• Buku
  • RESENSI BUKU: Membaca Buku Sejarah Dunia Seasyik Mendengarkan Dongeng Hebat

RESENSI BUKU: Membaca Buku Sejarah Dunia Seasyik Mendengarkan Dongeng Hebat

Tidak banyak buku sejarah yang menyajikan masa lalu sebagai bahan pembelajaran yang asyik seperti "Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda" karya Ernst H. Gombrich (2020).

Sampul buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda karya Ernst H. Gombrich terbitan Marjin Kiri (2020). (Foto: Arip Apandi)

Penulis Arip Apandi24 Desember 2023


BandungBergerak.id – “Aku berkarya bukan untuk mendapatkan tepuk tangan pada saat itu, tetapi sebagai warisan untuk segala zaman,” Begitulah kata Thucydides, sejarawan pertama yang hidup lebih dari 2500 tahun yang lalu. Tentu, yang lalu biarlah berlalu, bukan? Namun, dari perkataan sejarawan besar perang Peloponnesian antara Athena dan Sparta itu, pentingnya membaca sejarah adalah memahami apa yang terjadi pada zaman kita sekarang dan mengambil keputusan yang lebih baik.

Dua milenium kemudian semenjak Thucydides, pemikir sosial Amerika, George Santayana, menyampaikan hal yang sama: "Those who cannot learn from history are doomed to repeat it (Mereka yang tak bisa belajar dari sejarah dihukum untuk mengulanginya,)” Oleh karena itu, sejarah memberikan panduan berharga untuk menghadapi urgensi tantangan politik, sosial, ekonomi, dan budaya di masa kini dan masa mendatang.

Sayangnya, tidak banyak buku sejarah yang (setahu saya) menyajikan masa lalu sebagai bahan pembelajaran yang asyik seperti Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda, yang akan saya singkat SDPM, karya Ernst H. Gombrich. Buku ini adalah pengecualian. Saya tidak (terkesan) dipaksa mengingat-ingat nama-nama, tempat, hingga tanggal suatu peristiwa tertentu di masa lalu, khas buku-buku sejarah yang beredar di lapangan. Bagi saya, membaca buku sejarah semacam itu rasanya seperti mengunyah es batu. Dingin dan bikin ngilu. Tentu saja saya di sini memosisikan diri sebagai pembaca yang tidak punya banyak waktu untuk membaca sejarah Revolusi Prancis atau Revolusi Industri atau Perang Dunia atau peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi dalam bentuk berjilid-jilid ribuan halaman tebalnya yang kerap Anda temukan di perpustakaan.

Setidaknya, SDPM dapat mengamini perkataan terkenal Bung Karno itu: “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,” Kendati begitu, SDPM tidak bikin saya keram pikiran sebagaimana ketika saya membaca buku-buku sejarah dengan prinsip ilmiah yang sangat ketat atau sekadar pengantar dengan gaya bahasa yang sangat garing. Sebagai orang awam, membaca buku seperti demikian sangat menjemukan. Saya bukan peneliti sejarah yang tentu harus tunduk pada tuntutan pedoman akademik. Saya cuma pembaca urakan dan manasuka. Jadi, saya punya alasan untuk melemparkan buku-buku sejarah yang kaku seperti itu. Membosankan, dan tanpa mengurangi rasa hormat pada mereka yang mendedikasikan diri untuk sejarah. Hingga pada akhirnya, SDPM menyelamatkan saya dari kejenuhan mengikuti sejarah.

Salah satu ilustrasi dalam buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda karya Ernst H. Gombrich terbitan Marjin Kiri (2020). (Foto: Arip Apandi)
Salah satu ilustrasi dalam buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda karya Ernst H. Gombrich terbitan Marjin Kiri (2020). (Foto: Arip Apandi)

Baca Juga: RESENSI BUKU: Johnny Mushroom Mencari Arti Kehidupan dari Urban Terpinggirkan
RESENSI BUKU: Museum Kenangan, Membagikan Jatuh Cinta Pertama pada Buku
RESENSI BUKU: Jejak Pencak Silat yang Mendunia

Teknik yang Asyik untuk Membaca Sejarah

Sebagai pembaca yang ogah-ogahan membaca buku, SDPM mampu membuat saya membuka banyak lembar demi lebar halaman. Bagi saya, judulnya pun sudah menjanjikan, “untuk pembaca muda”. Pemberian sub judul yang asing, pikir saya, dan berbeda dari embel-embel yang biasa saya temukan seperti “Pengantar Komprehensif bla bla bla”, contoh. Pemberian sub seperti itu menghidupkan kembali harapan saya agar bisa bergembira membaca dalam buku sejarah. “Well, apakah aku bakal kembali mengunyah es batu?” Pikir saya waktu itu saat menimbang-nimbang apakah saya harus membeli buku yang berjudul asli Eine kurze Weltgeschichte für junge Lesser ini.

