• Cerita
  • Garda the Musical, Burung-burung yang Berkisah tentang Manusia

Garda the Musical, Burung-burung yang Berkisah tentang Manusia

Garda the Musical bermula dari kegelisahan, gagasan, dan mimpi Eko Supriyanto menemukan pertunjukan musikal Indonesia.

Salah satu adegan dalam pertunjukan Garda the Musical kerja sama Badan Penggalangan Dana Lestari Universitas Katolik Parahyangan (BPDL Unpar), Ekosdance Company dan ISI Surakarta di kampus Unpar, Bandung, 23 Desember 2023. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Tofan Aditya26 Desember 2023


BandungBergerak.id – Garda dan Bargota sudah saling berhadapan. Di samping masing-masing mereka, berdiri para jenderal yang sudah bersiap untuk saling menyerang. Tongkat emas bermata merah digenggam erat oleh Garda. Ebo, seekor burung beo yang sedari tadi berdiam di pundak Bargota pun sudah terlihat tidak sabar menghajar lawannya. Cahaya berwarna merah, kuning, dan biru kemudian disorot ke panggung. Genderang bertabuh. Suasana kian mencekam.

Pertarungan antara burung garuda dan burung gagak tersebut bermula ketika Jenar, seekor anak burung kenari, diculik oleh komplotan Bargota. Jenar, yang diperankan oleh Woro Mustikoro, memang terobsesi menjadi tangguh, kuat, dan bijaksana. Obsesi tersebut mendorong Jenar pergi dari rumah untuk mencari pusaka cahaya delima.

Sang Ibu, Rerasi, panik lantaran anaknya sudah lima hari tidak pulang ke rumah. Dari mulut burung-burung lain, Rerasi pun mendapat kabar kalau Jenar ditangkap. Informasi tersebut sontak membuat Rerasi merasakan sedih yang teramat sangat. Rerasi kemudian mencari jejak anaknya.

“Jenar anakku, kemana kau pergi? Ibu mencari berhari-hari. Kenapa kau tolak rumah? Kenapa kau tolak ibu? Apakah salahku duhai anakku?” Nyanyian Rerasi, yang diperankan oleh Widi Mulia, terdengar pilu di antara suara menyayat tuts piano. “Jenar, pulanglah pulang. Peluklah, Ibu rindu.”

Misi pencarian Jenar berujung pada pertemuan Rerasi dengan Rako, seekor burung merak yang merupakan salah satu pasukan dari Garda. Sosok Rako, yang diperankan oleh Beyon Destiano, yang lebay, cerewet, dan mewakili Gen-Z membawa suasana baru di atas pentas. Sambil sesekali melontarkan jargon yang viral di media sosial, Rako membuat seisi gedung Auditorium PPAG Unpar dipenuhi gelak tawa.

Pertemuan dengan Rako menuntun Rerasi bertemu dengan Garda, seekor burung garuda yang pemberani dan perkasa. Garda, yang diperankan oleh Dwi Sasono, adalah tokoh yang diidolai Jenar, alasan Jenar mencari pusaka cahaya delima.

Dwi Sasono memerankan Garda dalam pertunjukan Garda the Musical pada Sabtu, 23 Desember 2023. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Dwi Sasono memerankan Garda dalam pertunjukan Garda the Musical pada Sabtu, 23 Desember 2023. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Menilai Mutu Drama Indonesia dan Drama Korea
Merenungkan Pancasila dalam Sebuah Teater Musikal
Menanamkan Benih Cinta pada Bahasa Daerah di Festival Drama Basa Sunda 2023

Di Balik Layar “Garda the Musical”

Garda the Musical bermula dari kegelisahan, gagasan, dan mimpi Eko Supriyanto, sang sutradara. Dosen di Institut Seni Indonesia Surakarta tersebut melihat Indonesia memiliki materi yang amat melimpah, mulai dari penari, penyanyi, kultur, dan tradisi. Namun sayang, Eko Pece, begitu dirinya sering dipanggil, belum menemukan pertunjukkan musikal yang amat Indonesia.

Memang sudah ada beberapa pertunjukkan yang menampilkan tarian-tarian nusantara, tarian Pembukaan Sea Games 2018 misalnya. Eko, yang juga merupakan maestro dibalik turnamen tersebut, berani mengatakan bahwa pertunjukkan musikal kali ini berbeda, tidak menampilkan tarian Indonesia hanya dalam hitungan detik saja.

“Melihat pertunjukkan-pertunjukkan musikal yang ada di Indonesia justru malah condong ke broadway. Nah kami justru mengarah, mencoba membuka kesempatan, bagaimana sebetulnya Indonesia memiliki potensi yang luar biasa,” tutur Eko, yang sempat pula ditunjuk oleh Madonna sebagai penata tari untuk pertunjukkan Lion King di Teater Broadway New York, Amerika Serikat, pada Konferensi Pers, Jumat (22 Desember 2023).

