aset Kebun Binatang Bandung meruncing setelah Pemkot Bandung menyatakan akan segera mengambil alih lahan Kebun Binatang Bandung secara fisik, administrasi, maupun hukum. Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Bandung Agus Slamet Firdaus mengatakan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung akan melakukan pengamanan fisik atas tanah Kebun Binatang Bandung dengan terlebih dahulu menyampaikan surat teguran sebanyak tiga kali dan surat peringatan tiga kali kepada Yayasan Margasatwa Tamansari.

“Yang pada pokoknya menyampaikan agar segera menghentikan aktivitas atau kegiatan, mengosongkan dan mengembalikan tanah milik pemerintah Kota Bandung sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” kata Agus Slamet Firdaus dalam siaran pers, dikutip Rabu (20/6/2023).

Pemerhati konflik manusia dan satwa dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Herlina Agustin mengaku khawatir konflik perebutan aset Kebun Binatang Bandung berpotensi memecah konsentrasi pemeliharaan satwa liar yang ujungnya bisa mengorbankan kesejahteraan satwa liar.

“Intinya jangan sampai satwa yang dikorbankan,” ujar dosen di Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Fakulitas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad, saat dihubungi BandungBergerak.id lewat telepon.

Menurut Herlina, sekecil apa pun konflik tersebut, ia pasti merembet ke pengelolaan sumber daya manusia (SDM) atau kepegawaian yang kemudian berimbas pada satwa. Dia merujuk konflik pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang terjadi sejak lama. Banyak hewan yang lantas menjadi korban. Salah satunya yang mengenaskan adalah singa kurus yang mati tersangkut kawat.

Dalam catatan Herlina, sejauh ini pengelolaan Kebun Binatang Bandung sudah berjalan relatif baik. Tidak ada kasus kesejahteraan satwa yang menonjol dalam kurun beberapa tahun terakhir. Kasus terakhir yang menyedot perhatian publik di Kebun Binatang Bandung adalah kematian gajah Yani pada 2015 dan kontroversi beruang madu kurus pada 2017. 

Herlina mengingatkan, mengelola satwa liar tidaklah mudah dan murah. Aspek kesejahteraan harus benar-benar diperhatikan. Meski pengurungan dalam kandang membuat satwa  tidak mungkin bebas dan sejahtera secara alami, sebuah kebun binatang harus patuh pada kriteria-kriteria tertentu yang mampu menciptakan ruang yang setidaknya mendekati kesejahteraan satwa. Misalnya, tentang ukuran kandang dan jarak satwa dengan pengunjung.

Konflik memperebutkan aset lahan Kebun Binatang Bandung seluas 13,9 hektare masih jauh dari usai setelah Pengadilan Negeri Bandung menyatakan Pemkot Bandung sebagai pemilik sah pada 2 November 2022. Pemkot Bandung dinyatakan menang banding pada 14 Februari 2023 dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 08/pdt/2023/Pt.Bdg. Yayasan Margasatwa Tamansari sebagai tergugat III tidak tinggal diam. Mereka mengajukan kasasi ke pengadilan lebih tinggi.

Konflik ini bukan satu-satunya kasus kepemilikan yang pernah terjadi di lahan Kebun Binatang Bandung. Pernah ada keluarga yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan di lokasi yang sangat strategis di Jalan Tamansari ini. Juga pernah mencuat kasus aksi penjualan lahan Kebun Binatang di sebuah platform e-commerce

Singa koleksi Bandung Zoological Garden di Bandung, 29 Juli 2021. Kebun binatang ini termasuk kawasan wisata yang paling terdampak selama pandemi Covid-19. Manajemen telah menyiapkan skenario terburuk. (Foto: Prima mulia/BandungBergerak.id)
Singa koleksi Bandung Zoological Garden di Bandung, 29 Juli 2021. Kebun binatang ini termasuk kawasan wisata yang paling terdampak selama pandemi Covid-19. Manajemen telah menyiapkan skenario terburuk. (Foto: Prima mulia/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Mesin Parkir Elektronik di Bandung: Nisan di Kuburan Smart City
Bukti-bukti Sejarah Menguatkan Stasiun Cicalengka adalah Cagar Budaya
Proses Hukum Pasar Banjaran masih Berjalan, Revitalisasi Harus Dihentikan

Jangan Korbankan Satwa

Kekhawatirkan bahwa satwa akan menjadi korban dalam konflik perebutan aset antara Pemkot Bandung dan Yayasan Margasatwa Tamansari juga disampaikan Ida Masnur, dokter hewan dari Aspinal, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Dia mengingatkan, baik Pemkot Bandung maupun yayasan punya tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan satwa kebun binatang.

“Dalam sengketa, jangan sampai satwa terbengkalai, tetap diurus. Kalau mau, kolaborasi. Cuma kan susah. Biasanya lebih ke gengsi masing-masing pihak entah ada kepentingan apa di dalamnya,” tuturnya.

Sama dengan alasan yang dikemukakan Herlina, Ida menilai konflik perebutan aset ini akan mengganggu konsentrasi pemeliharaan satwa kebun binatang. Sebagai contoh, manajemen pengelolaan kebun binatang secara keseluruhan akan terganggu dan kemudian berdampak pada SDM di lapangan atau di wilayah operasional. Gangguan pada SDM atau operasional secara otomatis akan berimbas pada perawatan satwa-satwa liar. 

“Jadi konflik ini jangan berdampak ke hewan. Yang konflik kan di atas (manusianya), bawahnya (SDM operasional) tetap urus satwa," ucap Ida. "Kan satwa ga bisa ngomong? Mau kabur juga ga bisa karena dikandangin.

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//