RESENSI BUKU: Museum Kenangan, Membagikan Jatuh Cinta Pertama pada Buku
Kenangan pertama jatuh cinta pada buku dibagikan dengan begitu telanjang oleh Andrenaline Katarsis pada Museum Kenangan : Buku dan Karnaval Kesedihan (2020).
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah10 Desember 2023
BandungBergerak.id— Menulis sesuatu hal yang dekat dengan diri sendiri serta sangat intim itu perlu tantangan dan dorongan tekad yang cukup kuat. Karena sesuatu yang terlampau personal seperti kenangan tak semua berani untuk membagikannya. Dan, kita mungkin menanggap sebuah aib dari sebagian kenangan yang pernah dilalui.
Di buku Museum Kenangan : Buku dan Karnaval Kesedihan (2020), Andrenaline Katarsis tanpa malu-malu membagikan kenangan itu melalui sosok "aku" pada novel yang dengan tanpa malu dan ragu di dalam pengantar buku ini bahwa penulisan tersebut terinspirasi dari salah satu judul buku yang ditulis oleh Muhidin M. Dahlan yakni Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta. Yang sudah dibaca oleh dirinya lebih dari satu kali.
Andrenaline Katarsis merupakan penulis dan bagian dari penerbit Katarsis Book. Lewat blog bernama catatangsamping ia membagikan catatan harian dan sejarah mengenai Bandung dan sekitarnya. Lelaki yang memiliki nama lengkap Andrias Arifin ini sudah menerbitkan buku karangannya sendiri sekira ada tiga judul buku. Dan buku Museum Kenangan ini merupakan buku ketiganya.
Buku ini memuat kurang lebih sekitar 13 cerita dengan jumlah halaman 200 berukuran 12 x 18 centimeter. Sampul gambar buku memperlihatkan seorang anak kecil memegang stick playstation menerbangkan buku seperti layang-layang dan burung-burung pun beterbangan.
Visual dari sampul tersebut menyiratkan bagaimana buku menjadi sebuah monumen. Sebelum itu, mari membuka lembar pertama dan menjelajahi museum dengan tenang.
Baca Juga: RESENSI BUKU: Bersimpuh di Ujung Perjalanan
RESENSI BUKU: “Ngejah†Surat-surat Haji Hasan Mustapa untuk Snouck Hurgronje
RESENSI BUKU: Johnny Mushroom Mencari Arti Kehidupan dari Urban Terpinggirkan
Membagikan Kenangan Mencintai Buku Melalui Buku.
Kenangan pertama kali jatuh cinta pada sebuah benda bernama buku dibagikan dengan begitu telanjang oleh Andrie, panggilan akrab Andrias Arifin, pada Museum Kenangan. Tentunya, sebelum Andrie ada beberapa penulis lain yang menulis dengan tema serupa, yang populer adalah novel Markus Susan berjudul The Book Thief (2013) yang sudah dialih wahanakan menjadi film yang menceritakan seorang anak perempuan menemukan buku di samping makam saudaranya.
Lalu bagaimana dengan Andrie?
Andrie menceritakan sosok "aku" yang mulai tumbuh membaca, mengenal buku, filsuf, dan aktivis mahasiswa "kiri" yang gagal dalam bercinta, serta merebut dunia tapi tidak dengan membaca buku. Ia berkali-kali jatuh cinta, berkali-kali bisa melupakan rasa sakit, berkali-kali mencoba merebut dunia, dan terjadilah karnaval kesedihan.
Pertama kali, sosok "aku" ini tertarik membaca buku dikenalkan oleh seorang senior kampus yang sama-sama waktu itu kuliah kerja lapangan (KKL) di Kampus Bahasa. Lelaki yang kemudian kita tahu namanya Ricky Manik mempengaruhi sang "aku" menjadi manusia yang mencintai buku.
"Mula-mula Ricky Manik menceritakan sebuah buku. Kemudian ia perlihatkan buku yang ia khotbahkannya itu kepadaku. Lalu ia berikan sebuah buku untuk kubaca sendiri. Dan membacakan aku. Begitu praktisnya seniorku itu memapahku untuk menjadi pembaca buku." (halaman 45)
Dari sosok Ricky Manik inilah, kemudian ia bergabung pada sebuah kelompok diskusi kampus bernama GEBRAK (Gerakan Bersama Rakyat) sebuah gerakan mahasiswa berhaluan kiri. Sosok "aku" di sini menceritakan bagaimana dirinya begitu sulit untuk memahami Karl Marx bersama alam pikirnya. Namun tragis akan hidupnya, di kematian Marx tak sampai puluhan orang yang hadir pada pemakamannya – hanya beberapa saja. Tokoh besar dan pemikir andal, Nabi Sang Ploretariat itu begitu tragis akan akhir hidupnya.
Di GEBRAK, ia berkenalan dengan banyak mahasiswa. Dinamika pada organisasi ini pun terjadi. Ricky Manik diketahui memasuki sebuah LSM sebagai nakhoda yang menjadi kepala maskapai organisasi. Manik disebut sering hilang. Sementara, sosok "aku" terhanyut lebih dalam pada lautan ilmu, tenggelam pada buku-buku yang ia baca, bahkan untuk menyambung hidup dirinya juga menjual buku.
Di bab "Sebuah Malam Pengadilan" halaman 76 diceritakan bagaimana detik-detik sebuah dinamika organisasi itu terjadi. Tak ada obrolan kritis mengutip satu dua filsuf kiri, tapi semua saling menghakimi dan mengkritik auto kritik akhirnya sosok "aku" itu didepak dari GEBRAK.
Di organisasi yang membuat dirinya menjadi insan pencinta buku, penggila ilmu, dan rasa peduli pada kaum kecil itu tumbuh. Namun ia disingkirkan begitu saja hanya karena mengungkapkan kiprah sang ketua yang bergabung dengan LSM.
Di bab-bab selanjutnya buku Museum Kenangan ini menerangkan bagaimana "aku" jatuh cinta, “aku” ditolak karena terlambat mengungkap isi perasaan, “aku” menembak perempuan namun diputuskan di tengah jalan, “aku” yang kemudian terjerembap dalam gua garba hitam kehidupan. Sisa dari bab buku ini merangkum monumen kesedihan demi kesedihan; dari beberapa bab awal menceritakan tentang jatuh cinta terhadap buku, jatuh cinta terhadap perempuan, jatuh cinta untuk menulis, dan diakhiri oleh kesedihan. Kesedihan itulah kenangan, kenangan menjadi museum, museum yang kini dibagikan secara cuma-cuma.
"Aku kembali termangu, Aku berpikir ulang tentang apa yang sesungguhnya sedang kucapai ini dan entah dengan bagaimana aku bisa mencapainya." (Halaman 196)
Buku ini sangat personal, dan hanya sebagian manusia yang berani membagikan kenangan Andrie hidup dan tumbuh di era musik Bandung saat itu membagikan literasi tentang musik melalui zine, dan saya pikir tulisan-tulisan Andrie di bukunya ini terpengaruhi oleh budaya penerbitan Zine. Buku ini diterbitkan juga oleh Andrie dengan independen.
Informasi Buku
Judul Buku: Museum Kenangan: Buku, Cinta dan Karnaval Kesedihan
Penulis: Andrenaline Katarsis
Penerbit: Katarsis Book
Cetakan: Pertama, Juni 2000
Jumlah Halaman: 200 halaman