Saat pengantar paket tiba mengantarkan buku itu, saya merasa waswas apakah buku yang punya riwayat dilarang edar di era rezim Nazi karena dianggap “terlalu pasifis” ini sesuai dengan apa yang saya harapkan. Dan lembaran-lembaran pertama pun ternyata mampu memupus keraguan. Jadi, bagian kata pengantar buku ini menjabarkan latar belakang “kelahirannya” yang menarik dan unik. Tidak seperti buku sejarah yang ditulis malas-malasan oleh guru besar kampus untuk “kepentingan prodi”, SDPM lahir sebagai pemenuhan janji Gombrich untuk gadis cilik putri temannya. Gadis cilik ini kepo pada Gombrich yang sering terlihat gudag-gidig dalam menyelesaikan tahap akhir disertasinya. Gombrich dengan senang hati bakal menjelaskan isi disertasinya itu pada gadis cilik itu dengan penyampaian yang sederhana dan mudah dipahami. And that’s this book is.

Terlepas dari isi, buku ini seharusnya tidak perlu mendapatkan kritikan dari segi bentuk. Sebab, ia memang tidak bermaksud mejeng di jurnal ilmiah dengan ragam tulisan akademik dan terminologi-terminologi yang pelik. Justru sebaliknya, dengan buku ini, Gombrich memang berniat menghadirkan dongeng taman kanak-kanak yang bertujuan membuat bocil bisa anteng. Inilah memang yang menjadi kelebihan buku ini. Narasi sejarah besar dan penting seperti penaklukan Aleksander Agung hingga peperangan Napoleon Bonaparte disampaikan lewat suara yang riang rendah. Keunikan lain dari karya Gombrich (yang tentunya diterjemahkan oleh Elisabeth Soeprapto-Hastrich) ini adalah membikin pembacanya untuk terlibat dalam cerita. Dalam bab “Musuh Sejarah” misalnya:

Barangkali kau termasuk orang yang menganggap sejarah itu membosankan. Nah, bacalah cerita berikut. Kau pasti senang. Pada waktu Hanibal berada di Italia (artinya, tak lama setelah tahun 220 sebelum Masehi), Cina diperintah oleh seorang kaisar yang tidak suka sejarah,” (Hal.: 105)

Meringkas dan memadatkan peristiwa-peristiwa penting yang merentang dari zaman pra-Yunani Kuno hingga abad ke-20 bukanlah hal yang mudah. Itu sama seperti menuliskan satu jilid novel tebal menjadi satu paragraf. Dengan demikian, usaha seperti demikian riskan gagal. Tapi, Gombrich lolos dari risiko itu setidaknya bagi saya sebagai orang awam. Ya, coba lihat bagaimana Gombrich menggambarkan kejatuhan yang memilukan dari Napoleon Bonaparte:

Dan begitulah akhir kehidupan laki-laki berperawakan pendek dan berwajah pucat itu, yang memiliki kemauan paling kuat dan otak paling cerdas di antara semua penguasa yang pernah ada… Matternich yang tegas dan kaku itu, yang tak sudi memungut topi Napoleon, mengendalikan nasib Eropa dari Wina melalui para dutanya, seolah-olah Revolusi Prancis tak pernah berlangsung sepanjang sejarah.” (Hal.: 313)

Dari situ jelas sekali Gombrich menggambarkan kekalahan Napoleon dengan teknik prosais yang nyaris seperti Gabo atau Kafka: Menggetarkan dan menghidupkan pembacaan.

Saya lantas makin mantap memutuskan untuk membaca SDPM setelah melihat daftar isinya. Yang ada di sana mirip seperti penamaan bab karya fiksi. Di bab pertama saja, misalnya, yang tercantum di sana adalah “Pada Zaman Dahulu Kala”. Tentu, yang dikedepankan di situ adalah dongeng. Padahal, bab tersebut berisi penjelasan mengapa dunia dan semesta ini ada dari segi mitologi hingga saintifik.

Yang lain, misalnya, Gombrich juga menamakan judul bab seperti “Di Seberang Lautan” (Hal.: 324) untuk menjelaskan modernisasi Jepang dan negara-negara yang masih mendukung perbudakan; atau judul bab yang sangat puitis seperti “Mulailah Malam Berbintang-bintang” (Hal.: 142) untuk menjelaskan kehidupan para biarawan di Abad Pertengahan. Dan masih banyak lagi judul bab yang bernada fiksi.

Oleh karena itu, buku yang berukuran 14 x 20,3 centimeter ini sangat layak dibaca bagi mereka yang tidak punya banyak waktu untuk mengetahui sejarah dunia purba hingga modern namun tetap “terganggu” oleh hasutan “Jas Merah”. Dengan bentuknya yang berupa dongeng, maka karya Gombrich ini cocok dibaca oleh siapa saja, semua kalangan.

Informasi Buku:

Judul Buku: Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda
Penulis: Ernst H. Gombrich
Alih Bahasa: Elisabeth Soeprapto-Hastrich
Penerbit: Marjin Kiri
Cetakan: Kedua, September 2020
Jumlah Halaman: 354 Halaman
ISBN: 978-602-0788-04-3

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//