• Narasi
  • Sepakbola adalah Cinta yang Tak Akan Pernah Menjadi Mantan

Sepakbola adalah Cinta yang Tak Akan Pernah Menjadi Mantan

Setiap orang yang menggemari sepakbola tentu memiliki kisah cintanya masing-masing terhadap olahraga yang satu ini.

Pinggala Adi Nugroho

Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia

Sepak bola. (Foto: Ilustrasi oleh Arfan Audryansyah)

22 Desember 2023


BandungBergerak.id – Sepakbola adalah romantisme cinta paling nyata dan tak akan pernah menjadi mantan. Terdengar sangat metafor, namun begitulah adanya. Teruntuk fans sepakbola fanatik di seluruh dunia dan juga termasuk saya sendiri, kalimat tadi tidaklah berlebihan dan memang datang dari lubuk hati yang paling dalam. Ia bukan hanya sekedar olahraga, tetapi juga sebuah perjalanan yang dibumbui drama, pencarian sebuah identitas, jatuh bangun mengejar impian, dan pada akhirnya berlabuh di sebuah penantian akhir yang dibalut kisah cinta abadi yang tak akan pernah berakhir.

Layaknya kisah cinta Romeo dan Juliete yang terkenal romantis dan saling melengkapi namun berakhir tragis karena tetap tak bisa bersatu, begitu pula kisah saya dengan sepakbola. Memiliki cita-cita menjadi pesepak bola terkenal sedari kecil dengan melakukan segala daya upaya namun pada akhirnya harus mengubur mimpi tersebut dengan keikhlasan seluas samudera. Tuhan ternyata tak memberikan saya jalan menjadi pesepak bola profesional. Hingga tulisan ini dibuat pun, saya hanya bisa menjadi seorang fanatik sepakbola dengan kecintaan yang tak akan pernah padam. Ternyata Tuhan hanya memberikan izin kepada saya hanya sebagai seorang suporter fanatik yang tak henti-hentinya mendukung dan mendoakan klub kesayangan. Tak apa, setidaknya Tuhan tetap mengizinkan saya mendapatkan sumber kebahagiaan lewat sepakbola meski dengan cara lain.

Ya, mungkin itu adalah sepenggal cerita cinta terkait sepakbola yang saya alami. Setiap orang yang menggemari sepakbola tentu memiliki kisah cintanya masing-masing terhadap olahraga yang satu ini. Namun, perlu di ingat bahwa mencintai sepakbola itu layaknya mencintai manusia. Ada beberapa kesamaan aspek yang mungkin bisa saling terkait. Apa saja?

Baca Juga: Sepak Bola Tanpa Iming-iming Juara
Kala Sepak Bola Bikin Penguasa Turun Tahta
Gejolak Hasrat Sepak Bola di Cijerah

Mencintai Sepakbola juga Butuh Sebuah Proses

Ketika suatu hal baru masuk ke dalam hidup kita, apa yang akan kita lakukan? Ya, sudah pasti kita akan berkenalan dan mencari tahu. Sama seperti konsep Pdkt yang ada di dalam hubungan percintaan manusia pada umumnya, Pdkt di sepakbola pun berlaku sama halnya. Hal ini pula yang mendasari saya begitu jatuh cinta dengan sepakbola karena proses pengenalannya yang membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Kala itu tahun 2007 dan saya masih duduk di bangku kelas 1 SD. Tak banyak yang saya ketahui soal olahraga ini, yang saya tahu adalah olahraga ini bermain dengan 2 tim yang di mana masing-masing tim harus mencetak gol agar meraih kemenangan. Hanya itu saja, tak lebih.

Seiring berjalannya waktu, ada satu momen di mana saya melihat tayangan berita olahraga di televisi yang menampilkan satu sosok pesepak bola muda asal Portugal yang sedang hangat dibicarakan dimana-mana kala itu. Olah bolanya lihai, gaya rambut Spiky-nya juga menjadi tren saat itu, ditambah videonya yang berisi Kumpulan skill gocekan maut yang sering dikirimkan lewat bluetooth dari HP ke HP pada masa itu. Lantas, saya bertanya kepada ayah saya terkait siapa orang ini. Ayah saya pada saat itu menjawab dengan tegas bahwa pemuda yang saya maksud adalah Cristiano Ronaldo. Detik itu juga saya langsung menyukai sepakbola.

