• Kolom
  • PAYUNG HITAM #20: Mengeja Ulang Makna “Kemerdekaan itu ialah Hak Segala Bangsa”

PAYUNG HITAM #20: Mengeja Ulang Makna “Kemerdekaan itu ialah Hak Segala Bangsa”

Sudah saatnya kita kembali mengeja makna kemerdekaan sebagai sesuatu yang harus ada sejak dalam hati dan pikiran untuk menentukan sikap yang akan dipilih ke depan.

Fayyad

Pegiat Aksi Kamisan Bandung

Aktor pantomim Wanggi Hoed beraksi di persimpangan jalan di Aksi Kamisan Bandung bertema Parade Melawan Kekerasan Negara di Bandung, 7 September 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

28 Desember 2023


BandungBergerak.id – Secara tegas Indonesia telah menyatakan sikapnya yang tercantum pada Pembukaan (preambule) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa" Kalimat tersebut masih terdengar lantang diucapkan pada upacara kenegaraan memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ataupun di berbagai instansi kenegaraan  bahkan sekolah yang biasanya menggelar upacara bendera.

Seketika saya mencoba mengeja ulang makna dari kalimat "Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa" sembari menyaksikan melalui kanal sosial media juga membaca beberapa literatur yang memberitakan genosida yang terjadi di Palestina sana. Tentunya kemerdekaan di tanah Palestina sana telah direnggut paksa oleh Zionis dengan berbagai sokongan dari negara-negara imperialis seperti Amerika, Inggris, Prancis yang notabene mereka adalah anggota tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang seharusnya bisa menyelesaikan persoalan yang terjadi di sana.

Dibalik pernyataan dan kecaman yang diungkapkan pemerintah Indonesia terhadap persoalan di Palestina sana, ternyata hubungan dagang ekspor-impor antara Indonesia dan Israel masih sempat terjadi beberapa waktu lalu mulai dari jual-beli alutsista dan persenjataan yang digunakan oleh militer hingga mesin juga perangkat telekomunikasi berikut senjata siber bernama Pegasus.

Dengan adanya hubungan dagang tersebut, Indonesia masih bermain dua kaki. Di satu sisi terlihat membela, namun di sisi lainnya secara langsung maupun tidak langsung turut memberikan dukungan terhadap Israel dan tidak sungguh-sungguh ikut memperjuangkan ketertiban di dunia (dalam hal ini Palestina) yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Baca Juga: PAYUNG HITAM #17: Yang Hilang dari Tamansari
PAYUNG HITAM #18: Hari HAM Sedunia dan Refleksi Pelanggaran HAM di Indonesia
PAYUNG HITAM #19: Ilusi Basi Mengayomi dan Melindungi

Makna Kemerdekaan 

Kembali pada konteks "Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa",  jika kita berkaca pada kondisi hari ini di Indonesia, dengan masifnya penggusuran terhadap ruang hidup dan penghidupan, dampak kerusakan akibat eksploitasi alam, kritik dibalas kriminalisasi, hingga terkungkungnya para pelajar dan akademisi dalam siklus industri pendidikan menjadi contoh bahwa kemerdekaan sejak dalam hati dan pikiran tidak pernah benar-benar ada. Hal tersebut dikarenakan baik secara langsung maupun tidak langsung, negara sendiri justru yang berperan dalam merenggut kemerdekaan atas individu yang hidup di dalamnya.

Pun secara pemaknaan tata bahasa Indonesia dalam kata "Merdeka atau Kemerdekaan" terasa masih sangat sempit. Mengapa demikian? Kita dapat melihat pemaknaan kata Merdeka atau Kemerdekaan dalam bahasa Inggris bisa berupa "Free/Freedom" "Independence", "Liberty", yang lebih beragam. Maka, apakah memang kemerdekaan masih sesempit itu sejak dalam pemaknaannya? Saya kembalikan pada para pembaca.

Di bulan Desember ini, 62 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 1 Desember 1961 menjadi momentum bersejarah penting bagi bangsa West Papua yang melahirkan sebuah manifesto politik dengan menyatakan kemerdekaannya sendiri. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlangsung lama karena Sukarno pada saat itu mengeluarkan maklumat yang dikenal sebagai Trikora (Tri Komando Rakyat) pada 19 Desember 1961. Dan sejak saat itu, praktik dan operasi militer terus dilakukan berimbas pada banyaknya pelanggaran HAM hingga rusaknya lingkungan. Hingga detik ini, tidak ada kemerdekaan bagi bangsa West Papua atas hak menentukan nasib sendiri. Di mana kemerdekaan bersemayam jika demikian adanya?

Dalam waktu dekat ini, sidang penetapan atas kasus yang menimpa Fatia-Haris akan segera diputus awal tahun 2024 mendatang. Tak ubahnya menyatakan serta mendiskusikan hasil riset di muka publik sebagai salah satu bagian dari freedom of speech harus dihadapi dengan hukum yang semakin nyata berpihak kepada yang punya kuasa. Dari kasus ini pun menjadi pengingat pembungkaman demokrasi hari ini.

Sudah saatnya kita kembali mengeja makna kemerdekaan sebagai sesuatu yang harus ada sejak dalam hati dan pikiran kita agar dapat menentukan sikap yang akan dipilih ke depannya. Merebut kemerdekaan juga menjadi hal yang penting karena kemerdekaan itu tidak tiba-tiba datang begitu saja, melainkan proses terus menerus yang dilakukan akan melahirkan kemerdekaan yang kita maknai dan raih dengan upaya sendiri.

*Tulisan kolom PAYUNG HITAM merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Aksi Kamisan Bandung

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//