Bekerja sama dengan Badan Penggalangan Dana Lestari Universitas Katolik Parahyangan (BPDL Unpar), Ekosdance Company dan ISI Surakarta, menggelar Garda the Musical pada Sabtu, 23 Desember 2023. Mulanya pertunjukkan ke dua setelah di Solo pada awal tahun ini akan digelar di Jakarta, namun karena situasi politik menuju tahun-tahun politik, Bandung kemudian dijadikan tujuan.

Burung menjadi inspirasi tokoh untuk mewakili Indonesia. Sebagai negara dengan burung endemis terbanyak di dunia, Indonesia memiliki 1.826 koleksi burung yang tersebar di seluruh wilayah. Meski tokoh-tokohnya adalah burung, isu yang dibicarakan dalam cerita tetaplah tentang manusia.

“Ada pesan kemanusiaan, bahwa seorang pemimpin itu jangan sampai memutus kasih sayang. Jadi, kasih sayang itu kembali didekatkan. Jadi ini isu kemanusiaan pimpinan dikaitkan dengan tahun depan,” ucap Hanindawan, penulis naskah dan skenario, diiringi tawa tipis seisi ruangan.

Garda adalah narasi yang ringan dan sederhana. Secara musikal, karya ini menyuguhkan dialog verbal diramu dengan nyanyian dari skenario naskah yang musiknya diaransemen dengan penuh imajinasi dan original. Semua kalangan dapat menikmati pertunjukkan ini, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Sebagai seorang Ibu, Widi Mulia melihat betapa pentingnya pertunjukkan semacam ini untuk anaknya. Sebagai seorang seniman yang cukup lama berurusan dengan kebudayaan daerah, dirinya kesulitan mencari suguhan yang mampu mengenalkan seni-seni tradisi daerah kepada anak-anaknya. Pertunjukkan ini menjadi wahana yang pas untuk mengenalkan suguhan lokal dengan taraf internasional.

“Makin kecil aksesnya. Karena kita sudah dikepung sama IT-IT atau cerita-cerita dari luar negeri yang memang sudah hangat. Lebih menarik karena berpuluh-puluh tahun kita suka liat di sekeliling kita, misalnya seperti Disney dan sebagainya,“ Ucap Widi yang sudah berkecimpung di dunia hiburn sejak tahun 1992. 

Widi Mulia memerankan Rerasi dalam pertunjukan Garda the Musical pada Sabtu, 23 Desember 2023. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Widi Mulia memerankan Rerasi dalam pertunjukan Garda the Musical pada Sabtu, 23 Desember 2023. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Kembali ke Pertunjukkan

Teriakan dari Bargota menjadi penanda perang telah dimulai. Para jenderal maju satu demi satu, berduel satu lawan satu. Bukan dengan senjata, tapi dengan tarian. Tim koreografi yang dipimpin oleh Eko Supendi berhasil menyajikan tarian tradisional, seperti Seudati, Zapin, Gending Sriwijaya, Tari Jawa, Bali, hingga Maluku, yang dikemas secara modern namun tetap khas dan ciamik.

Musik terus mengalun, mulai dari genre jazz, country, melayu, dan tradisional. Meski berbeda-beda peralihan terhitung cepat, di bawah direktor Gondrong Gunarto, semua terdengar padu. Lampu-lampu berwarna-warni dimainkan asyik oleh Alim Jeni mengikuti suasana cerita. Kostum kerlap-kerlip oleh Agus Sunandar, dkk., turut melengkapi keindahan dari pertunjukkan berdurasi sekitar 90 menit ini.

Setelah semua jenderal kalah, tiba saatnya Garda dan Bargota bertarung. Kebaikan selalu menang, begitulah akhir dari setiap dongeng anak-anak, dan itu juga yang terjadi dalam cerita ini. Bargota meraung keras ketika Ebo terjatuh dari pundaknya, mati di tangan Garda. Dalam sekali hentakan, seluruh pasukan Bargota luluh lantah.

“Engkaulah pusaka itu. Engkaulah Ibu, pusakaku,” suara melengking Jenar terdengar dari pinggir panggung, menjawab panggilan Rerasi yang terus menyerukan namanya.

Salah satu adegan pertunjukan Garda the Musical di kampus Unpar Bandung, 23 Desember 2023. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Salah satu adegan pertunjukan Garda the Musical di kampus Unpar Bandung, 23 Desember 2023. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Lampu berwarna biru menyorot ke tengah. Musik sendu mengiringi. Akhirnya, Jenar dapat kembali bertemu Rerasi. Barulah Jenar paham, pusaka cahaya delima bukanlah seonggok barang. Pusaka cahaya delima adalah perumpaan ilmu pengetahuan yang tidak bisa didapatkan secara instan, tapi lewat usaha dan kerja keras.

Tepuk tangan penonton terdengar riuh. Keras dan semakin lama semakin keras. Beberapa penonton terlihat memberikan standing applause. Sorot mata penonton terlihat puas. Enggan beranjak dari ruang pertunjukkan.

* Kawan-kawan dapat membaca reportase lain Tofan Aditya dan tulisan-tulisan lainnya tentang seni.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//