Perlahan tapi pasti, saya langsung mencari tahu nama-nama pemain sepakbola dalam negeri maupun luar negeri, diikuti dengan nama-nama klubnya kala itu. Masih teringat jelas bahwa proses tumbuhnya cinta melalui Pdkt terhadap sepakbola ini ditunjang dengan perjuangan membeli majalah sepakbola, tabloid bola, dan koran-koran yang menyajikan informasi terkini pada masa itu dan tentunya minta dibelikan oleh ayah saya yang juga seorang penggemar sepakbola. Hal ini tentu hampir mirip dengan konsep cinta yang terjadi di hubungan percintaan antar insan manusia yang di mana proses tumbuhnya cinta ditunjang dengan perjuangan membeli bunga, puisi, ataupun memberikan barang-barang yang terkesan romantis.

Lapangan Hijau adalah Saksi Berbagai Emosi Berbaur Menjadi Satu

Proses perjalanan cinta saya dan sepakbola tak berhenti sampai di situ. Kali ini sudah merambah ke cita-cita di dalam hidup. Tahun berganti tahun, guru datang silih berganti. Layaknya kehidupan sekolah pada umumnya, seorang guru pasti sering sekali menanyakan hal terkait “ Cita-citamu mau jadi apa?”. Sebuah pertanyaan yang tak akan ada matinya. Setiap pertanyaan itu terlontar, kawan-kawan saya pun dengan lantang menjawab : mau jadi polisi, ingin jadi dokter, atau ingin jadi diplomat atau apalah itu. Namun jawaban saya tak pernah berubah, saya selalu menjawab : “Saya mau jadi pemain sepakbola”. Ada yang tertawa, ada yang mendukung, ada pula yang memandang saya dengan keheranan. Hal itu terjadi karena sepakbola di Indonesia terkadang hanya dipandang sebatas impian, bukan untuk tujuan hidup.

Sering kita dengar berita bahwa atlet sepakbola di Indonesia yang masa tuanya terlantar karena sebab ini itu. Mungkin hal itu juga yang membuat orang-orang menganggap cita-cita saya tak akan mungkin terjadi. Tak apa, setiap orang boleh beropini macam-macam terhadap saya.

Tak sampai di situ, saya jelas ingin membuktikan bahwa ini bukanlah sebatas impian, namun akan menjadi kenyataan. Segala hal saya lakukan untuk menggapai mimpi ini. Berlatih hampir setiap hari, masuk SSB (Sekolah sepak bola), dan mengikuti berbagai turnamen antar sekolah. Semua upaya tersebut dilakukan demi memuluskan cita-cita yang saya punya. Sambil berharap Tuhan memberikan jalan terhadap hal ini. Lapangan hijau mungkin menjadi saksi bahwa segala bentuk emosi pernah saya luapkan di sana. Berbagai kejadian pernah dialami di atas lapangan hijau. Menangis, tertawa, merenung, marah, dan kembali menangis karena perjalanan meraih mimpi ini ternyata sangat menguras mental dan emosi.

Kejutan dan Drama layaknya Hubungan Percintaan

Seiring berjalannya waktu, saya makin dewasa. Namun, titik terang itu tak kunjung muncul.  Frustrasi dan sedih tentu muncul dengan membabi buta. Yang pada akhirnya perjalanan menggapai cita-cita saya terhadap sepakbola harus berhenti. Mengubur cita-cita yang diperjuangkan sedari kecil bukanlah perkara mudah. Tetapi hidup sebagai lelaki tak hanya perihal merenungi kesedihan dan kegagalan. Kegagalan yang dialami bukan berarti menutup jalan sukses yang lain kan? Akhirnya saya memutuskan untuk berkuliah dan tetap mencintai sepakbola dengan cara yang lain.

Sama seperti konsep hubungan cinta antar manusia, sekuat dan sekeras apa pun manusia memperjuangkan. Tetap takdir Tuhan yang menentukan kelanjutannya. Begitulah kiranya koneksi antara cinta dan sepakbola. Sepakbola adalah abadi, sepakbola adalah cinta, sepakbola adalah cinta abadi yang tak akan pernah menjadi mantan karena ketulusan di dalamnya.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//